Selamat membaca!
***
Husna memegang tongkat berjalan untuk membantu dirinya berjalan seorang diri. Di dalam kamar yang terlihat sepi, balita itu sedang tidur siang membuat Husna berinisiatif untuk belajar jalan agar dirinya terbiasa tanpa menggunakan kursi roda lagi.
Meskipun agak sedikit tertatih dan terasa kaku tidak membuat rasa semangat ibu satu anak itu berkurang. Bahkan jiwa ingin sembuh dan bisa berjalan sudah ada di dalam benaknya.
"Aku harus bisa sembuh. Anak dan suamiku butuh aku." Batin Husna.
Sudah kesekian kali, Husna terjatuh kemudian berusaha untuk bangkit dengan bantuan tongkat berjalan. Ia masih merasakan kaku pada kedua kakinya dan tentu membuat dirinya harus ekstra sabar. Meyakini bahwa ia pasti bisa sembuh dan tentu ia mendapat semangat penuh dari keluarga suaminya. Terutama Gaffi yang menjadi penyemangat hidup Husna dan berulang kali pria itu bilang 'sayangku pasti bisa sembuh, percayalah. Saya selalu ada di sisimu, sebelum kamu sembuh, saya siap menjadi pengganti kedua kaki kamu, istriku'.
Setiap ada kesempatan, Husna akan selalu menyempatkan diri untuk berjalan mengelilingi kamar. Walaupun dirinya rajin untuk terapi, ia tetap berinisiatif untuk berlatih lagi di dalam rumah. Bukankah itu hal yang bagus dan bisa membuat penyembuhan akan semakin cepat?
"Ayo sedikit lagi, Husna. Sedikit lagi pasti bisa," ucap Husna menyemangati diri sendiri.
Seulas senyum terbit secara tiba-tiba saat gadis itu sudah bisa melangkah secara perlahan. Ia mencoba menggerakkan jari-jari kakinya yang ternyata sudah bisa ia lakukan. Husna menutup mulutnya karena saking kagetnya dengan apa yang baru saja ia rasakan. Hal yang ia nantikan dan kini terjadi pada hari ini juga.
"Kakiku bisa digerakkan lagi, terima kasih Ya Rabb,"
Tanpa sadar Husna menapaki kakinya dilantai yang dingin tanpa menggunakan tongkat berjalan. Ia berjalan secara pelan dan ..... Husna sudah bisa berjalan seperti dahulu. Betapa senangnya dirinya saat merasakan rangsangan kedua kakinya yang sudah mulai membaik.
Seakan mimpi yang menjadi nyata, Husna tersadar dari lamunan dan kembali kealam sadar. Ada berita bahagia untuk hari ini, ada kebahagiaan yang tengah Husna rasakan. Selama berbulan-bulan ia menggunakan kursi roda, akhirnya penantiannya untuk sembuh sudah terlaksana.
Ah, rasanya Husna ingin memberitahu sang suami mengenai perkembangan kedua kakinya yang sudah lebih baik. Namun, sayangnya Husna tidak bisa memberitahu suami karena sedang berada di Kantor. Mungkin setelah pulang Kantor, ia akan memberitahukan berita kebahagiaan ini. Dan Husna ingin melihat ekspresi wajah dari Mas Gaffi setelah mendengar kabar bahagia ini.
"Mas Gaffi akan senang melihat ini semua," binar bahagia dari wajah Husna sangat terlihat jelas. Ia melihat sang anak yang masih tidur diatas kasur mereka, perlahan Husna menghampiri Dafi lalu mencium kedua pipi anak itu.
"Alhamdulillah, Nak, Bunda sudah bisa jalan seperti dulu lagi. Nanti kita main bersama lagi ya, Nak," seakan terusik dengan kegiatan tidur siangnya, kini kedua mata balita itu terbuka lebar. Wajah lesu sehabis tidur sangat terlihat sekali.
"Eh... sudah bangun anak bunda, maaf ya kamu pasti ke ganggu," Dafi menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher Husna.
Husna berkeinginan untuk memberitahu Riana mengenai kabar gembira ini, namun sayangnya Riana dan Zidan tidak sedang berada di Rumah. Tiba-tiba tadi pagi mereka berdua pamit untuk keluar negeri, Riana menemani Zidan untuk mengurus perusahaan yang ada di Luar Negeri. Ada beberapa kendala yang mengharuskan pemilik perusahaan utama yang menanganinya. Kemungkinan di hari ulang tahun Dafi, Oma dan Opa nya tidak bisa datang untuk merayakan bersama.
