Selamat membaca!
***
Riana dan Zidan baru saja tiba di Indonesia pagi ini. Saat mereka tahu mengenai kabar kehamilan Husna, maka mereka langsung bergegas untuk memesan tiket pulang. Tak lupa juga mereka sudah membawa hadiah untuk cucu dan menantu.
Gaffi sedang membantu Husna dengan memandikan Dafi. Anak itu memang senang dengan air, jadi jangan heran kalau di kamar mandi bisa menghabiskan waktu satu jam, di tambah dengan membawa mainan yang membuat anak itu semakin betah.
Sedangkan Husna sedang menata makanan yang sudah disiapkan oleh Bik Yayuk. Iya, Bik Yayuk ini adalah pekerja dirumah Mami Riana. Beliau sudah bekerja dari Gaffi masih kecil hingga sekarang. Jadi, tidak heran kalau Bik Yayuk adalah salah satu pekerja yang mengetahui kehidupan Gaffi. Termasuk almarhuma Nisa, Bik Yayuk pun tahu.
"Sudah wangi anak Papa, sekarang kita ke bawah ya lihat Bunda,"
"Unda?" Beo Dafi dengan antusias.
"Iya, Bunda. Kita ke bawah ya untuk lihat Bunda."
Ketika Gaffi menuruni anak tangga, tiba-tiba mendengar suara bel rumah berbunyi. Ia tahu bahwa ada tamu, tapi siapa yang bertamu pagi-pagi seperti ini?
Akhirnya ia meluncur ke pintu depan. Sepertinya memang sang istri yang sedang sibuk jadi tidak mendengar suara bel berbunyi.
Ceklek
Dua orang paruh baya terlihat sumringah saat tahu siapa yang membukanya. Mereka adalah Riana dan Zidan. Gaffi tertegun seketika, dia sendiri tidak tahu tentang kepulangan kedua orang tuanya. Melihat banyak barang bawaan, membuat akhirnya Gaffi memanggil bik Yayuk untuk membantunya ke dalam.
Gaffi mencium punggung tangan mereka berdua secara bergantian. Begitu juga dengan Dafi. Barang bawaan mereka banyak sekali, bahkan satu koper saja sudah sangat besar dan tentu barang di dalamnya sangat banyak, apalagi koper-koper yang lainnya. Kali ini Gaffi akui bahwa kedua orang tuanya tidak main-main untuk membawakan hadiah dari luar negeri yang dipastikan semua bermerk.
"Silahkan masuk, Pi, Mi," ujar Gaffi.
Setelah memilih duduk di single sofa dengan Dafi yang dipangku oleh Gaffi.
Tak lama Husna datang yang masih menggunakan celemek. Buru-buru ia mencium punggung tangan sang mertua secara bergantian. Tak lupa menambahkan senyum tipis.
"Apa kabar, Pi, Mi,"
"Baik." Jawab Zidan.
"Baik sayang. Kalian bagaimana? Semua baik-baik saja kan?" Kini giliran Riana yang bertanya.
Husna mengangguk setelah ia menduduki bangku sofa di sebelah Gaffi. "Alhamdulillah baik."
"Kamu habis masak?"
"Ah---engga, a-aku cuma bantu-bantu yang sedikit saja." Kali ini Husna kembali gugup.
"Kok masak? Haduh... ingat kamu sedang berbadan dua, gak boleh kecapekan atau stress. Gaffi kamu ini gimana sih? Istri lagi mengandung itu di perhatikan, ini kok di biarkan masak sih?!" Sewot Riana. Sudah biasa Gaffi mendengar dumelan sang Mami seperti itu. Setiap Maminya mengomel, ia hanya bisa diam saja, karena percuma membantah atau menjawab, nanti yang ada semakin ribet dan panjang urusannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAFNA
SpiritualNote : setelah membaca cerita ini, silahkan ambil sisi baiknya saja! Ini kisah dua insan yang harus menikah saat Riana--- selaku majikan Husna memintanya untuk menikah dan menjadi istri dan ibu sambung untuk Dafi. "Kamu yakin mau jadi istri dan ibu...