GAFNA • [25]

11.7K 535 7
                                    

Selamat membaca!

Votement ya guyssss!

× × ×

Gaffi baru bisa mendatangi Kota Yogyakarta setelah mendapat kabar dari tiga hari yang lalu. Tiba-tiba ia mendadak punya pekerjaan yang tidak bisa ditunda saat itu juga.

Kini ia baru sampai di Kota Yogyakarta. Kedatangannya kesini hanya untuk bertemu Husna lalu menjemputnya pulang agar bisa bersama kembali.

Mengenai keberadaan Husna, Gaffi sudah memberi tahu kedua orang tuanya, mereka sangat antusias, tetapi sayangnya mereka tidak diperbolehkan oleh Gaffi untuk ikut. Ia bilang biar dirinya yang akan membawa istrinya kembali bersamanya.

Tiba-tiba ada seorang pria yang mendatangi Gaffi. Pria berbadan kekar dengan pakaian berwarna hitam. "Selamat siang, Tuan Gaffi."

"Siang,"

"Saat ini Nyonya sedang tidak berada di Kostnya, Tuan. Beliau sedang keluar untuk menitipkan kue buatannya."

Alis Gaffi terangkat satu, menyadari dari informasi yang baru saja diberikan oleh Rudi. "Dia jualan?"

"Iya, Tuan. Nyonya berjualan kue demi menyambung hidupnya."

Rudi memberikan kertas yang berisi alamat lengkap Husna. Gaffi memandang kertas tersebut hanya diam saja tanpa banyak berbicara. "Baik tugas kamu sudah selesai, akan saya bayar dan memberikan bonus karena kamu sudah berhasil menyelesaikan tugas dengan baik."

Rudi bernafas lega, selama ini pencahariannya tidak sia-sia. Pria itu mengangguk patuh, "Terima kasih, Tuan."

"Kamu boleh pergi, biar sisanya saya yang urus." Tanpa berkata lagi, Rudi pamit undur diri.

Gaffi masih setia memandang kertas berisi alamat istrinya itu. Ah, dia sudah lama tidak melihat wajah polos itu. Gadis yang masih polos telah merangkap menjadi istri serta ibu sambung untuk anaknya.

"Sebentar lagi saya akan bertemu denganmu, maaf kalau saya telat untuk menjemputmu." Gumam Gaffi.

× × ×

Husna baru saja memberikan kue buatannya ditempat Bu Rita berdagang. Hari ini kebetulan kue yang ia bawa sedikit banyak, karena sesuai permintaan pelanggan yang menyukai kue buatannya.

Siang ini panas sekali dengan sinar matahari yang membuat wajah Husna silau. Ia berjalan dipinggir jalan sembari melihat jajanan yang bisa membuat perutnya terisi.

Ia berhenti pada salah satu resto yang terdapat keluarga kecil yang sedang berbahagia. Mereka terlihat seperti keluarga impian untuk Husna. Melihat sang ibu yang menyuapi anaknya, kemudian sang suami yang sedang memperhatikan interaksi kedua orang tersebut.

Air matanya sudah kembali turun, tiba-tiba dadanya merasa sesak, seakan lupa di mana ia bernafas. "Ya Rabb, aku rindu sekali dengan anak dan suamiku. Kapan aku bisa bertemu lagi bersama mereka? Mungkinkah kami akan dipertemukan lagi?"

Husna kembali berjalan, ia tidak akan sanggup melihat interaksi keluarga tersebut yang bisa membuat hatinya kembali sesak.

Ia mendengar suara klakson mobil, ia kira dirinya lah yang di klakson, ternyata ada seorang pria berbadan tegak dengan pakaian formal, terlihat sepertinya memang berasal dari keluarga kaya. Sepertinya memang orang tersebut sedang melamun hingga tidak sadar ia sedang membahayakan dirinya sendiri. Husna tidak memikirkan dirinya sendiri, ia hanya ingin membantu orang tersebut.

Husna berlari kemudian mendorong orang tersebut hingga terjatuh. Sedangkan dirinya sudah terpental karena laju bus yang cukup kencang. Saat itu juga dunia Husna berhenti. Merasa bahwa menutup mata lebih baik dibanding merasakan sakit saat membuka kedua matanya. Ia sudah memasrahkan segalanya pada yang Maha Kuasa. Tak lama ia mendengar suara yang sudah tidak asing baginya, suara yang selama ini ia nantikan kehadirannya. Apa ini? Mengapa suaminya baru datang? Apakah harus seperti ini dulu baru pria yang ia anggap suaminya bisa menerima kehadirannya?

