GAFNA • [22]

12.2K 527 4
                                    

Selamat membaca!

Votementnya guyssss!

xxx

"Assalamualaikum, Bu."

Wanita paruh baya itu menoleh dan mendapati Husna yang baru saja datang di warung kelontongnya. Namanya Bu Rita, pemilik warung kelontong yang bersedia menerima kue buatan Husna. "Waalaikumsalam, Husna. Mau ambil kue ya?"

Husna mengangguk. "Iya, Bu,"

"Sebentar ya,"

Gadis itu duduk dibangku plastik, ia berjalan kaki dari kostnya sampai kewarung. Cukup membutuhkan waktu yang lumayan. Nafasnya saja sampai tersengal-sengal seperti itu.

"Alhamdulillah hari ini kue buatan kamu laku keras. Anak-anak pada suka, besok bawain lagi ya, kalau bisa agak banyak. Nah ini uangnya," ujar Bu Rita sembari menyerahkan uang dan tempat kue yang biasa Husna gunakan untuk menitip dagangannya.

"Alhamdulillah kalau pada suka kue buatan Husna. Terima kasih ya Bu Rita."

Rita mengangguk, "Sama-sama, Husna. Kamu kesini naik apa?"

"Jalan kaki, Bu. Hitung-hitung olahraga," jawabnya dengan senyum tipis.

Rita menggeleng-geleng melihat kelakuan Husna. "Walah, jauh toh Nak kamu kesini,"

"Tidak apa-apa, Bu. Kalau begitu Husna pamit ya, takut keburu malam. Assalamualaikum, Bu."

"Waalaikumsalam."

Husna, gadis itu melanjutkan hidupnya di Kota Yogyakarta. Selesai melihat makam kedua orang tuanya, gadis itu memilih Kota Yogyakarta yang menjadi tujuan hidupnya yang baru. Disini ia mengekost kamar, untungnya harga sewanya tidak terlalu mahal, dan kebetulan dari hasil jualan kue bisa menyambung hidupnya. Setidaknya ia bisa makan untuk hari ini.

Hampir setiap hari Husna membuat kue seperti ini lalu dititipkan diwarung Bu Rita. Ia membuat kue dengan bahan yang ada, kebetulan dirinya pandai membuat kue. Dari pada diam saja dan tidak menghasilkan apa-apa, lebih baik Husna menyibukkan diri demi menyambung hidupnya.

Husna sempat beli makan di tempat angkringan, kebetulan sekali perut Husna sudah keroncongan. Selesai membayar dan membawa makanannya, ia bergegas pulang untuk ke kostan.

Selama ia menjalani hidup sendiri, ia merasa kangen pada balita dua tahun yang selama ini bersama dengan dirinya. Seperti diwaktu malam hari, biasanya Husna akan menimang-nimang agar balita itu tertidur, tetapi dalam sebulan ini sudah lama Husna tidak melakukan aktivitas tersebut.

Gadis itu sempat berfikir, status dirinya ini sekarang apa? Masih bersuami atau dalam proses perpisahan? Entahlah, Husna sudah memasrahkan semuanya pada yang Maha Kuasa. Mungkin, harapan ia memiliki keluarga yang harmonis kurang beruntung, jadi... ya sudahlah, mungkin nasibnya begini. Husna sudah mencoba mengikhlaskannya, bahkan ia sedang dalam proses untuk melupakan Mas Gaffi.

Berbicara tentang pria itu, apa yang sedang dilakukan oleh Mas Gaffi? Bagaimana keadaan Mas Gaffi? Apakah selama ia pergi, Gaffi akan makan dengan teratur? Lalu siapa yang akan menyiapkan semua kebutuhan pria itu saat dirinya tidak ada? Ah, sudahlah Husna, jangan memikirkan yang memang bukan takdir kamu.

"Dafi sedang apa ya? Anak itu lagi senang-senangnya untuk makan, kira-kira dia suka tidak ya masakan buatan orang lain? Kira-kira dia kalau tidur masih suka ditimang-timang tidak ya? Kira-kira dia rewel tidak ya kalau tidak dibacakan cerita? Kira-kira siapa yang menjaga dia saat bermain?" monolog Husna saat duduk dilantai sambil menatap bintang. Jendelanya sengaja dibuka agar terasa lebih sejuk.

"Maafkan Bunda sayang, Bunda terpaksa meninggalkan Dafi. Bunda sayang sekali dengan kamu, Nak. Meski Bunda hanya ibu sambung, tapi Bunda benar-benar menyayangimu, Nak. Sehat selalu ya, Dafi. Bunda selalu berdoa agar kamu tumbuh jadi anak yang baik, bila kita memang tidak bisa bertemu lagi, Bunda akan selalu berdoa untuk kamu dari jarak jauh." Tanpa sadar Husna menangis dan membiarkan hembusan angin mengenai wajahnya.

"Maaf Mas Gaffi, aku belum bisa melupakan kamu. Seharusnya tidak sedalam ini untuk mencintaimu, biar saja cinta ini tumbuh dan hilang dengan sendirinya. Jikalau kita memang bukan sepasang suami istri lagi, biar aku yang menanggung semua rasa sakit ini." Isak Husna.

Bertanya tentang Husna, sebenarnya gadis itu tidak ingin rumah tangganya seperti ini. Ia ingin kembali kerumah itu, tetapi rasa sakit yang selama ini ia rasakan tidak sanggup untuk melangkah dan berbalik arah agar kembali kedalam keluarga itu. Ungkapan isi hati Gaffi, hinaan Gaffi, sikap Gaffi telah menjawab semua pertanyaan-pertanyaan Husna yang selama ini ia nantikan.

xxx

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu membuat lamunan Husna buyar, ia sempat menghapus air matanya lalu menutup jendelanya dan membawa piring yang baru saja ia gunakann sebelum membuka jendela.

"Assalamualaikum," ucap Wiwin.

Wiwin, tetangga baru Husna yang gadis itu kenal. Selama Husna ngekost khusus putri, ia baru mengenal Wiwin. Lama-kelamaan mereka berdua menjadi dekat. Wiwin bekerja pada salah satu Tokoh Kue. Wanita itu juga merantau agar bisa mendapatkan pekerjaan. Usianya tidak beda jauh dengan Husna, hanya terpaut empat tahun. Memang lebih tua Wiwin dibanding Husna. Usia Wiwin 23 tahun, sedangkan Husna 19 tahun.

"Waalaikumsalam, Eh Mbak Wiwin, silahkan masuk,"

Wiwin menggeleng, "Tidak usah Husna. Aku duduk diluar saja, aku kesini mau kasih jus saja kebetulan saat keluar tadi, nah sekalian saja belikan buat Husna juga. Husna suka jus sirsak, Toh?"

Husna mengangguk sungkan, "Ya Allah, terima kasih Mbak, kenapa repot-repot segala?"

Senyum Wiwin mengembang. "Tidak, aku sendiri kok yang mau beli. Oh iya, Husna lagi ngapain?" tanya Wiwin sembari menyenderkan punggungnya pada tembok. Duduk didepan kamar kost dengan ditemani angin sepoi-sepoi.

"Mbak mau minum apa? Biar Husna buatkan dulu,"

Wiwin mencegah. "Tidak perlu. Hayu sini kita ngobrol, besok kebetulan aku libur, jadi bisa bebas deh," diakhiri dengan kekehan.

"Aku jadi tidak enak, masa aku minum jus, Mbak Wiwin tidak minum juga?"

"Kamu ini seperti sama siapa saja, santai saja. Aku baru makan dari luar, perutku sudah penuh diisi dengan nasi goreng. Sudah kamu minum saja jus nya, tidak perlu sungkan,"

Husna mulai meminum jus sirsak tersebut, rasanya sangat segar sekali. Sudah lama Husna tidak minum jus seperti ini. "Gimana tinggal disini? Betah?"

Gadis itu memegang jusnya, ia sendiri masih belum bisa menjawab pertanyaan Wiwin sampai sekarang. "Insya Allah betah, Mbak,"

Wiwin tahu bahwa Husna sedang tidak baik-baik saja. Matanya terlihat sembab, hidungnya terlihat merah seperti orang yang habis nangis. Gadis ini benar-benar pintar menyembunyikan perasaan, Wiwin sendiri yang melihatnya menjadi tidak paham bagaimana caranya berlaku senang disaat hati tidak sangat mendukung.

Wiwin hanya bisa mengelus bahu Husna, seakan memberikan kekuatan agar gadis itu bisa bertahan. Entah apa yang disembunyikan Husna, Wiwin tidak tahu. Karena Husna hanya memendam saja tanpa mau bercerita.

"Aku yakin kamu bisa menjalaninya, entah apa yang sedang kamu pendam. Aku siap mendengar ceritamu, Husna."

Husna menatap wajah Wiwin. Ia menunduk kembali. "Aku rindu dengan anakku, Mbak," ujar Husna.

"Anak? Kamu sudah punya anak, Husna?" beo Wiwin.

Tentu Husna mengangguk. "Iya, Mbak. Aku sudah punya anak."

"Ya ampun, aku kira kamu masih lajang."

"Aku sudah menikah, Mbak."

"Lalu kemana suami kamu?"

xxx

GAFNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang