Selamat membaca!
Ajak teman kalian untuk baca cerita ini biar semakin ramai😊
× × ×
Gaffi baru saja tiba di rumah saat pukul dua belas malam. Ia mengambil kunci cadangan yang selalu ia bawa didalam tas kantornya. Setelah kenop pintu itu terbuka, ia menguncinya kembali.
Suasana rumah hening sekali, dahi Gaffi mengernyit bingung. Tumben sekali Husna tidak menyambut dirinya pulang? Ia kembali teringat bahwa perilaku dirinya sangat tidak baik terhadap istrinya.
Sebelumnya ia beralih kedapur untuk mengambil gelas kemudian mengisinya dengan air putih. Ia meneguk setengah air putih itu, kemudian ia taruh secara asal diatas meja makan.
Melihat makanan yang sudah tersaji diatas meja makan membuat pria itu terdiam seketika. Hatinya ingin sekali mencoba untuk makan masakan Husna yang kedua kalinya, tetapi rasa egonya itu yang terlalu tinggi dan membuat ia mengurungkan niat untuk menyenangkan Husna dengan cara mencoba masakan istrinya sendiri.
"Saya tidak bisa menjamin hati saya kemana akan berlabuh nantinya. Karena sejauh ini saya yang masih enggan untuk menerima ini semua dengan begitu cepat. Secara hukum dan agama kamu memang istri sah saya, tetapi bagi saya, kamu tidak lebih dari sekedar pembantu dan pengasuh anak saya." Gumam Gaffi.
Gaffi mungkin tidak sadar bahwa yang ia ucapkan tadi sudah berhasil membuat seseorang yang diam-diam bersembunyi dibalik tembok itu merasa remuk hatinya. Dia adalah Husna. Wanita itu memang sengaja menunggu suaminya pulang dari kamar anaknya, saat mendengar deru mobil yang mulai memasuki garasi, Husna segera menemui Gaffi.
Tetapi, entah nasib baik atau buruk yang harus ia dapatkan untuk hari ini. Seandainya saja ia tidak turun kebawah untuk menemui Gaffi, dia yakin tidak akan tahu ucapan dari suaminya sendiri. Dan ya... sekarang Husna sudah mendapatkan jawaban dari atas yang selama ini ia usahakan. Mungkin benar, bahwa takdirnya kali ini sedang tidak berpihak padanya, Husna buru-buru menghapus jejak air matanya yang tiba-tiba saja turun. Meski ada ribuan jarum yang menembus hatinya, wanita itu tetap terlihat biasa saja.
"Jangan nangis, Husna." Batin Husna.
"Mas Gaffi mau makan?" Tanya Husna tiba-tiba.
Pria itu sempat terlonjak kaget. Kehadiran wanita itu yang secara tiba-tiba membuat Gaffi mengelus dadanya.
"Tidak usah," jawabnya.
"Husna siapkan air hangat untuk mandi, ya?"
"Saya bisa sendiri,"
"Husna bawakan tas kantornya, ya?"
"Sudah biar saya saja,"
"Baik kalau begitu, Husna pamit tidur duluan, selamat malam, Mas Gaffi," Husna beranjak dari dapur, setelah itu Gaffi hanya memandang lurus punggung kecil milik Husna. Ia melihat dari kejauhan sepertinya wanita itu sedang menahan tangis, karena terlihat dari bahunya yang tiba-tiba bergetar. Gaffi membuang pikiran buruknya, kemudian melangkah untuk mandi.
Didalam kamar Dafi, Husna menyandarkan tubuhnya pada dinding yang ada didalam kamar Dafi. Wanita itu tiba-tiba merasa hancur saat mendengar ucapannya tadi, walaupun tidak diberitahu kepada dirinya, tetapi secara tidak langsung Gaffi sudah menyampaikan jawaban jujurnya terhadap Husna.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAFNA
EspiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Ini kisah dua insan yang harus menikah saat Riana--- selaku majikan Husna memintanya untuk menikah dan menjadi istri dan ibu sambung untuk Dafi. "Kamu yakin mau jadi istri dan ibu...