Selamat membaca!
***
Baru saja Gaffi tiba dirumah pada pukul setengah sebelas malam. Jarak dari Mall menuju rumah memang cukup memakan waktu.
Melihat suasana rumah terlihat sepi, Gaffi membuka pintu dengan kunci cadangan yang selalu ia bawa. Ia melepas sepatu beserta kaos kakinya kemudian menaruh ditempat rak sepatu.
Pria itu sempat melirik untuk mencari sesuatu, tetapi dirinya tidak menemukan seseorang. Tersadar bahwa ini sudah larut malam, Gaffi segera bergegas melangkah menuju lantai dua. Sepertinya memang anak dan istrinya sudah tidur mengingat sekarang pukul setengah sebelas malam.
Saat membuka kenop pintu, dugaan Gaffi ternyata benar. Bahwa istrinya sudah tertidur dengan memangku anaknya. Posisi Husna sedang menyender pada punggung kasur seraya menepuk-nepuk pantat balita itu saat tidurnya sedikit terusik. Gaffi yang menyadari bahwa posisi Husna tidak nyaman, ia memutuskan untuk menaruh tas dan melepas jas kantornya.
Setelah itu, ia mengambil alih Dafi dan menaruhnya disisi ranjang, tak lupa juga memberikan guling pada bagian sisi ranjang agar anaknya tidak terjatuh. Kemudian Gaffi sempat membetulkan posisi tidur Husna agar istrinya merasa lebih nyaman, namun itu semua membuat kedua mata gadis itu terbuka dan menyadari sesuatu.
Husna langsung terkesiap saat melihat wajah lelah suaminya. Sempat melirik jam yang menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Ternyata sudah malam dan ia ikut tertidur saat menidurkan Dafi.
"Ya Allah, Mas Gaffi sudah pulang. Maaf tadi aku ketiduran saat menidurkan Dafi," ujarnya tidak enak dan merasakan usapan halus dari atas kepalanya yang berasal dari tangan suaminya.
Gaffi tersenyum singkat, ia mencium kening Husna sekilas. "Tidak apa, saya yang terlalu malam pulangnya. Seharusnya kamu tidak perlu bangun, saya merasa tidak enak karena sudah mengganggu waktu tidur kamu,"
Husna tentu saja menggeleng, seakan tidak setuju dengan ungkapan sang suami. Ia memang menunggu kepulangan Gaffi, dan ya... ia ingin memberitahukan sesuatu yang pasti membuat suaminya akan terkejut.
"Mas Gaffi sibuk ya sampai pulang larut malam seperti ini?"
"Sebentar ya, saya mau mandi dulu. Boleh kan?" Izin Gaffi. Dengan cepat Husna mengangguk. "Boleh,"
Selang beberapa menit Gaffi menyelesaikan ritual mandinya, ia membuka pintu dan melihat sosok perempuan yang sedang berjalan menghampiri dirinya sembari membawa satu stel pakaian santai. Gaffi masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat, seakan ingin memastikan bahwa ini bukan khayalan, ia menepuk keras pipinya yang terasa sakit.
Ini bukan khayalan, tetapi ini nyata. Yang Gaffi lihat memang benar adanya. Dia adalah Husna --- istrinya.
"Mas Gaffi ini bajunya,"
Seakan tersadar dari lamunannya, pandangan Gaffi langsung tertuju pada kedua kaki istrinya. Bukannya tidak percaya, ia ingin memastikan bahwa ini adalah istrinya. Gaffi tidak lagi melihat alat bantu berjalan seperti kursi roda atau tongkat berjalan, tetapi kali ini ia melihat Husna tanpa menggunakan alat berjalan tersebut.
Gaffi mendekat, "ini beneran istri saya?" Tanyanya memastikan.
Husna terkekeh. Pertanyaan konyol yang seharusnya tidak perlu dipertanyakan. Ada-ada saja suaminya ini. "Iya dong, memangnya siapa lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
GAFNA
SpiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Ini kisah dua insan yang harus menikah saat Riana--- selaku majikan Husna memintanya untuk menikah dan menjadi istri dan ibu sambung untuk Dafi. "Kamu yakin mau jadi istri dan ibu...