Hari ini, aku akan kembali mengunjungi dua orang yang menjadi korban kecelakaan. Syukurlah besok Nava telah diperbolehkan pulang oleh Dokter sementara Jendra perlu perawatan lebih lanjut karena akan melaksanakan Operasi fraktur. Sejujurnya kecelakaan ini termasuk parah. Tapi sungguh ajaib keduanya mendapat luka yang terhitung masih dapat ditolerir. Untuk Dita, aku tidak mau mengingat lagi. Biarlah itu menjadi urusan Malik.
Suara ketukan mengalihkan fokusku pada pintu. Setelah beberapa saat, aku mengizinkan orang yang mengetuk untuk masuk.
"Aster, Hari ini kamu mau jenguk Jendra dan Nava lagi?"
Papa adalah orang yang mengetuk pintu kamarku.
Aku mengangguk. "Ya."
"Papa ikut, ya? Papa rasa Papa harus berrtanggung jawab untuk semua ini."Ujar Papa.
"Yasudah. Cepat bersiap. Aku malas menunggu lama." Ujarku malas.
Papa langsung melengang sambil menggerutu. Namun, aku tahu dia pasti segera bersiap mendengar ucapanku.
***
Aku menghela napasku pelan dan menatap Papa nyalang.
"Aku ingat kayaknya Papa tadi mau jenguk Jendra dan Nava."
"Haha Papa nyasar." Papa tertawa canggung. "Setelah ini kita jenguk mereka, Haha.."
Aku hanya mendengus malas mendengar alasan Papa yang terlihat klise dan dibuat-buat.
"Ayo turun, Aster. Diana sudah menunggu."
Aku mengikuti Papa menuju bangunan putih berbau obat tempat Diana, psikolog sekaligus salah satu Orang Kepercayaan Papa bekerja.
"Ngomong-ngomong soal Kak Diana, aku sudah lama nggak kesini." Ujarku.
"Tuh kan? Papa udah tebak! Harusnya kamu rutin kontrol dong, Aster!" Papa menceramahiku panjang lebar.
"Rutin kontrol? Ck, Iya aku tahu aku emang gila."
Papa yang mendengarku terdiam. Aku mempercepat langkahku menuju ruangan Diana agar bisa segera pergi menemui Nava dan Jendra.
***
"Halo, Nona. Bagaimana kabarmu?" Seorang wanita muda berusia 30-an menatapku penuh minat.
"Seperti biasanya." Ucapku jujur.
"Oh? Saya lihat anda sudah ada sedikit kemajuan, Nona. Bagaimana dengan emosi anda?" Diana membetulkan letak kacamatanya sambil melihat hasil rontgen otakku di layar.
"Kemajuan apanya? Aku bisa baca hasil rontgen. Otakku sakit seperti biasa." Ujarku acuh.
Diana tersenyum. "Maksud saya, terapi kita.."
"Oh?" Kini aku mengangkat sebelah alisku. Tertarik.
"Apa ada kejadian menarik akhir-akhir ini yang menarik minat Nona?"
Aku berpikir sejenak. "Ada. Nava bilang padaku dia tahu aku berpura-pura."
"Navia?"
"Ya. Ingat, kan? Pasien anda dulu. PTSD dan Depresi."
Diana mengangguk. "Tentu saja, ingat. Nona yang merekomendasikan dia pada saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTER ✅
Teen FictionDanilla Asteria Rahardi adalah definisi sempurna. Ia memiliki teman yang baik, rupa yang luar biasa, keluarga yang menyayanginya dan harta yang melimpah. Singkatnya, ia memiliki segalanya. Namun, semua berubah ketika orang dari masa lalunya kembali...