Happy Reading Guys!
Tinggalkan jejak setelah baca ya!
Hargai penulisnya dan jangan jadi pembaca gelap.
■ ■ ■
Tiba didepan rumah megah dan luas itu. Husna sempat takjub melihat bangunan besar itu dengan tiang-tiang berdiri kokoh membuat rumah itu terkesan mewah. Dirinya sendiri saja merasa mimpi saat melihat rumah segede itu. Husna akui kalau keluarga suaminya itu orang berada. Bahkan mereka baru sampai saja sudah terlihat mobil lain yang terparkir rapi didalam garasi. Bisa Husna tebak bahwa mobil itu milik suaminya yang di tinggal di rumah Maminya saat itu.
"Bunda," panggil Dafi.
Husna langsung tersadar dari lamunannya, lalu memandang kearah Dafi. "Iya sayang? Dafi mau apa, Nak?"
Balita itu merentangkan tangannya untuk digendong. Dengan sigap wanita itu menerima Dafi dari suaminya. Gaffi membuka pintunya dengan memutar kenop pintu itu yang awalnya terkunci, mereka mulai masuk kedalam rumah itu. "Assalamualaikum," ucap Husna dengan pelan.
Ternyata memang benar, selain halamannya luas. Dalam rumahnya juga lebih luas lagi. Bahkan didalam rumah itu terdapat kolam renang. Taman bunga memang ada dibagian depan, sedangkan dibagian belakang terdapat Taman juga untuk bermain atau hanya sekedar bersantai.
Mereka menaiki tangga dengan Husna menggendong Dafi membuat nafasnya tidak beraturan. Gaffi yang menyadari itu menjadi tidak tega, entah ada angin apa membuat dirinya jadi berbaik hati.
"Biar saya yang gendong Dafi," baru saja ingin ambil alih Dafi, tetapi balita itu menolak dan enggan untuk diajak oleh sang Papa. "Ndak mau papa," tolak Dafi.
"Bundanya lelah Dafi! Jangan manja! Sama saja mau sama papa atau bunda!"
Dafi terseguk saat mendengar suara Gaffi yang begitu menggelegar. Balita itu tentu saja kaget, Husna pun begitu. Dengan pelan, Husna mengelus punggung anaknya. "Hiks... hiks... hiks.."
"Sttt... cup... cup... cup... tenang ya sayang. Ndak boleh nangis, tadi Papa gak sengaja kok,"
"Papa jahat,"
Gaffi terdiam seketika. Dia juga refleks tadi. Dirinya sedang lelah dan ditambah banyak pikiran. Hingga tidak sadar bahwa dirinya sudah membuat anaknya menangis.
Gaffi mendekat, tetapi Dafi lebih dulu menolak dengan menyembunyikan wajahnya diceruk leher sang Bunda. "Atut.. Bunda..."
Pria itu mengepalkan tangannya. Dia sudah membuat anaknya menjadi takut, Gaffi berjalan mendekati Dafi, tetapi Husna lebih dulu mencegahnya dengan gerakan tangan seperti memberikan isyarat 'jangan sekarang'. Akhirnya, Gaffi memutar balikkan badannya, lalu melangkah untuk meninggalkan mereka berdua.
Sebelum benar-benar pergi, Gaffi sempat menoleh, "Kamarnya ada di atas pojok, lihat saja di sana hanya ada satu kamar utama yang paling besar." Setelah itu Gaffi benar-benar pergi meninggalkan anak dan istrinya. Entah kemana perginya itu, Husna ingin bertanya, tetapi tangisan anaknya yang semakin kencang membuatnya urung untuk bertanya. Wanita itu hanya bisa mengelus punggung kecil milik Dafi. "Sudah ya anak ganteng, jangan sedih lagi. Bunda ikut sedih juga,"
■ ■ ■
Gaffi melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya yang terletak dilantai paling atas, lantai 70. Sebelum benar-benar masuk, Gaffi mendapat sapaan dari sekretarisnya yang bernama Candra. "Selamat siang pak Gaffi," ucap Candra dengan sopan sembari membungkukkan tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAFNA
SpiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Ini kisah dua insan yang harus menikah saat Riana--- selaku majikan Husna memintanya untuk menikah dan menjadi istri dan ibu sambung untuk Dafi. "Kamu yakin mau jadi istri dan ibu...