"Dafi belum makan siang, kita makan ya,"
Suasana rumah sepi, asisten rumah tangga yang bekerja dirumah Ekbal sedang beristirahat. Husna melangkah kearah dapur dan mulai menyiapkan makan siang untuk Dafi.
***
Seharusnya pukul tujuh malam Gaffi sudah sampai dirumah. Tetapi, kali ini ia pulang telat karena ada sesuatu yang ingin ia beli untuk seseorang. Siapa lagi kalau bukan untuk istri tercinta, alias Husna.
Gaffi melangkah lebar saat menyusuri pertokoan yang terdapat di dalam Mall. Tujuannya saat ini tertuju pada salah satu tokoh perhiasana yang memang menjadi langganan keluarga Ekbal.
"Selamat malam, Tuan. Ada yang bisa dibantu?" Tanya salah satu penjaga toko perhiasan itu dengan ramah.
"Saya ingin satu set perhiasan yang paling mahal dan istimewa. Apakah ada?"
Perempuan itu mengangguk singkat kemudian memberikan beberapa contoh satu set perhiasan yang akan ditunjukan pada pembeli.
Ada tiga set perhiasan yang sudah Gaffi lihat. Salah satu diantaranya yang membuat perhatian Gaffi teralihkan. Sebelah kanan dia, terdapat satu set perhiasan yang terlihat sederhana namun mewah dipakai. Pria itu sedang membayangkan saat istrinya tersenyum karena pilihannya itu. Ah, dirinya jadi tidak sabar untuk menantikan itu.
"Bisakah kalungnya diganti? Saya kurang suka dengan modelnya,"
"Bisa, Tuan."
"Inisial G, adakah?" Tanyanya lagi.
Lagi-lagi perempuan itu mengangguk. "Ada, Tuan. Seperti ini?" Ucap perempuan itu seraya memperlihatkan kalung berinisial 'G' pada Gaffi.
Pandangan Gaffi tertuju pada kalung indah yang membuat dirinya ingin segera memasangkan ke leher istrinya. "Saya ambil kalung itu beserta satu set perhiasan yang saya pilih tadi."
Saat itu juga Gaffi mengeluarkan dompet kulit yang terlihat sangat mahal dan mengambil kartu atm-nya yang berwarna hitam. Setelah selesai melakukan pembayaran, ia membawa paper bag yang berisi perhiasan yang baru saja ia beli.
Kini langkahnya menuju pada salah satu tokoh handphone, ia mulai menyusuri satu-persatu untuk melihat ponsel beserta spesifikasinya. Gaffi bukan beli ponsel untuk diri sendiri, kebetulan ponselnya masih bisa digunakan. Lagi pula ponsel milik Gaffi sudah termasuk keluaran terbaru, jadi ia tidak lagi beli. Kali ini ia akan membelikan ponsel untuk istrinya. Yup, Gaffi ingin memberikan Husna ponsel. Selama ia dikantor, dirinya selalu kepikiran tentang anak dan istri. Ingin rasanya bertanya untuk sekedar 'lagi apa?' Atau 'sudah makan atau belum?' Dan masih banyak lagi yang ingin ia tanyakan disaat waktu luangnya.
"Mas, saya ingin ponsel ini."
"Kebetulan ponsel ini baru mengeluarkan warna terbaru, Pak. Bapaknya mau warna apa?"
Pilihan Gaffi jatuh pada warna 'biru sierra' beserta casing ponselnya juga. Pria itu langsung menyiapkan pesanan Gaffi dan saat itu juga ia membayarnya.
Selesai sudah ia berbelanja. Ada dua paper bag yang ia pegang saat ini. Entah kenapa ia merasa bahwa dadanya sedang meletup-meletup seperti ada rasa kebahagiaan saat apa yang baru ia lakukan. Sebenarnya Gaffi sendiri yang berinisiatif untuk membeli itu semua, ia hanya ingin membahagiakan orang tersayang. Tidak peduli ia sudah merogoh cek ratusan juta hanya dalam beberapa jam.
"Bismillah semoga kamu suka, ini baru tahap awal untuk membuat dirimu bahagia. Akan ku usahakan membuat hidupmu menjadi lebih bermakna dengan bersamaku." Gumam Gaffi.
Pria itu menyalakan mesin mobilnya lalu mulai menjalankannya dengan kecepatan sedang. Melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam membuat dirinya harus segera pulang, takut akan istrinya yang menunggu.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/293861546-288-k283688.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
GAFNA
EspiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Ini kisah dua insan yang harus menikah saat Riana--- selaku majikan Husna memintanya untuk menikah dan menjadi istri dan ibu sambung untuk Dafi. "Kamu yakin mau jadi istri dan ibu...