Happy reading guys!
Setelah membaca tinggalkan jejak kalian ya!
Hargai penulisnya dan jangan jadi pembaca gelap.
♡♡♡
Pintu terbuka begitu saja saat tahu siapa yang datang. Gaffi yang sedang memegang dokumen penting itu langsung ia taruh diatas meja, kemudian ia bergegas menghampiri Papi nya. Ia mendekat dan mencium punggung tangan Papi nya.
Dia adalah Zidan, ayah kandung Gaffi. Pria itu memang sudah jarang untuk datang ke kantor anaknya, kebetulan ia memegang cabang yang lain. Karena ada kepentingan yang harus dibicarakan, maka dari itu Zidan harus datang langsung untuk menemui Gaffi.
"Papi? Kok tumben kesini?" Tanya Gaffi.
Zidan mendengus sebal, ia kan sebagai tamu, apakah ia tidak disuruh duduk terlebih dahulu? Ck, lagi-lagi Zidan berdecak.
Melihat wajah masam Papi nya membuat Gaffi tersadar bahwa dirinya belum menyuruhnya mempersilahkan untuk duduk. "Silahkan duduk, Pi. Mau Gaffi pesankan apa? Kopi? Teh? Jus? Atau mau makan?" Tanyanya dengan beruntun.
"Pesankan Papi kopi yang sangat pahit," perintah Zidan.
Seketika Gaffi diam, mencerna permintaan sang Papi. Tumben sekali Papi nya meminta dipesankan kopi yang sangat pahit. Memang sih, Zidan itu sudah mulai mengurangi mengonsumsi minuman yang manis, tidak baik juga untuk kesehatannya yang sudah mulai tua ini.
"Papi yakin mau minum kopi yang sangat pahit? Itu pahit banget loh, Pi. Gak enak, gak ada rasanya pasti!"
Zidan berdecak, ia memang tahu atas permintaannya itu. Lagi pula siapa juga yang mau minum kopi yang sangat pahit itu, dirinya yang dirundung kesal itu akhirnya meminta permintaan aneh agar bisa memberikan anaknya itu pelajaran.
"Sudah ikuti saja perintah Papi!"
Gaffi mengangguk paham setelah menelfon office boy untuk membuatkan kopi sesuai dengan permintaan Papi.
◇ ◇ ◇
"Langsung keintinya saja," ujar Zidan. Ia sudah geram melihat anaknya itu yang mulai semena-mena dengan menantu kesayangannya.
"Ada apa memang, Pi?"
Dahi Zidan mengkerut, anaknya ini masih nanya ada apa? Astaga, Zidan ingin meremat dan mengacak wajah anaknya itu. Dengan gamblangnya ia bertanya ada apa? Seolah tidak terjadi apa-apa.
"Papi mau kamu mulai membuka hati untuk Husna,"
Zidan menatap intens mata anaknya, ia bisa melihat pergerakan kaku dari Gaffi. Saat menyebut nama 'Husna' entah mengapa hati Gaffi seperti ada sengatan listrik. Sepertinya memang didalam dirinya sedang tidak ada yang beres. Hanya menyebut nama gadis itu mengapa ada reaksi lain dari tubuh Gaffi? Bukankah aneh untuk orang yang sudah menyakiti hati Husna?
"Papi tidak berhak mengatur rumah tangga Gaffi,"
"Tapi Papi berhak atas kamu karena Papi orang tua kamu,"
Tangan Gaffi sudah terkepal kuat saat emosinya ingin meluap. Ia kira bisa menahannya, jangan sampai ia kelepasan dan menghajar Papinya sendiri. Ia tidak mau jadi anak yang durhaka, meski dirinya terlihat bejat didepan istrinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
GAFNA
SpiritualeNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Ini kisah dua insan yang harus menikah saat Riana--- selaku majikan Husna memintanya untuk menikah dan menjadi istri dan ibu sambung untuk Dafi. "Kamu yakin mau jadi istri dan ibu...