Aku menatap bangunan berlantai dua dengan lekat. Di sebelahku, Nava berdiri sambil menyeruput es lilin yang ia beli dari kantin. Sebelah tangannya memegang buah-buahan. Ya, saat ini kami sedang berada di depan rumah Dita.
"Udah bisa di telepon si Dita?" Tanya Nava.
"Belum. Kita tekan aja bel nya?" Aku menjawab, mencoba memberi usul.
"Yaudah pencet. Tangan gue penuh" Nava memandangku jengkel. Ia kalah suit tadi sehingga mau tak mau ia harus membawa keranjang buah yang merupakan buah tangan kami untuk Dita.
Aku langsung memencet bel.
Tak lama, muncullah sesosok wanita paruh baya dari dalam rumah membukakan pintu. Bi Siti.
"Eh, non Danilla. Kenapa yah?"
"Dita gak masuk hari ini, bi. Jadi kita mau jenguk." Aku tersenyum sopan.
Bi Siti terlihat gugup seketika. "Eh, anu. Non Dita..."
"Siapa, Bi?" Terdengar suara berat khas laki-laki dari dalam rumah.
"Loh, Danilla?"
"Om Rizal... Aku mau jenguk Dita. Aku bawa buah, nih Om. Dita nya dimana?" Aku menyalami ayah Dita.
"Masuk dulu, Nil. Biar Om panggilin."
Om Rizal mempersilahkan kami berdua masuk. Kami melepaskan sepatu dan duduk di sofa.Aku memperhatikan Om Rizal yang menaiki tangga menuju lantai dua. Aku memang tidak begitu mengenal ayahnya Dita. Aku hanya tau bahwa dia adalah direktur di perusahaan makanan ternama di Indonesia sementara ibunya telah bercerai. Setelah Dita menceritakannya, aku tidak bertanya lebih lanjut.
Dari cerita yang kudengar dari Dita, Ayahnya adalah orang yang Dita kagumi. Entahlah. Terkadang kita tidak bisa menilai seseorang berdasarkan opini orang lain, kan?
"Non. Minumnya." Bi Siti meletakkan dua gelas berisi sirup merah.
"Terimakasih, Bi." Nava mengambil gelas dan meminumnya. Sedangkan Aku hanya mengangguk dan tersenyum pada Bi Siti.
"Bi, Om Rizal kapan pulang dari perjalanan bisnisnya? " Tanyaku.
"Oh, sudah pulang sejak hari pertama non Dita masuk sekolah, neng. "
Aku mengangguk. "Neng, Bibi ke dapur dulu ya" Bi Siti beranjak meninggalkan kedua gadis tersebut.
Sepeninggal Bi Siti, Nava dan aku berpandangan. Kami berdua tak mengucapkan sepatah katapun. Namun kami memikirkan hal yang sama.
"Loh, lo udah ke rumah Nava, Nil? Kapan? Gak ajak gue" Dita cemberut. Ia cemburu dengan kedekatanku dan Nava.
"Minggu lalu. Ada kerja kelompok. Lo juga waktu mau gue ajak eh, langsung pulang. "
"Oh, Ayah gue suruh gue pulang cepat." Jawab Dita.
"Loh, Om Rizal udah pulang dari perjalanan bisnis? Kapan?" Tanyaku.
Dita tersentak. Namun segera berlaku normal. "Minggu lalu." Dita mengalihkan pandangannya.
"Nil. Dita bohong?" Bisik Nava.
"Gue gak tau." Aku membalas. Aku mengernyit heran. Kenapa Dita harus berbohong perkara kepulangan ayahnya?
Pandanganku beralih pada sepatu di rak. Di sebelahnya terdapat tas golf, Aku menebak itu pasti milik Ayah Dita.
"Oh? Kayaknya keluarga Dita hobi golf juga? Ibu gue soalnya hobi juga." Nava berujar sambil memperhatikan tas tersebut.
"Mana gue tau. Dita gak pernah cerita kalo ayahnya suka main golf." Ujarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTER ✅
Genç KurguDanilla Asteria Rahardi adalah definisi sempurna. Ia memiliki teman yang baik, rupa yang luar biasa, keluarga yang menyayanginya dan harta yang melimpah. Singkatnya, ia memiliki segalanya. Namun, semua berubah ketika orang dari masa lalunya kembali...