Pra-Tragedi (3)

49 5 0
                                    

"Anak-anak, besok hari olimpiade dilaksanakan. Kita akan berangkat menggunakan mobil milik sekolah. Kita berangkat pukul 7 pagi. Ingat! Jangan terlambat!" Bu Afifah memberi peringatan untuk anak-anak yang mengikuti olimpiade.

Jendra mengangkat tangannya. "Bu, kita bawa bekal atau makan ditanggung sekolah?"

"Soal makan, ditanggung oleh sekolah.
Kalian cukup bawa barang secukupnya saja. Kalian paham?"

Semuanya mengangguk paham.

"Nil. Sejak sebulan lalu gue ikuti Bi Siti, gue nggak pernah lagi dapat kesempatan. Bi Siti nggak pernah sendirian. Selalu diikuti sama bawahan papanya Dita." Nava berbisik.

Aku mengangguk. Persis seperti yang kuduga.

"Nil. Tiga bulan kita sia-sia! Aku nggak tau lagi harus apa!" Nava berkata frustasi."

Lo mau denger pendapat gue?"

"Oke. Apa?"

"Nav. Bi Siti gak akan buka mulut. Percuma." Nava termangu mendengar perkataanku.

"Tapi, kita bisa bujuk Bi Siti sekali lagi, kan? Masih banyak jalan menuju Roma. Itu yang lo bilang." Ujar Nava.

Aku menggeleng. "Nav. Yang dirawat itu, putra Bi Siti, Dia butuh uang. Aku yakin, Om Rizal bukan cuma ngebiayain tagihan rumah sakit. Pasti ada cara lain yang digunakan Om Rizal untuk benar-benar menutup mulut Bi Siti."

Nava terhenyak. Ia tak memikirkan hal itu.

"Masuk, Nav. Gue antar ke rumah lo. Kita ngobrol di mobil." Ujarku memerintah.

Nava menuruti. Ia memasuki mobilku.

"Maksud lo, Bi Siti diancam?" Bisik Nava hati-hati.

"Ya. Dan gue yakin seratus persen ancamannya gak main-main."

Nava meneguk ludah kasar. Ekspresinya berubah ngeri. "Kayak apa, contohnya?"

"Bunuh anak Bi Siti, mungkin?" Aku menyenderkan tubuhku santai pada jok mobil tanpa memerhatikan ekspresi Nava yang pucat.

"Gila. Ini gila." Nava menggelengkan kepalanya keras.

Aku menghela napas. "Nav. Uang memang bukan segalanya. Tapi ingat, dengan uang kita bisa membunuh tanpa mengotori tangan, kan?"

***

"Papa. Aku besok mau berangkat olimpiade"

Papa menghentikan acara makannya, dua netranya kini menatapku heran.

"Oh? Baru pelatihan, udah olimpiade aja"

"Baru apanya? Kami dilatih hampir tiga bulan, papa" Aku menghela napas.

"Olimpiade apa, kak?" Aletris bertanya penasaran.

"IPA" ujarku singkat.

"Wah. Kalau menang kita makan-makan, ya!" Mila menimpali.

Ketiganya kini sedang makan malam di meja makan.

ASTER ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang