Selamat membaca gesss.
Maaf baru up.
***
Hari-hari yang dijalani ibu satu anak itu menjadi lebih berwarna dari yang sebelum-sebelumnya. Di tambah dengan sikap suami yang semakin hari semakin terlihat bahwa dia mengalami perubahan. Salah satu dari perubahannya ialah selalu memperingati dirinya bahwa jangan terlalu lelah dalam melakukan sesuatu, terlebih mengenai rumah yang selalu Husna sendiri yang harus turun tangan walaupun sudah ada beberapa pelayan di rumah besar Ekbal. Seperti saat ini Husna yang sedang menyiapkan makan malam hanya bisa menampilkan senyum tipis. Kalau di ingat kembali, ia sudah berani melangkah jauh untuk menjalani bahtera rumah tangga bersama Gaffi. Andai saja saat itu ia mengikuti emosinya, maka dapat dipastikan bahwa dia tidak akan berada di posisi seperti ini, bersama anak dan suami, contohnya.
Hidangan kali ini cukup sederhana. Gaffi tiba-tiba ingin dimasakkan ayam kecap dengan bakwan jagung. Gaffi bukan tipe orang yang makan harus dengan sambal. Kalau pun iya, itu hanya sebuah pilihan saja. Tergantung kemauan si Tuan Gaffi saja. Husna yang membaca pesan dari suaminya tadi siang langsung bergegas menuju dapur untuk melihat persediaan bahan di kulkas. Ternyata, masih ada beberapa bahan yang belum habis. Untungnya keinginan suaminya masih lengkap di dalam kulkas, jadi tidak perlu ke luar rumah untuk membeli bahan masakan.
Dafi masih menyimak tontonan kartun dihadapannya sembari mengunyah cemilan biskuit yang sengaja Husna sajikan. Balita itu tidak akan makan apapun kalau tidak disediakan atau diminta untuk makan sesuatu. Melihat anaknya yang sedang anteng, membuat Husna menghampiri anaknya. "Sayang, kita sambut Papa pulang yukkk!" Ajak Husna dengan lembut.
Dafi sedang mencerna perkataan Husna. Tak lama ia mengangguk saat mendengar kata 'Papa'. "Papa?"
"Iya, ayuk kita ke depan, papa sudah pulang."
Husna menggandeng Dafi untuk sampai di depan teras rumah. Melihat pria itu turun dari mobil dengan senyum yang mengembang. Meski pun pakaiannya sudah tidak serapih saat berangkat, membuat ketampanannya tidak berkurang sama sekali. Tiba-tiba kedua pipi Husna kembali bersemu. Ia baru menyadari bahwa suaminya memang tampan. Di umur kepala tiga membuat ketampanannya tidak berkurang. Buru-buru wanita itu memalingkan wajahnya untuk tidak terlalu terlihat bahwa dirinya sedang merona.
***
"Assalamualaikum," ucap Gaffi saat melihat anak dan istrinya.
"Waalaikumsalam," jawab Husna. Sedangkan Dafi hanya memandang kedua orang tuanya secara bergantian. Balita itu hanya menjawab dengan senyuman saja. Entah dia mengerti atau tidak.
Husna mencium punggung tangan Gaffi. Kemudian ia merasakan benda kenyal menempel di atas keningnya. Setelah itu, Husna mengambil tas kantor serta jas milik Gaffi.
Pria itu tentu sedang menggendong Dafi. Pada saat dirinya pulang, yang Gaffi lihat adalah kedua wajah manusia yang sangat dia sayangi. Bagian hidup dari dirinya sedang berdiri dihadapannya saat ini untuk menyambut dirinya pulang. Seketika rasa penat yang hinggap di kantor seharian, terlepas begitu saja. Ingin rasanya pria itu menghabiskan waktu bersama keluarga kecilnya, mungkin ia akan mencari waktu yang tepat untuk berlibur, misalnya.
"Mas Gaffi mau makan dulu?"
Seketika Gaffi menoleh, kemudian ia mengangguk dengan senyum yang mengembang. Dia sangat antusias sekali, kenapa? Karena malam ini ia bisa merasakan masakan request keinginannya sendiri yang bisa tercapai. Tanpa membuang waktu lagi, Gaffi langsung mengajak anaknya untuk ke meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAFNA
EspiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Ini kisah dua insan yang harus menikah saat Riana--- selaku majikan Husna memintanya untuk menikah dan menjadi istri dan ibu sambung untuk Dafi. "Kamu yakin mau jadi istri dan ibu...