GAFNA • [44]

6K 283 3
                                    

Selamat membaca!

Maaf ya teman-teman baru bisa up, kalau kalian lupa dengan cerita ini bisa baca chapter sebelumnya ya :)

Xxx

Saat ini keluarga Ekbal sedang melaksanakan acara aqiqah untuk cucu keduanya yang bernama Alia.

Acara aqiqahnya baru saja selesai. Mereka sudah melaksanakannya sejak pagi tadi.

Selesai acara, Husna sedang duduk di pinggir ranjang menemani Alia yang sedang tidur sehabis di cukur rambutnya tadi.

Wanita itu sedang melamun. Ia sedang memikirkan sesuatu. Entah apa yang di pikirkan hingga tidak menyadari kehadiran Gaffi.

Disatu sisi Husna bahagia karena perubahan sang suami dan juga kelahiran sang anak. Tetapi, ada perihal masalah yang tidak dapat ia sangkal lagi. Iya, ini mengenai kedua orang tuanya. Husna tiba-tiba menangis dan membayangkan andai kedua orang tuanya masih ada, pasti mereka juga ikut bahagia bersama-sama. Namun, nasib baik tidak berpihak pada Husna.

Hidup sendiri di dunia, lalu bangkit dari keterpurukan secara sendiri itu tidak mudah. Ada perasaan haru bahwa Husna bisa sekuat ini. Ia hanya rindu pelukan kedua orang tuanya. Wanita itu juga bersyukur mempunyai mertua yang baik hati seperti Riana, contohnya.

Lamunan Husna buyar saat merasakan usapan di bahu kanannya. Ia sendiri pun kaget melihat suaminya sudah di depannya. Saat tahu sedang menangis, Husna berpaling. Ia tidak mau suaminya tahu bahwa dirinya ketahuan nangis secara diam-diam.

"Saya persilahkan kamu menangis. Bila perlu sepuasnya, dan saya mengizinkan kamu berteriak sepuasnya. Saya janji tidak akan marah. Kamu bebas melakukan apa saja. Ayo, lakukan!"

Husna terdiam. Bukan ini yang dia mau, dia hanya perlu menenangkan pikirannya saja. Mana mungkin dirinya menyakiti atau memaki suaminya hanya untuk meluapkan rasa kesedihannya.

"Tidak akan, Mas. Aku tidak apa-apa." Jawabnya. Dalam hati dirinya meringis bahwa ia berbohong.

Gaffi mengusap pipi sang istri. Ia tahu bahwa Husna berbohong. Kedua matanya tidak dapat berdusta. "Saya tahu kamu sedang tidak baik-baik saja. Sekarang saya persilahkan nangis sekencang-kencangnya."

Akhirnya Husna menangis di hadapan Gaffi. Ia tidak bisa menahan air matanya lagi. Yang bisa Gaffi lakukan hanya memeluk tubuh ringkih milik istrinya.

Setelah puas menangis, Husna mengurai pelukan suaminya. "Maaf aku nangis."

"Boleh saya tahu apa yang membuat kamu menangis?"

"Aku hanya rindu bapak dan ibu, Mas. Seandainya mereka masih ada, mungkin mereka ikut merasakan kebahagiaan ini."

Gaffi dapat memahami keadaan istrinya. Ia tahu bahwa Husna hidup hanya sebatang kara. Ini yang membuat Gaffi menyukai Husna, dia wanita yang kuat dan tulus.

"Hanya itu? Tidak ada yang lain?"

Husna menggeleng. "Tidak ada."

Hal yang dilakukan Gaffi hanya dapat memeluk sang istri. Ia usap punggung sang istri dengan rasa sayang. "Kamu mau ke makam kedua orang tuamu?"

GAFNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang