Aster dan Sang simalakama

58 2 0
                                    

Para pengawal menggiringku kedalam Mobil yang sudah dipersiapkan. Pengawal-pengawal tersebut anehnya sangat berhati-hati agar tidak melukai atau membuat staminaku menyusut. Mereka bahkan melambatkan laju mereka seolah-olah mereka sedang menuntunku.

Mataku awas, mencoba mencari celah untuk kabur. Sebelah kanan, kiri, depan dan belakang terdapat banyak pengawal. Masih hal yang mustahil untuk kabur.

Disaat seperti ini, aku teringat pada Valencia.

"Dia nggak mati, kan?"

"Get on!" Salah satu pengawal menyuruhku masuk kedalam mobil. Sepertinya ia adalah kepala para pengawal Hansel.

Aku menuruti dan duduk dengan manis. Setelah teringat pada Valencia, kini aku teringat pada ponselku. Aku belum menghapus foto keluarga kami. Bagaimana jika ditemukan orang lain? Tapi itu bukan lagi sebuah pasal. Toh, aku juga sudah disarang orang jahat. Mau mencegah bagaimana lagi? Sudah terjadi.

Kuhela napasku lemah. "Sungguh keputusan bodoh pergi kesini. Seharusnya aku mengancam dari telepon atau melalui Papa. Kenapa aku bisa bodoh begini?"

Dalam hidup Danilla Asteria Rahardi, aku harus menambah perjalanan ini sebagai bentuk kebodohanku. Aster yang jenius juga bisa salah langkah karena menuruti nafsunya.

"Sudahlah! Sudah terjadi juga. Harus buat apa?"

"Jalankan mobilnya."

Hansel duduk disampingku. Kulihat ia sedang fokus membaca koran. Zaman bahkan sudah canggih, kenapa dia masih membaca koran? Papa bahkan menggunakan tabloid. Tunggu, Bukankah ini sudah malam? Waktu yang tidak tepat untuk membaca koran, kan?

"Apa? Tertarik membaca?" Ujarnya dengan netra yang tetap fokus pada korannya.

"Tidak."

"Lalu?"

"Cuma sedang menerka kenapa anda mau semobil dengan saya." Ujarku asal.

"Kenapa?" Ia kini menatapku dan tersenyum. Senyum itu benar-benar tidak kusukai. "Aku ingin menatap wajah cantikmu."

Aku menatap balik netranya datar. "Kenapa menatapku? Suka padaku?"

Meski rasa jijik terselip dari diriku karena orang ini, aku tetap menjawabnya. Lagi, dengan rasa takutku yang nyaris tidak ada.

"Saya cuma heran. Ceddric menyerahkan saya pada anda melalui pelelangan itu, bukan? Lalu apa yang ia dapat sebagai pertukarannya?"

Matanya yang awas kini menatapku sedikit tertarik.

"Tertarik dengan urusan Ceddric?"

"Tadinya tidak. Sekarang iya."

"Hmm Bagaimana jika.." Ia mendekatkan bibirnya ke telingaku dan berbisik. "Kau tidak banyak bertanya?"

"Kuberi kau sedikit saran, lebih baik tidak ikut-ikutan Ceddric kalau tidak mau kubunuh."

Ia tidak membenarkan, tidak juga menyalahkanku. Apa aku sudah setengah benar?

"Wajah ini.." Ia mengangkat dagu dan mengelus pipiku.

"Sangat kusukai..." Ia tersenyum lembut ditengah terpaan sensasi jijik ketika ia menyentuh kulitku.

"Andai saja  tatapanmu tidak mengerikan seperti bajingan itu."

Oh? Kurasa aku tahu kemana arah pembicaraan ini.

"Mamaku sudah mati." Ujarku acuh.

"Belum. Dia masih hidup."

"Sudah mati. Aku melihatnya masuk dalam tanah. Anda yang membunuhnya."

ASTER ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang