Tirai ditutup: Akhir

58 5 0
                                    

Suara sirine yang berasal dari mobil polisi bersahutan, beberapa anak yang digelandang paksa terlihat menangis, begitupun orangtua mereka. Rizal dan kepala sekolah sendiri telah digelandang lebih dulu, dipakaikan borgol. Mendapat citra paling buruk di masyarakat.

Dan disinilah aku, berdiri menatap mobil polisi yang satu per satu meninggalkan halaman sekolah.

Puas. Ya. Aku puas.

Benar-benar pertunjukan paling spektakuler dalam hidupku.

Sekarang aku mengerti perasaan para detektif ketika berhasil memecahkan sebuah kasus, dokter yang berhasil menyembuhkan pasien, pemadam kebakaran yang berhasil memadamkan api. Mereka menganggap itu sebagai pencapaian atas hasil kerja keras mereka.

Aku tertawa puas.

"Nil."

Aku menatap sumber suara. Nava.

"Lo.."

"Lo suka pertunjukan gue?"

Nava menggeleng tak percaya. "Lo gila banget."

"Tapi lo suka, kan?" Aku tersenyum miring.

Nava hanya terdiam. Lagi-lagi ekspresi itu, ekspresi yang tak dapat kubaca tercetak jelas di wajahnya.

Salah seorang polisi menggelandang Dita dan Remi paksa menuju mobil polisi. Kuperhatikan keduanya menunduk tak berani menatap kedepan.

Aku menatap tajam keduanya. Tersenyum miring.

Nava menutup mulutnya. Seluruh tubuhnya bergetar. Hei apa ini? Dia menangis? Marah?

"Bajingan." Nava memekik membuatku terkejut.

PLAK

Nava merangsek maju pada Dita lalu menamparnya keras. Polisi wanita yang menggelandang Dita terlihat terkejut atas tindakan spontan itu sehingga ia terlambat melindungi.

"LO ORANGNYA?! LO YANG UDAH FITNAH GUE?! LO BERDUA YANG NYEBARIN VIDEO SYUR ITU?! JINGAN!" Nava berteriak emosi.

Aku cukup kaget dengan perubahan emosi Nava yang drastis. Kukira ia akan trauma melihat dua manusia didepanku, ternyata kemarahan lebih mendominasi dalam dirinya. Aku tak berusaha menghentikan Nava. Setelah semua yang terjadi, kupikir cukup adil bila dua orang itu mendapat beberapa pukulan.

"Begitulah." Dita menjawab datar dan menatap Nava sebelum beralih menatap kakinya.

"GANYANGKA BANGET! BERANINYA LO NUSUK GUE DARI BELAKANG BABI!" Nava kembali memaki.

"Yah, jangan percaya tampangnya, dong. Coba tanya alasan dia berani fitnah kita pakai video menjijikkan itu." Aku memanasi Nava.

"Maaf, dik. Tolong kerjasamanya. Jangan main hakim sendiri." Polisi itu membawa Dita ke dalam mobil polisi segera.

"Dia tidak akan menjawabmu, Nav. Sudah kepalang malu. Mau apalagi dia? Dasar pengecut." Cibirku menambah bensin pada api.

"BANGSAT KALIAN BERDUA!" Nava masih emosi. Urat-uratnya mencuat keluar.

"Tunggu." Aku menghentikan polisi wanita menaikkan kaca mobil. "Beri saya waktu semenit. Saya ingin bicara dengan mereka berdua. Anda boleh mengawasi saya." Ujarku.

Polisi itu terlihat ragu menatap temannya. Namun, dengan berbagai peringatan akhirnya dia mengizinkanku dan Nava selama semenit.

"Remi, Dita. Selamat." Aku bertepuk tangan. Nava menatapku aneh.

"Kalian adalah aktor penting di penampilan tadi. Kira-kira bagaimana perasaan kalian?" Aku kembali bertanya.

Dita menatapku pandangannya terlihat linglung.

ASTER ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang