Selamat membaca!
Jangan bosan-bosan ya untuk baca cerita ini😊
x x x
Husna kembali menyiapi masakan untuk sarapan, kali ini ia memasak nasi goreng ayam ditambah telur dadar dan perkedel kentang. Dafi belum pulang, balita itu masih dipinjam oleh Oma-Opa nya untuk berlibur. Rasa kangen yang dirasakan Husna sudah kembali dirasakan seperti saat ini, biasanya diwaktu sarapan seperti ini, ia sedang menyuapi Dafi. Ingin rasanya melihat wajah anaknya walaupun dari handphone saja atau bisa melakukan video call, sayangnya handphone Husna tidak bisa karena kamera di ponselnya saja tidak ada, bagaimana mau melakukan panggilan video call.
Kedua tangan Husna dengan gesit menyiapkan semua menu hidangan untuk disantap pagi ini. Arah pandang Husna kini beralih pada seseorang yang berjalan dari anak tangga dengan menggunakan pakaian santai. Gadis itu juga sempat mengernyit bingung, padahal hari ini bukan hari weekend, tumben sekali suaminya memakai pakaian santai seperti ini. Ingin bertanya, tetapi rasa sungkan itu kembali ia rasakan. Seperti ada tanda peringatan untuknya bila dirinya memang peduli mengenai suami dan anaknya.
Husna menghampiri Gaffi yang sedang berjalan menuju dapur, tempat dimana meja makan berada. "Mas Gaffi mau sarapan?"
Pria itu hanya berdehem pelan, "Hm," jawabnya yang sangat singkat, padat dan jelasss.
Gadis itu segera mengambilkan lauk untuk suaminya. "Nasinya cukup segini?"
"Terlalu banyak," Husna langsung mengurangi porsi pria itu. Kemudian mengambilkan lauknya.
"Mas Gaffi mau pakai perkedel kentang?"
Lagi-lagi pria itu hanya berdehem saja, seperti tidak ada kosakata selain kata hmmm.
"Selamat makan Mas Gaffi,"
Gaffi mulai menyuap dan merasakan masakan Husna untuk sarapan kali ini. Sudah ketiga kalinya Gaffi mau makan masakan Husna. Husna sedari tadi hanya berdiri saja, menatap sang suami yang sibuk menyantap masakannya itu.
Sedikit demi sedikit, Husna merasa bahwa Gaffi mulai menghargai apa yang ia usahakan. Ada rasa kebahagiaan sendiri untuk Husna, ini salah satu kemajuan yang sangat bagus untuk hubungannya dengan Gaffi.
Husna menuangkan teko berisi air putih itu kedalam gelas. Kemudian ia mendekatkan gelas tersebut kearah Gaffi.
"Kamu tidak makan?" tanya Gaffi disela makannya.
Gadis itu yang sedari tadi menunduk, kini sedikit mendongak. "Nanti saja, setelah selesai Mas Gaffi makan." Jawab Husna.
"Mengapa begitu?" tanyanya lagi sedikit penasaran. Ia tahu bahwa dirinya tidak pernah mengizinkannya untuk makan satu meja dengan dirinya. Tetapi, ia tidak pernah melarang untuk makan, tidak seperti saat ini yang harus menunggu dirinya habis makan.
"Tidak apa-apa. Husna hanya takut Mas Gaffi membutuhkan sesuatu, jadi bisa Husna ambilkan nanti."
Gaffi mengambil gelas yang sudah disediakan oleh Husna. Ia menenggaknya hampir setengah bagian. Pria itu mencuri pandang kearah gadis itu yang sedari tadi berdiri dengan kepala menunduk dan kedua tangannya ia remas pelan.
"Kamu bisa makan, tidak perlu menunggu saya sampai selesai. Kalau saya makan hampir dua jam, apa kamu akan menunggunya? Tidak, kan?"
"Tentu Husna akan menunggunya, seberapa lamanya Mas Gaffi makan, Husna akan tetap menunggunya." Jawab Husna.
Gaffi seperti orang yang kehabisan kata-kata saat menghadapi gadis seperti Husna. Walaupun polos, tetap keras kepala juga.
"Terserah kamu, kalau sakit jangan merepotkan orang!" celetuk Gaffi yang sudah kelewat kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAFNA
SpiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Ini kisah dua insan yang harus menikah saat Riana--- selaku majikan Husna memintanya untuk menikah dan menjadi istri dan ibu sambung untuk Dafi. "Kamu yakin mau jadi istri dan ibu...