Dita, Jendra, dan Nava duduk berurutan di sofa panjang sementara Malik duduk dihadapan mereka sambil menyilangkan kakinya.
"Apa?" Tanyanya akhirnya.
"Tuan Malik, atau perlu saya sebut J?" Dita terkekeh pelan.
"Bukannya kamu sudah tahu identitas saya, Radita? Silahkan panggil saya sesukamu." Nada yang semula kasar dan menuntut perlahan sedikit melunak.
"Saya tidak punya banyak waktu. Cepat katakan keinginanmu dan pergilah."
"Oke." Dita mengangguk siap.
"Saya hamil. Anda lah ayahnya."
Singkat, padat, dan jelas. Nava dan Jendra sejenak ingin mengapresiasi ke terus terangan Dita.
Malik memijit batang hidungnya. Tatapannya seolah berkata pada Dita untuk tidak mengatakan omong kosong.
"Apa buktinya? Bisa saja itu anak orang lain."
Meski begitu Jendra cukup kaget Malik masih meladeni Nava. Orang normal setidaknya akan menyangkal terang-terangan.
"Saya menghitung harinya, dan tidak pernah berhubungan dengan orang lain selain anda!"
"Oh? Jadi pernah selain dengan saya?"
"Anda seharusnya jadi orang paling tahu, bukan? Anda memata-matai saya saat anda masih menjadi 'tamu' saya. Anda yang paling tahu saya disewa oleh siapa dan Bagaimana, Bukankah begitu?" Dita balik bertanya.
"Lalu kamu mau saya bagaimana? Bertanggung jawab?" Pertanyaan Dita dibalik oleh Malik dengan entengnya.
Dita terdiam sejenak, ia tampak berpikir keras. Sementara itu, Jendra dan Nava yang bertingkah seperti boneka kayu diantara perdebatan itu saling menyikut dengan canggung.
'Gue mau pulang'
"Menikahimu disaat saya adalah tunangan Widya? Kamu mau mati, Radita?" Malik menekankan kata mati dengan jelas.
Dita menggeleng. Wajahnya menunjukkan kepasrahan dan ketidaksetujuan.
"Saya tahu, saya bisa mati jika merebut anda yang telah jadi kepunyaan orang, terlebih Rahardi. Saya tahu diri."
Dita banyak merenungkan kata-kata Danilla. Sejujurnya, ia tak begitu peduli apabila dirinya yang mati. Untuk apalagi dia hidup saat segalanya telah hancur? Untuk terus menghisap barang haram guna mengatasi kecanduan? Atau untuk menghadapi masalah hidup lebih jauh lagi? Tapi, dia ingin hidup saat ini. Setidaknya dia harus hidup 3 bulan lagi untuk melahirkan putrinya.
Dia mengeluarkan foto USG dari tasnya. Pada foto tersebut tertulis namanya, beserta putrinya yang sangat ia cintai saat ini.
"Dia perempuan." Ujarnya pelan pada Malik.
"Hidungnya mancung seperti anda, Tuan."
Malik terpekur menatap foto USG dengan pandangan yang tak bisa dijelaskan.
"Dia akan jadi gadis yang cantik. Mungkin dia bisa jadi nomor satu di bidang akademik. Atau mungkin dia bisa jadi nomor satu di non-akademik. Suatu hari nanti dia akan punya cita-cita dan mewujudkannya, dia juga harus menikah dengan orang yang ia cintai dan mungkin akan menjadi seorang Ibu. Banyak hal menantinya setelah ia lahir kedunia." Pandangan Dita menerawang jauh.
"Dan aku tidak mau seluruh mimpi dan hidupnya terhalang karena Ibu yang miskin dan seorang pecandu." Ujarnya lagi.
Jendra dan Nava berpandangan. Keduanya cukup terkejut Dita yang mementingkan dirinya sendiri mampu berpikir seperti ini.
"Ketika menikah, aku tidak bisa jadi wali untuk menikahkannya." Malik kini berkata lembut pada Dita.
"Tapi setidaknya, dia punya orang benar yang membimbingnya tanpa kurang apapun." Dita tersenyum lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTER ✅
Teen FictionDanilla Asteria Rahardi adalah definisi sempurna. Ia memiliki teman yang baik, rupa yang luar biasa, keluarga yang menyayanginya dan harta yang melimpah. Singkatnya, ia memiliki segalanya. Namun, semua berubah ketika orang dari masa lalunya kembali...