Happy Reading Guys!
Tinggalkan jejak setelah baca ya!
Hargai penulisnya dan jangan jadi pembaca gelap.
■ ■ ■
Melihat banyak bawaan seperti koper besar sebanyak 3 buah koper membuat Husna harus berkerja lebih keras untuk dapat membawa koper tersebut hingga sampai ke bagasi mobil. Tapi, saat Husna ingin membawa satu koper besar itu, tangannya sudah dicegah lebih dulu oleh Riana.
"Kamu mau ngapain sayang?" tanya Riana dengan senyum tipisnya.
Husna menggaruk punggung tangannya untuk menghilangkan rasa gugupnya. Meski Riana sudah menjadi ibu mertuanya, tetapi rasa sungkan untuk memanggil dengan sebutan 'Mami' masih ia rasakan hingga saat ini. Terbiasa manggil 'ibu' saat Husna bekerja sebagai pembantu dan pengasuh Dafi.
Sebelumnya memang Gaffi tinggal bersama kedua orangtua nya lagi setelah istrinya yang bernama Nisa meninggal dunia. Berhubung mereka sudah terikat janji suci, setelah selesai resepsi seminggu yang lalu, Gaffi--- selaku suami Husna mengatakan bahwa mereka akan pindah kerumah yang baru, rumah yang baru saja Gaffi beli dan sedikit di renovasi agar terlihat lebih bagus dari sebelumnya. Husna sebagai istri hanya bisa pasrah, mau tidak mau harus mau.
"Mau bantuin mas Gaffi bawain koper, Mi," jawab Husna dengan sopan.
Gerakan tangan dari Riana seolah melarangnya untuk dilakukan membuat Husna tidak enak hati bila tidak nurut perintah sang mertua. "Gak perlu, biar Gaffi yang bawa. Dia kan laki-laki, masa kamu yang angkat koper itu."
"T---tapi, aku---"
"Gak ada tapi-tapian. Kamu lebih baik bawa Dafi saja, dia masih ada di kamar lagi tiduran. Biar ini jadi urusan Gaffi." Ujar Riana secara halus. Husna menurut, lalu meninggalkan Riana yang masih ada di ruang tamu.
Ceklek
Suara pintu terbuka, hal yang Husna lihat adalah pemandangan yang amat menggemaskan bagi gadis itu. Ya, itu Dafi. Balita itu sibuk sendiri dengan mainannya yang tergeletak begitu saja diatas kasur. Jangan lupakan botol susunya yang sudah habis. "Dafi lagi apa?" tanya Husna sembari mendekat kearah Dafi.
Balita itu menoleh saat mendengar suara ibunya, dengan suara yang tidak begitu jelas membuat Husna hanya membalas senyuman saja. Dafi memberikan boneka jerapah--- salah satu boneka kesayangannya kearah Husna. Saat itu juga Husna menerima pemberiaan Dafi, "Wah... ini kan boneka kesukaan Dafi, kan?"
Dafi mengangguk membuat Husna tidak dapat menahan rasa gemasnya. Akhirnya Husna memeluk Dafi dan mendudukinya diatas pangkuannya. "Lucu banget sih kamu, Nak. Sayangnya Bunda ya..." Husna mencium seluruh wajah Dafi hingga membuat balita itu merasa geli, apalagi saat Bundanya itu memegang perutnya dan menggelitikinya.
"Ekhem,"
Suara tawa itu seketika terhenti saat mendengar deheman pelan yang dekat dari jangkauan mereka. Husna menoleh kebelakang, lalu seketika wajahnya yang penuh senyum itu menjadi datar. Tidak ada lagi senyum meski hanya tipis.
"Kenapa, Mas?" tanya Husna.
Kedua tangan Gaffi dimasukan kedalam saku celana. Pria itu memakai baju kemeja berwarna hitam dengan lengan yang sudah digulung hingga siku, lalu ditambah celana bahan dengan warna abu-abu.
Gaffi lebih memilih untuk mengambil alih Dafi dari pelukan Husna, lalu balita itu dalam hitungan detik sudah memeluk erat leher sang papa. Gaffi tidak menjawab pertanyaan Husna membuat wanita itu hanya bisa menghela nafas sabar. Dia tahu seharusnya memang tidak perlu basa-basi sama suaminya sendiri. Meski ia tidak tahu letak kesalahannya ada dimana. Walaupun hanya sekedar basa-basi sepertinya tidak penting juga untuk suaminya, seakan sia-sia berbicara dengan Husna--- yang jelas-jelas istri sah nya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAFNA
SpiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Ini kisah dua insan yang harus menikah saat Riana--- selaku majikan Husna memintanya untuk menikah dan menjadi istri dan ibu sambung untuk Dafi. "Kamu yakin mau jadi istri dan ibu...