"Mas Gaffi,"

× × ×

Tinnnnn! Tinnnn! Tinnnn!

"AWASSSS!"

Tubuh Gaffi merasa tersungkur saat tiba-tiba ada suara dan dorongan yang membuat dirinya kembali kealam sadar. Pria itu terjerembab ke aspal karena dorongan itu yang cukup kuat. Ia sedang dalam keadaan melamun dan tidak sadar bahwa ia sedang di jalan raya.

Gaffi terkejut saat dirinya hampir saja tertabrak dengan bus yang diduga mengantuk. Ia memastikan bahwa dirinya tidak mengalami luka sama sekali, hanya saja bagian lutut yang terbentur aspal membuat celana kainnya sobek dan menimbulkan luka yang tidak terlalu parah.

Semua orang yang berada disekitar jalan raya langsung membantu seseorang yang telah menolong dirinya. Ia merasa bersalah dan juga penasaran, siapa yang sudah menyelamatkan dirinya dari kecelakaan maut seperti itu.

Gaffi mendekati orang tersebut yang sudah bersimbah darah. Pakaian gamis berwarna biru itu telah berganti dengan noda darah. Seketika jantung Gaffi berhenti saat itu juga saat tahu siapa yang telah menolongnya tadi.

Tanpa berfikir panjang, Gaffi mendekati gadis tersebut. Ya, dia adalah Husna--- istrinya sendiri. Kedua tangan Gaffi mengusap pipi tirus istrinya dengan gemetar. "Sayang... kamu kuat, kita kerumah sakit sekarang,"

Sama halnya dengan Husna, niat hati ingin membantu seseorang yang hampir saja tertabrak. Ternyata orang yang ia tolong itu suaminya sendiri. Satu lagi yang membuat Husna merasa lega, ia telah menyelamatkan nyawa untuk suaminya.

"Mas Gaffi," panggilnya dengan senyum tipis.

"Husna... kamu kuat... bertahan sebentar, kita kerumah sakit sekarang!"

Gadis itu berusaha menggapai pipi suaminya. Mengelusnya dengan pelan, tangannya sudah terkena noda darah. "Satu hal yang buat aku lega, aku bisa menukarkan nyawaku untuk menyelamatkan Mas Gaffi. Jaga diri baik-baik Mas Gaffi."

Tak lama pandangan itu mulai kabur dan mulai menutup matanya. Gaffi yang melihatnya langsung bergegas untuk membawa istrinya ke rumah sakit sekarang. Ada beberapa orang yang membantu dirinya untuk membawa Husna kedalam mobil yang Gaffi pesan selama tinggal di sini.

Sesampainya dirumah sakit, Husna langsung dilarikan keruang IGD. Selama Husna diperiksa, Gaffi hanya duduk dan merutuki dirinya sendiri. Kenapa bisa dirinya melamun ditengah jalan.

Baru saja ingin memulai semuanya dari awal, tetapi ia sudah lebih dulu dibuat terkejut dengan apa yang terjadi. Tanpa sadar Gaffi terisak, ia kembali menyesali diri karena dirinya lah membuat Husna terbaring tak berdaya seperti itu.

"Maaf... maaf... maaf." Gumam Gaffi.

Tak lama Dokter tersebut datang menemui Gaffi. Buru-buru Gaffi bangkit untuk menanyakan keadaan Husna. "Bagaimana kondisi istri saya, Dok?"

Sebelum berbicara Dokter itu sempat membuang nafasnya, seakan berat untuk memberitahukan yang sesungguhnya. "Istri anda kekurangan darah. Darah yang dikeluarkan saat kecelakaan cukup banyak. Kebetulan kami masih mempunyai stok darah yang sama dengan golongan darah istri anda. Apakah anda mengizinkan?"

Tanpa berfikir lama, Gaffi mengangguk cepat. "Saya izinkan. Apapun untuk istri saya, cepat lakukan."

"Baik setelah itu pasien diharapkan untuk dirawat terlebih dahulu, karena kondisi pasien sedang kritis." Mendengar pernyataan Dokter membuat Gaffi lupa akan jantungnya yang sudah lama tidak berdegub. Ia merasa takut, takut akan segala pikirannya yang akan menjadi nyata.

"Gak! Kamu tidak boleh meninggalkan saya, Husna. Mana janjimu yang akan setia menemani saya. Kamu harus sadar, kamu tidak boleh meninggalkan saya disini sendiri. Dafi sudah menunggu kamu, dia selalu menanyai kabar kamu." Gumam Gaffi.

× × ×

GAFNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang