3. Dia Pergi
Aletris terbangun di kegelapan malam. Waktu masih menunjukkan pukul 3. Entah kenapa, ia tiba-tiba merasa haus. Ia menjangkau kabinet yang ada disebelah tempat tidurnya. Nihil. Tidak ada air minum disana. Pada akhirnya, ia kembali membaringkan dirinya ditempat tidur.
Berkali-kali ia membolak-balikkan tubuhnya, ia juga berkali-kali membolak-balikkan bantalnya guna mengusir kantuk. Namun sayang, bukan rasa kantuk yang ia dapat melainkan rasa haus yang semakin menjadi-jadi. Pada akhirnya, Aletris berjalan keluar dan membuka pintu. Biasanya, ada setidaknya satu pelayan yang masih terbangun. Ia akan minta pelayan itu untuk mengambilkannya air.
"Permisi ?"
"Ada olang?"
Kosong.
Keadaan diluar kamar yang sepi tanpa ada tanda-tanda makhluk hidup membuat Aletris ragu. Ia takut. Lorongnya gelap sekali.
Didepannya ada kamar Kakaknya, tapi ia yakin seratus persen kakaknya akan mendorongnya keluar dengan kejam. Ada beberapa hal tentang kakaknya yang tidak boleh diganggu. Salah satunya adalah tidur. Sementara, untuk pergi ke tempat tidur orangtuanya ia perlu melewati lorong gelap. Kamar mereka sekeluarga sebenarnya ada di lantai dua dan berbentuk lorong buntu. Kamar pertama ada kamar Aletris di sisi kiri, selanjutnya di seberangnya ada kamar Kakaknya. Disebelah kamar kakaknya ada kamar adik kecilnya Kamelia. Berjalan dua langkah setelah kamar Kamelia, disisi kiri baru kamar Papa dan Mama.
Sejujurnya, bukan cuma lorong gelap yang Aletris takutkan.
Terdapat lukisan di ujung lorong. Lukisan penari bali karya pelukis terkenal. Aletris takut dengan lukisan tersebut. Ia merasa mata dari sang penari mengikutinya kemanapun.
"Huk.. kalau kakak denger ini dia bisa ngetawain aku!"
Tep... tep... tep ....
Aletris berjalan pelan menuju kamar orangtuanya.
Tep tep tep
Lambat laun Aletris mulai berlari takut.
"Huhu... Mama!!! Ale mau mama!"
Tok tok tok tok tok
Pintu diketuk oleh Aletris. Sungguh, ia berharap Mama akan segera membukanya. Jika lebih lama do kegelapan, Aletris bisa mati ketakutan.
Cklek
Pintu dibuka menampilkan raut wajah wanita yang memakai piyama. Ia berjongkok agar sejajar dengan Aletris.
"Ale kenapa, nak?"
"Mama.. gelap.. takut... Ale.. penari!" Kata-kata yang ia ucapkan tidak runtut menyebabkan Mama tertawa pelan.
Mendengar tawa mama, Aletris tiba-tiba merasa malu. Bukankah dia sudah jadi seorang Kakak? Kenapa dia masih penakut?
"Emmm.. itu Ale mau minum. Nggak ada pelayan."
Dapat Aletris rasakan Mama menggenggam tangannya lembut. Mama hangat.
"Ayo. Mama antar kamu kebawah."
Aletris menggeleng. "Takut.."
"Kalau kamu takut terus kapan bisanya?"
"Kan.. ada Mama"
Mama tetap menarik Aletris menuju lantai bawah. Keduanya menuruni tangga. Lambat laun, Aletris mulai merasa nyaman.
Mama memberikannya air yang segera ia minum dengan rakus.
"Mama tahu cara mengatasi ketakutan kamu. Mau dengar?"
Aletris menatap Mamanya penasaran. "Apa itu Mama?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTER ✅
Teen FictionDanilla Asteria Rahardi adalah definisi sempurna. Ia memiliki teman yang baik, rupa yang luar biasa, keluarga yang menyayanginya dan harta yang melimpah. Singkatnya, ia memiliki segalanya. Namun, semua berubah ketika orang dari masa lalunya kembali...