Selamat membaca!
Votement ya guysssss!
***
Suasana ruang makan tiba-tiba saja menjadi ramai, karena kali ini suasana rumah Ekbal tengah diselimuti suasana bahagia. Akhirnya, penantian yang selama ini Riana dan Zidan inginkan sudah tercapai dengan melihat kebahagiaan anak tunggalnya yang sudah kembali bersatu bersama keluarga kecilnya.
"Pi, Mi, aku izin tinggal disini untuk sementara tidak apa, kan?" Tanya Gaffi saat usai makan malam.
Zidan yang sedang meneguk segelas air putih pun sempat menoleh kearah Gaffi. "Kenapa kamu harus bertanya? Papi setuju-setuju saja, lagipula ini juga rumah kamu, tidak perlu sungkan," jawab Zidan.
"Kamu ini seperti sama siapa saja, Mami dengan senang hati menerima kalian, rumah ini kan jadi ramai kalau ada kalian. Iya gak, Pi?" Sahut Riana. Zidan mengangguk, seakan setuju dengan usul Riana. "Iya betul, mau tinggal disini juga boleh."
Gaffi sempat melirik Husna yang sedang menyuapi Dafi, saat Dafi terbangun dari tidur siangnya, betapa senangnya balita itu melihat Husna yang sudah ada dihadapannya. Sungguh, saat melihat Dafi, seketika air mata Husna kembali terlihat. Mungkin tangis bahagia, karena saking terharu.
"Gaffi, Husna," panggil Zidan. Kali ini nada bicara Zidan terlihat lebih tegas, terlihat dari wajahnya yang lebih serius.
Pergerakan Husna yang sedang menyuapi buah untuk Dafi terhenti seketika saat mendengar panggilan dari Zidan. "Iya, Pi?" Sahut Gaffi. Sedangkan Husna hanya menyahutnya dalam hati saja.
"Sebelumnya Papi dan Mami tidak ingin ikut campur didalam rumah tangga kalian, hanya saja ingin rasanya Papi memberikan nasihat untuk kalian berdua demi menjaga keutuhan keluarga kalian. Mami dan Papi sudah memikirkan ini secara baik-baik, perlahan tapi pasti, kami berdua akan menua, dan waktu terasa begitu cepat. Kali ini jadikan sebagai pelajaran dalam hidup untuk kalian berdua, Papi tidak bisa melihat cucu kesayangan Papi terlihat sedih. Anak sekecil Dafi tidak seharunya merasakan hal sepahit itu, terutama pada kedua orang tuanya. Untuk kamu, Gaffi, tolong jangan pernah ulangi kesalahan kamu di masa lalu, terimalah kehadiran istri kamu yang sekarang. Hal yang perlu di ingat, jangan pernah sekali-kali main tangan terhadap perempuan--- apalagi main tangan sama istri kamu sendiri. Dan untuk kamu, Husna, atas nama Gaffi, papi dan mami minta maaf ya. Mungkin kesalahan anak kami cukup membuat luka untuk kamu, Husna. Kami sebagai orang tua dari Gaffi sangat berterima kasih karena kamu bersedia kembali bersama Gaffi."
Betapa terkejutnya Husna saat mendengar ungkapan terima kasih dari Papi mertuanya. Sesungguhnya Husna sudah mengikhlaskan apa yang sudah terjadi. Mungkin memang masih ada kilasan sikap Gaffi yang membuat dirinya terluka, tetapi ia tidak bisa stuck di satu tempat. Ia harus bangkit dari rasa sakit ini, memberi kesempatan kedua dan memulainya dari awal lagi bersama Gaffi.
Dengan meremat kedua tangan membuat rasa gugup Husna sedikit teratasi. "Papi dan Mami tidak seharusnya berterima kasih seperti itu, Husna sudah memaafkan kesalahan Mas Gaffi. Maaf kalau waktu itu Husna berpikir pendek untuk meninggalkan tugas istri dan ibu karena sedang berada diposisi tertekan." Jawab Husna.
Riana dan Zidan sangat-sangat memahami kondisi Husna. Mungkin bila Riana berada diposisi menantunya, pasti akan melakukan tindakan yang serupa.
"Tidak apa, Nak. Kami sebagai orang tua tidak menyalahkan kamu. Kami memahami, tidak perlu merasa tidak enak," ucap Riana dengan lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAFNA
SpiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Ini kisah dua insan yang harus menikah saat Riana--- selaku majikan Husna memintanya untuk menikah dan menjadi istri dan ibu sambung untuk Dafi. "Kamu yakin mau jadi istri dan ibu...