GAFNA • [21]

12.4K 528 7
                                    

Selamat membaca!

Jangan lupa votement guysss!

° ° °

Berita kepergian Husna menimbulkan kekecewaan bagi kedua orang tua Gaffi. Riana terlalu syok, sedangkan Zidan sudah terlihat putus asa melihat keadaan istrinya. Zidan sudah menyuruh anak buahnya untuk mencari keberadaan menantunya. Hampir tiga minggu ini belum ada tanda-tanda keberadaan Husna ditemukan. Riana semakin hari semakin terlihat murung. Jangan bertanya bagaimana kondisi Gaffi saat ini, dia sama halnya dengan kondisi kedua orang tuanya. Pria itu seperti terlihat tidak semangat menjalani hidup, sesekali ia suka melukai dirinya sendiri sebagai rasa penyesalan yang tiada gunanya. Penyesalan memang selalu datangnya terlambat. Gaffi tahu itu, dengan melukai sedikit demi sedikit membuat dirinya bisa menjadi tenang.

Saat sendiri seperti ini, tiba-tiba bayangan saat Husna melayani dirinya dari bangun tidur sampai tertidur lagi terbayang jelas. Gadis itu rela bangun dari pagi buta sampai menunggu kepulangannya dini hari. Kadang pula ia suka tertidur di sofa, atau juga menunggu kepulangannya untuk menemani Gaffi makan. Gaffi tidak meminta itu semua, tetapi gadis itu sendiri yang ingin melakukannya.

Kamarnya terlihat gelap, semenjak kepergian Husna, Gaffi menempati kembali rumah kedua orang tuanya. Lihatlah sekarang, pria itu sedang berada didalam kamarnya sendiri. Kamar itu sudah terlihat kapal pecah, semua terlihat berserakan. Ingatkan Gaffi, bahwa pria itu memiliki prinsip hidup sehat. Tetapi apa sekarang? Ia malah seperti orang yang terlihat tidak terurus. Aroma kuat alkohol tercium jelas, seisi ruangan pun bau dengan alkohol.

"Maafkan saya, Husna. Saya tahu saya salah. Berikan saya satu kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Dafi sudah rindu sekali denganmu, anak kita sampai demam karena rindu denganmu. Iya saya sadar bahwa saya masih belum bisa jadi Papa yang baik untuk anak saya. Pulanglah, Husna. Kali ini saya yang memohon, bukan kamu. Saya menundukkan kepala saya untuk meminta maaf segala kesalahan saya yang disengaja ataupun tidak. Tiada yang sanggup melihat keluarga yang kita sayang kini ikut kecewa. Saya pantas mendapatkannya, maaf Husna. Dafi sangat menyukai boneka pemberianmu, dia selalu memeluknya. Anak itu yang sedang demam pun masih di peluk boneka kamu. Saya harus cari kamu kemana lagi? Sudah sebagian saya menyuruh anak buah saya untuk mencari keberadaan kamu. Ayo... kita buat keluarga yang kamu inginkan, seperti impian kamu. Saya berjanji akan mulai menyukai masakanmu, saya janji akan mengajakmu untuk berlibur, saya janji akan mengenalkanmu pada rekan kerjaku bahwa kamu adalah istri sah dari Gaffi Ekbal Putra. Saya janji akan mengubah sikap saya terhadapmu dan mulai menerima kehadiranmu, Husna. Kembalilah, saya butuh kamu, saya butuh sosok yang selama ini saya nantikan dalam hidup. Maafkan saya, Husna. Saya selalu terbayang akan kehadiran almarhum istri saya saat bersamamu. Hati saya saat itu masih belum siap."

Pecah sudah tangisan dari seorang pria yang terkenal angkuh dan arogant itu. Bahu kokohnya itu bergetar hebat, ia menangis dengan lampu temaram. Sedari tadi Riana terus menyuruhnya untuk makan, tetapi ia menolak. Melihat nasi saja rasanya enggan untuk Gaffi cicipi. Nafsu makannya sudah hilang.

Suara ketukan sedari tadi terdengar, tetapi tidak ada niat sama sekali untuk membukakan pintu tersebut. Gaffi menyembunyikan kepalanya dengan menaruh kedua tangannya diatas paha. Ia menatap pintu balkon yang sengaja ia buka dengan tatapan kosong.

° ° °

Ceklek

Pintu itu akhirnya terbuka juga, Riana yang membuka pintu tersebut. Ia membawa nampan yang berisi nasi beserta lauk dan tak lupa air putih serta obat. Obat apa? Obat penurun panas, pria itu memang sedang tidak sehat juga. Riana sering konsultasi dengan Dokter yang biasa keluarganya gunakan. Dokter Abdi, namanya. Dokter yang mengobati Husna saat itu.

GAFNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang