Reunite?

52 3 0
                                    

"Liege, kita tidak jadi ke Leicester?" Seorang pengawal bertanya takut pada Adrian.

"Baru saja Aster menelepon. Mereka di Birmingham. Kumpulkan seluruh anggota kita di Inggris. Serang markas itu. Aku mau Hansel. Hidup-hidup."

"Baik, Liege!"

Adrian mengelupas jari telunjuknya. Kini, jari itu berdarah sekali lagi. Ia sudah tidak peduli. Yang saat ini ingin ia lakukan hanyalah membawa Aster dalam pelukannya untuk menghilangkan rasa kekhawatirannya. Ia bahkan tidak lagi memikirkan hukuman untuk putrinya itu asal Aster-nya selamat.

"Berapa lama lagi kita sampai?"

"Sekitar satu jam, Liege!" Sopir menjawab tangkas.

"Tolong lebih cepat." Perintah Adrian.

"Baik, Liege!"

"Lalu, seret Ceddric kehadapanku hidup-hidup. Dia akan sangat berguna untuk menakut-nakuti Hansel." Mata Adrian berkilat marah.

Sungguh, disaat seperti ini para pengawal mengira Liege mereka adalah jelmaan Iblis.

***

Aku duduk di kursi dan membaca majalah yang kuambil dari Lobby hotel tadi. Ia tidak berusaha tidur. Sejujurnya, kali ini ia bahkan kaget bahwa aktifitas favoritnya itu bisa berubah menyebalkan.

"Sudah tidur berhari-hari karena pengaruh bius. Sekarang aku bahkan mulai merasa tidur amat membosankan. Sungguh, apa aku sudah tidak waras?"

"Danilla."

Suara Remi memanggil dari tempat tidur.

"Hm?" Aku menjawab tanpa mengalihkan pandanganku dari majalah di depanku.

"Kalau gue bukan anak bokap lo, jadi gue sebenarnya siapa?"

Pertanyaan itu lama tak kujawab. Sengaja. Membiarkan rasa penasaran Remi menggila menggerogotinya.

"Ya mana gue tahu! Anak orang lain kali. Mungkin waktu itu bokap gue mau pencitraan nolong lo." Ujarku asal.

"Tapi, kalau gue anak bokap lo?"

Aku tersenyum. Tentu akan menyenangkan bila benar. Aku punya seorang 'mainan' lagi.

"Welcome to the madness, Remi." Aku mengangkat bahuku acuh.

"Kenapa lo nggak mau punya saudara lagi? Karena lo takut posisi lo keancem?" Tanya Remi.

"Hmm.. gimana ya, Rem?" Aku berpura-pura berpikir.

"Sekarang gue tanya. Lo tahu nggak cara Liege yang sekarang ngerebut kekuasaan dari Ceddric?"

Remi menegakkan tubuhnya, siap untuk mendengarkan.

"Caranya sadis. Cut-off semua bisnis dan proyek Edric dan Robby, lalu merebut dan mengontrol saham paman dan bibiku."

Remi hanya mampu bergidik ngeri.

"Menurut lo, demi kekuasaan itu berapa banyak nyawa terbunuh?"

"Banyak" gumam Remi.

"Ya. Papaku membentuk orang-orang kepercayaan. Dulu, Hansel termasuk salah satunya. Sayang, dia menyukai orang yang seharusnya tidak disukai."

ASTER ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang