GAFNA • [14]

9.5K 466 6
                                    

Selamat membaca!

Wah happy 1K pembaca untuk cerita Gafna. Terima kasih untuk kalian yang mau menghargai karyaku dengan memberi votment!

× × ×

"HUSNA BANGUN NAK, BANGUN, INI MAMI. PAPI, HUSNA MENUTUP MATANYA, CEPAT PANGGIL DOKTER, PI!" Riana sungguh histeris. Ia menyaksikan sendiri betapa kejamnya anak kandungnya itu yang memukul istrinya tanpa ampun.

Zidan pun menjadi panik saat melihat kondisi menantunya yang memprihatinkan. Ia sendiri tidak menyangka bahwa anaknya itu benar-benar melakukan tindakan kekerasan.

Tanpa berfikir kembali, Zidan langsung menelfon seseorang yang memang sudah sangat dekat dengan keluarganya. Dia salah satu rekan Zidan yang bekerja sebagai Dokter.

"Dokter Abdi sedang menuju kesini, bantu Papi untuk bawa Husna kekamar tamu," Riana ikut membantu Husna yang benar-benar tidak sadar.

Sepuluh menit kemudian, tak lama Dokter Abdi datang dengan Zidan yang sudah menyuruhnya segera masuk dan memeriksa keadaan Husna. "Cepat periksa keadaan menantuku, Abdi." Titah Zidan.

Setelah memeriksa keadaan Husna, Abdi langsung mengobati luka disudut bibir Husna dengan alkohol dan sedikit ia kasih kasa untuk menutup lukanya yang lumayan besar.

"Bagaimana keadaan Husna? Dia baik-baik saja, kan?" tanya Riana dengan tidak sabaran.

Abdi sempat menghembuskan nafasnya pelan, ia kembali menegakkan tubuhnya kemudian ia menatap kedua orang itu yang memang ada dihadapannya. Jangan bertanya Gaffi kemana, dia sedang berada diluar teras rumah sembari menghisap rokok yang asap nya sudah kemana-mana. Masa bodoh dengan kondisi istrinya yang sudah terkapar lemas karena tindakan bodohnya itu.

"Berat rasanya memberitahukan berita ini, tetapi mau bagaimana lagi, saya harus sampaikan agar kalian tahu. Gadis itu punya riwayat penyakit lambung, kondisinya sangat memprihatinkan. Asam lambungnya naik dan mungkin sudah ia rasakan dari beberapa hari ini, ditambah beban pikiran yang terlalu berat membuat kesehatannya berkali lipat turun drastis. Ini sungguh tidak baik untuk keadaan gadis ini, Pak, Bu. Ini resepnya bisa ditebus di apotek, dan lukanya sudah saya obati, bila nanti masih belum sembuh juga, ibu harus bantu juga untuk mengganti kasa-nya agar tetap steril."

"Apa ada yang ingin ditanyakan lagi, Pak, Bu?"

"Kapan Husna akan sadar?"

"Sebentar lagi akan kembali sadar. Jangan lupa untuk tetap menjaga makanannya dan minum obatnya juga secara teratur supaya tidak kembali merasakan sakit."

Riana dan Zidan mendengarkan saran dari Dokter dengan baik. Riana sendiri pun kaget mengenai penyakit yang dimiliki oleh Husna. Pantas saja sedari tadi setelah datang kerumah, gadis itu sempat meringis sambil memegang perutnya. Riana yang mengingatnya hanya merasa bersalah, kalau saja ia tahu dari gerak-gerik menantunya yang sedang menahan sakit, sudah pasti ia akan menyuruhnya minum obat dan beristirahat saja, tidak perlu memaksakan untuk ikut makan malam bersama.

"Baik kalau begitu saya pamit dulu. Selamat malam, Pak, Bu." Pamit Dokter Abdi.

Setelah mengantarkan kepergian Dokter Abdi kedepan pagar, Zidan kembali menemui istrinya yang sedang menemani Husna. Bisa Zidan lihat bahwa istrinya itu menangis dengan bahu yang bergetar.

Zidan hanya bisa mengelus bahu istrinya untuk memberikan rasa kuat agar bisa menjalaninya. Riana mendongak, menatap kedua manik suaminya. "Ini salah Mami, Pi. Kalau saja Mami tahu bahwa Husna sedang menahan rasa sakit, sudah pasti Mami suruh Husna untuk istirahat." Riana kembali menyalahkan diri sendiri.

GAFNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang