"Kalian mau gimana? Satu kamar satu orang?"
"Mila mau sama Kak Nila aja, Pa! Takut. Di hotel banyak hantu." Mila bergidik memegang tanganku spontan.
"Banyak nonton film, Lu!" Cibir Aletris. "Aku terserah. Kalau papa mau sekamar bareng aku, hayuk. Kalo nggak kita sendiri-sendiri."
Papa sontak memeluk Aletris lebay. "Jangan, dong Ale sayangg... Papa kesepian!"
Aletris yang malang berusaha melepaskan pelukan Papa. Namun sayang, Papa rajin workout setiap hari untuk menjaga kesehatan tubuhnya. "Najis!" Aletris berkata setelah menyadari ia tidak akan bisa lepas dari kungkungan Papa
"Pa? Boleh kami berenang di Danau sekarang?" Mila sejak tadi selalu menatap ke hamparan danau luas, tidak sabar untuk berenang di Danau.
Papa mengusap rambut Mila gemas. "Boleh. Sama Kak Ale, Oke?"
Dengan segera, Mila dan Aletris pergi ke kamar yang baru saja dibagikan dan melepas pakaian, berganti dengan pakaian renang.
Aku sendiri masih berdiam di sebelah Papa, entahlah. Sejak tadi pikiranku melayang kemana-mana.
"Aster? Kamu tidak ikut?" Papa bertanya, setelah meletakkan asal koper mereka ke kamar masing-masing.
"Aku capek. Mau istirahat bentar." Ujarku, mataku menatap hamparan danau, sengaja. Untuk menenangkan diri dan pikiranku yang sejak tadi kacau.
Papa menatap Danilla dari atas hingga bawah, tampaknya merasakan kegelisahan putrinya meski ekspresiku masih tetap datar.
"Mau main billiard bersama Papa?"
***
Dan disinilah aku, bermain memegang tongkat billiard, menemani Papa bermain. Setelah lebih dari lima belas menit, Papa belum menunjukkan tanda-tanda kekalahan. Maklum, saat muda ia gemar bermain billiard dan dart sehingga aku bahkan ragu apakah presentase kemenanganku tetap sama atau tidak.
"Jadi? Kamu ingin bicara sesuatu?" Papa memulai percakapan, setelah mereka berbasa-basi selama lima belas menit.
"Tidak. Memang aku harus bicara apa?" Aku memandang Papa jengah, Orang tua ini sejak tadi belum kalah.
"Contohnya, Bagaimana aku mendapatkan izin dari pihak sekolah sehingga bisa mendapatkan libur seminggu untukmu? Ah, sial! Tidak masuk! Mau coba bermain, Aster?"
"Aku tidak pernah main billiard, pa. Lanjutkan saja. Aku malas." Aku berujar acuh.
Papa mengangkat bahunya tak peduli. "Yasudah."
"Jadi, Cara papa mendapatkan izin dari sekolahmu adalah--"
"Tidak bertanya." Potongku. Kini aku mendudukkan diriku di sofa yang disediakan.
"Papa katakan pada gurumu, bahwa kita pergi ke luar negeri dan Visa kita ditahan. Papa meminta keringanan, izin selama seminggu untukmu." Lanjut Papa tak peduli.
Aku menatap papa tak percaya. "Kamu tidak mau papa izinkan menggunakan nama Rahardi, kan? Tentu saja Papa harus mengarang cerita." Papa membela diri.
Aku menggelengkan kepalanya terkekeh. Bagaimana Papa menelepon guruku? Dengan suara panik yang sangat natural-kah? Sehingga guru seketika percaya ucapan Papa.
"Ah, aku mulai menyesal ikut liburan kesini." Aku bergumam, kutopang daguku malas.
"Jangan menyesal, Nak! Nikmati saja." Papa berujar acuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTER ✅
Teen FictionDanilla Asteria Rahardi adalah definisi sempurna. Ia memiliki teman yang baik, rupa yang luar biasa, keluarga yang menyayanginya dan harta yang melimpah. Singkatnya, ia memiliki segalanya. Namun, semua berubah ketika orang dari masa lalunya kembali...