Selamat membaca!
***
Kedua pasangan itu baru saja selesai shalat isya berjamaah. Kini Husna sedang merapikan peralatan shalat yang baru mereka gunakan untuk beribadah.
Selesai dengan merapikan peralatan shalat, Husna melihat jam yang menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Mengingat bahwa mereka belum makan malam, akhirnya Husna bergegas ke dapur untuk menyiapkan makan malam keluarga kecil mereka.
Husna sedang sibuk dengan memanaskan hidangan yang menjadi santapan mereka untuk malam ini. Sedangkan Gaffi sedang mengganti baju koko menjadi baju kaos. Bila bertanya ke mana Dafi? Balita itu sudah lebih dulu tidur, mengingat jam tidur anak itu sungguh teratur.
Mendengar suara kursi ditarik membuat Husna menoleh untuk memastikan siapa yang datang. Ternyata Gaffi, pria itu sudah duduk manis untuk menunggu makanan tersaji di atas meja.
Tak lama kemudian makanan sederhana sudah tersaji di atas meja. Terlihat asap yang masih mengepul dari makanan membuat dirinya tidak sabar untuk menikmati masakan buatan istrinya.
"Selamat makan mas Gaffi," diakhiri dengan senyum tipisnya. Seperti biasa, bila ingin melakukan sesuatu, seperti makan, maka Husna akan selalu memberikan kata 'selamat makan' untuk sang suami.
"Selamat makan juga," jawab Gaffi seadanya.
Suasana kembali hening. Hanya suara sendok-garpu yang terdengar. Mereka makan dalam diam. Entah memang sedang menikmati makanannya hingga tidak mau mengganggu acara makannya, atau memang ingin bicara sesuatu tapi tidak berani untuk diutarakan.
"Ekhem,"
Husna memandang Gaffi. Seakan bertanya 'ada apa'. Seolah tahu dari gelagat sang istri membuat Gaffi mengambil gelas yang berisi air putih. Setengah gelas sudah ia habiskan.
***
"Kamu ingin punya rumah seperti apa?" Tanya Gaffi tiba-tiba membuat Husna mengernyit bingung.
"Hmmmm... yang nyaman untuk di singgahi untuk kita. Rumah yang kecil atau besar sama saja, kalau kita nyaman, pasti jauh lebih baik."
Gaffi duduk menyamping, lebih tepatnya ingin memandang Husna dengan intens. "Selain itu? Maksud saya, kamu ingin ditambahkan kolam renang? Dapur yang mewah? Taman bunga? Ingin berkebun? Atau apa? Nanti akan saya beritahu arsitek kita untuk mengubah sesuai keinginan kamu," jelas Gaffi.
Gaffi sudah berjanji kepada dirinya sendiri bahwa dia akan menjadi sosok suami serta Papa yang baik untuk anak dan istri. Memang mereka sudah punya rumah, bahkan rumah mereka itu sudah seperti istana dan dapat dikatakan terlalu mewah yang hanya di isi tiga orang saja tanpa pekerja lainnya. Berbeda dengan rumah kedua orang tua Gaffi jauh lebih ramai, karena banyak pekerja rumah yang setiap hari mengerjakan pekerjaannya masing-masing. Tapi, Gaffi tidak mau bila dirinya mengajak Husna untuk kembali kerumah mereka yang dulu, itu artinya mereka akan kembali mengingat kejadian yang membuat mereka menjadi orang asing dalam ikatan pernikahan. Maka dari itu, Gaffi berencana mengajak untuk tinggal sementara di rumah orang tua Gaffi dan secepatnya akan membeli rumah yang sesuai dengan impian sang istri. Berapapun harganya Gaffi menyanggupinya. Pria itu bekerja keras untuk keluarga kecilnya, jadi tidak ada alasan untuk menolak membelikan rumah impian untuk sang pujaan hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAFNA
EspiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Ini kisah dua insan yang harus menikah saat Riana--- selaku majikan Husna memintanya untuk menikah dan menjadi istri dan ibu sambung untuk Dafi. "Kamu yakin mau jadi istri dan ibu...