4. Navia Jeselyn Candika.
"Semua udah masuk, nak? Ayo berangkat."
"Tunggu sebentar, Pa!" Aku memakai hadiah yang kudapat dari Danilla ke leherku. Sebuah liontin kecil cantik dengan permata berwarna biru tua yang setelah kutelisik ternyata merupakan safir!
Ya, hari ini, aku akan pergi ke Amerika Serikat, untuk menempuh pendidikanku di Harvard. Aku benar-benar bersyukur dapat masuk ke salah satu kampus terbaik di dunia mengingat ujian masuknya luar biasa sulit dan aku harus menata ulang resume yang harus kukirim berulang kali. Tapi ini sepadan. Aku juga mendapatkan beasiswa dari RH Encore, salah satu anak perusahaan Rahardi yang bergerak di bidang properti. Luar biasa bukan? Aku tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun untuk pendidikanku.
"Nava!! Nanti kamu ketinggalan pesawat, loh!"
"Iya, Buuu!"
Dengan cepat kutarik ranselku menuruni tangga lalu masuk ke mobil yang telah di naiki oleh Ayah dan Ibu sajak lima belas menit yang lalu.
"Lama banget, sih kamu!" Gerutu Ibuku kesal.
"Hehe... Maaf Bu! Tadi kalung Nava ketinggalan!"
"Eh?" Ibu memperhatikan kalungku seksama. "Ibu nggak ingat kamu punya kalung ini?"
Aku mengelus permata pada liontin dan tersenyum bangga. "Danilla bilang dia bangga sama pencapaianku jadi dia kasih ini!"
"Oh, maksud kamu kayak hadiah persahabatan gitu?" Ibu mengangguk. "Baik banget sih, Nila! Coba aja dia jadi anak Ibu!"
Aku mendengus. Ibu tidak tahu saja anak itu bisa menusuk orang dengan pisau sambil tersenyum!
"Bukan bu... Bukan hadiah persahabatan! Ini hadiahku karena berhasil ngelakuin misi!" Kilahku.
"Oh? Misi untuk jadi 10 lulusan terbaik?"
"Enggak bu, Misi berhasil nyelamatin dia dari maut."
Tapi sudahlah. Ibu juga tidak akan mau dengar 'Misi' apa yang dimaksud. Tidak mungkin kan kukatakan bahwa Misi yang dimaksud membuatku nyaris terbunuh karena harus ditembak dan kejar-kejaran dengan orang jahat?
Aku mengangguk. "Anggap aja gitu, Bu."
Ngomong-ngomong soal Danilla, dia berhasil diterima di Oxford. Tepatnya di jurusan Bussiness and Management. Karena itulah dia tidak ikut mengantarku di Bandara dan menyampaikan perpisahan lebih awal. Ia harus menyiapkan berkas-berkas untuk kepergiannya.
Aku sebenarnya sangat ingin dia mengantarku. Tapi sudahlah. Toh dia juga sibuk. Mana mungkin aku memaksanya?
Selang 30 menit berjalan, kami tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Aku berjalan didampingi oleh orangtuaku menuju gate.
"Baik-baik ya, nak." Ayah mencium keningku lama.
"Ayah nangis?" Tanyaku menggoda.
"Enggak, Ayah kelilipan." Ayah mengibaskan matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTER ✅
Teen FictionDanilla Asteria Rahardi adalah definisi sempurna. Ia memiliki teman yang baik, rupa yang luar biasa, keluarga yang menyayanginya dan harta yang melimpah. Singkatnya, ia memiliki segalanya. Namun, semua berubah ketika orang dari masa lalunya kembali...