Setelah hampir setengah jam berjalan, kami memasuki sebuah rumah mewah di perumahan mewah pula. Waktu menunjukkan pukul 5 lewat waktu Inggris. Artinya, kami harus cepat sebelum malam lagi waktu Indonesia. Besok, kami harus sekolah. Nava setidaknya, sebab sejak tadi aku telah mendengarnya bergumam betapa banyak absennya yang hanya dua hari. Padahal, aku pasti dengam senang hati membuatkan izin untuknya. Terkadang, Aku tak mengerti dia ini rajin atau memang tidak punya kerjaan di rumahnya? Aku tidak memiliki pemikiran seperti Nava. Besok, Aku tinggal memberikan surat sakit saja pada Dokter. Toh, masih tersisa dua bulan sebelum kelulusan.
Ting tong
Arum membunyikan bel rumah sedangkan aku bersandar di dinding sebelah pintu. Jujur, aku malas harus berurusan dengan anjing yang terlalu loyal pada majikannya. Tapi, siapa yang tahu mungkin aku mendapatkan beberapa informasi?
"Yes? May I know who you are?" Seorang pria muda menyambut kami di depan pintu. Yang menarik dari Pemuda ini adalah luka melintang di mata kirinya, membuat mata kirinya terus tertutup. Ia berperawakan eropa. Dari perawakan dan gerak-geriknya, aku tahu pria ini tidak bisa berbahasa Indonesia.
"Karena Orang Kepercayaan Papa bisa berbahasa Indonesia, aku mulai terbiasa tidak menggunakan bahasa Inggris."
"May I know if Satya is available right now?" Nava berujar sopan namun tidak memperkenalkan diri. Ia tahu aku ingin semua dikakukan cepat tanpa basa-basi.
Lelaki itu tampak mengerutkan keningnya waspada.
"May I know who you are?"
"Your Lady." Aku memunculkan wajahku di hadapan pria tersebut. Ia tampak tidak siap melihat kedatanganku.
"I wanna meet the dog that your master have. Can I?"
"I deeply sorry my Lady. My Master isn't available right now." Pelayan itu membungkukkan badannya khidmat padaku.
"I don't care. Tell him that I know what he's plotting. If he doesn't want to die, then—"
Aku berdiri dan mendekatkan jarak pada pria itu.
"You know what? I really hate using my power, but now it seems that I like it." Aku terkekeh menikmati ekspresi rumit pria tersebut.
"Forget it. I'll tell the Liege." Aku mengancam.
Pria itu menghela napas antara pasrah dan kesal. Namun, dia tetap memberiku jalan untuk masuk.
Aku masuk dan duduk di sofa yang telah disediakan. Pria itu tampak memanggil majikannya. Arum menatap permen di toples dengan mata berbinar. Tangannya menjangkau permen di toples namun segera ditampar oleh Nava.
"Ada CCTV!" Bisik Nava pada Arum.
Arum mengerucutkan bibirnya dan menarik kembali tangannya.
"Orang gila mana yang pakai CCTV untuk ngawasin permen?" Gerutunya.
"Bukan untuk ngawasin permen, tapi ah— sudahlah! Pokoknya jangan melakukan hal aneh dulu. Firasatku mengatakan hal seperti itu." Ujar Nava sambil melirikku.
"Rum, kamu nggak pernah makan permen?" Tanyaku datar.
"Iya, Nona. Nggak akan kusentuh lagi." Ujar Arum patuh.
"Oh? Ada apa sampai tuan putrinya Adrian berani menemuiku?"
Aku menoleh menatap sumber suara. Seorang lelaki tua dengan tongkat berjalan menghampiriku dengan sombong. Dibelakangnya terdapat seorang pelayan dengan wajah Indonesia.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTER ✅
Teen FictionDanilla Asteria Rahardi adalah definisi sempurna. Ia memiliki teman yang baik, rupa yang luar biasa, keluarga yang menyayanginya dan harta yang melimpah. Singkatnya, ia memiliki segalanya. Namun, semua berubah ketika orang dari masa lalunya kembali...