GAFNA • [35]

10.4K 509 9
                                    

Sorry baru up gesss!

xxx

Sesampainya mereka di TPU, Gaffi berusaha untuk menguatkan diri saat mengunjungi makam almarhuma istrinya, Nisa. Seketika terlintas begitu saja memori saat bersama Nisa dalam benak pria itu. Ia masih mengingat jelas saat dirinya meminta untuk mempertahankan janin yang berada di dalam kandungan Nisa saat itu membuat Gaffi akhirnya memiliki seorang anak laki-laki yang tampan. Sosok penyemangat bagi Gaffi, pria yang malang.

Sedikit pun tidak pernah ia sesali tindakannya pada saat ia memohon pada almarhuma istrinya, meski ia harus menjatuhkan harga dirinya dengan menangkupkan kedua tangannya dihadapan Nisa agar bisa melihat anaknya terlahir ke dunia.

Saat ini mereka bertiga sudah sampai di depan makam Nisa. Kedua orang tua itu masih berdiam diri seakan pikirannya melayang dibawa angin yang sedang berhembus kencang saat ini. Sedangkan bocah kecil itu memainkan rumput-rumput kecil yang tumbuh di atas makam Nisa.

Selesai membacakan surah al-fatihah, Gaffi masih setia membungkam bibirnya rapat-rapat. Hal yang ingin ia lakukan hanya memandang nama yang tertulis di atas nisan itu. Seseorang yang pernah mengisi hidupnya, walaupun hanya sementara.

Akhirnya Gaffi tersadar saat merasakan usapan dari bahu. Pelakunya adalah Husna. Ketika Gaffi menyadari itu, pria berusia tiga puluh tahun itu mulai mendekati makam Nisa.

"Assalamualaikum, Nis. Setelah beberapa tahun kamu meninggalkan saya bersama anak saya, akhirnya saya berkunjung untuk menemui dirimu. Saya harap kamu sudah bahagia di sana. Saya ke sini tidak sendiri, ada istri dan anak saya. Iya, istri yang menjadi pilihan Mami. Namanya Husna, dia gadis yang baik. Arti dari nama Husna yaitu cantik. Dia menjalani dua peran sekaligus dengan baik. Dia memang masih muda, umurnya 19 tahun. Tapi saya akui bahwa cara dia berpikir sudah melebihi batas umurnya." Gaffi merasakan usapan dari bahu kokohnya, dapat ia lihat bahwa istrinya yang baru saja mengelus bahu kokohnya. Seakan memberikan kekuatan atas apa yang saat ini ia rasakan.

"Dan ini.... saya juga membawa anak saya. Kenapa anak saya? Seandainya saya tidak memohon-mohon pada dirimu, saya yakin detik ini juga saya tidak akan memberikan nama yang sama seperti saya. Namanya Dafi, terlihat serupa, namun berbeda arti. Kamu tahu tidak, Nis? Hari ini balita yang sempat kamu tolak kehadirannya untuk lahir ke dunia itu sudah berusia 3 tahun, iya benar bahwa hari ini dia sedang berulang tahun."

Gaffi mengusap sudut matanya yang berair. Untung saja dirinya memakai kacamata hitam. Kalau tidak? Sudah dipastikan bahwa Husna bisa melihat kedua mata Gaffi yang terlihat memerah.

"Dafi sayang... hayuk salam dulu sama mama," titah Husna dengan lembut. Dafi yang mendengar suara sang ibu membuat dirinya tidak mengerti. Sebutan 'mama' yang dikatakan oleh Husna adalah Nisa. Tetapi, anak tiga tahun itu mengira bahwa sebutan mama tertuju pada Husna.

"Unda?" Beo Dafi.

Husna tersenyum. Seakan paham dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Dafi, Husna menuntun tangan Dafi untuk memegang nisan Nisa. "Ini mamanya Dafi, namanya mama Nisa."

Wajah Dafi seperti orang yang kebingungan. Ia menatap kedua orang tuanya secara bergantian. Tiba-tiba saja Dafi menjadi rewel dan mulai menangis. Tanpa banyak berbicara, Gaffi mengambil anaknya untuk digendong, berniat untuk menenangkan kembali.

Lagi-lagi Husna membuang nafasnya dengan kasar. Mungkin ini terlalu cepat untuk anak seusia Dafi yang masih belum mengerti apa-apa.

"Hei... jangan nangis. Kenapa anak Papa yang tampan ini menangis? Tidak ada yang menyakitimu, Nak. Tenang, Papa dan Bunda akan selalu bersamamu." Ucap Gaffi. Dari suaranya itu dapat membuat hati seorang anak kecil bisa kembali tenang. Gaffi tidak tahu apa yang sedang dirasakan oleh sang anak, tapi ia hanya bisa memberikan ucapan yang begitu nyaman untuk Dafi.

GAFNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang