#09 olimpiade

51 8 0
                                    

بِسْـمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Diruang guru sedang diadakan rapat. Hanya ada beberapa guru bersangkutan yang ikut serta. Mereka berada diruang osis, karena hanya ruang osis yang nyaman untuk mengadakan rapat, karena disana meja dan kursi disusun rapi layaknya tempat orang kantor mitting dalam ruangan.

"Bagaimana menurut kalian? Apa kalian bersedia membimbing mereka nanti?" tanya pak Handika selaku kepala sekolah. Ia memandangi satu persatu guru-guru yang ditunjuk sebagai pembimbing untuk persiapan olimpiade nanti.

"Kita selalu besedia, pak. Demi sekolah ini, kita akan lakukan yang terbaik." jawab buk Rina selaku guru Fisika.

2 guru lainnya mengangguk setuju. Tidak dengan, Elvan. Rasanya ia tidak yakin akan dirinya. Terlebih, masih ada senior yang bisa diandalkan dari pada dirinya.

"Pak Elvan, apa Anda sedikit keberatan?" tanya kepala sekolah.

"Tidak, pak! Cuman, saya nggak yakin bisa membimbing mereka nanti dengan baik. Saya takut mengecewakan sekolah. Terlebih masih ada pak Edo yang lebih senior dari saya,"

"Kamu tenang saja! Pak Edo sudah menyerahkan itu sama kamu."

Elvan menanggapinya dengan anggukan dan sedikit tersenyum, namun tetap saja ia masih merasa tidak yakin.

"Baik, pak."

"Jadi seperti tahun lalu, olimpiade yang dipertandingkan ada Metematika dan Fisika. Jadi, diolimpiade kali ini akan mengutus 5 orang. 2 matematika dan 3 Fisika. Untuk siswa yang ikut serta, kita ambil salah satu murid yang mengikuti olimpiade tahun lalu,"

"Untuk matematika kita akan mengambil Acha dari XII 1 IPA. Jadi untuk 1 nya lagi kita ambil dari kelas 10 atau 11. Untuk Fisika kita Ambil Claudia dari kelas XI IPA 3, dan 2 lainnya biar kalian yang menyeleksi,"

Pak Handika diam sejenak."Untuk murid yang sudah dipilih, nanti saya yang akan konfirmasi langsung kepada murid tersebut,"

Semuanya mengangguk tanda mengerti. Pak Handika banyak menjelaskan tentang olimpiade. Mulai dari kapan itu dilaksanakan dan sampai persiapan olimpiade.

***

"Eh, katanya bakal ada olimpiade lagi. Gue rasa lo bakal ikut deh, cha," tutur Fiona.

Mereka sedang berada dikelas. Sedari tadi mereka hanya bercerita. Kadang Nathan dan Gino yang ada disamping mereka juga nyaut-nyaut.

"Gue juga ada liat digrup osis." timpal Nathan. Matanya masih fokus memandang hp, tidak lupa tangannya juga berkutik disana. Ia sedang mabar bersama, Gino.

"Kayanya enggak, deh. Biasanya kelas tigakan jarang ikut gitu-gituan. Paling kelas 10, 11,"

"Iya juga, sih."

Tiba-tiba terdengar suara cempreng Alara memanggil, Acha. Spontan Fiona menutup kupingnya, sedangkan Acha sedikit meringgis. Alara langsung menampilkan cengirannya. Ia masih duduk dibangkunya yang berjarak 1 bangku disamping, Acha.

"Suara lo bisa pelanin dikit nggak, sih? Pecah tau nggak gendang telinga gue denger suara lo yang cempreng itu,"

Alara berdecak sebal,"Gini-gini, kalo nyanyi suara gue kaya emas tau."

Fiona langsung menampilkan wajah seperti orang ingin muntah.

"Udah-udah! Sekarang intinya, Acha. Lo disuruh keruang kepsek sekarang!"

Acha menampikan wajah binggung. Begitu juga dengan Fiona."Ada apa?"

"Udah! Lo kesana aja dulu!"

Acha memandang Fiona dengan tatapan meminta pertanyaan.

***

Acha dan keluarganya sedang berada diruang tamu. Itu bisa dibilang aktivitas mereka setelah melaksanakan salat isya. Mereka hanya mengobrol biasa.

Acha duduk sendiri, sedangkan Umi dan Abinya duduk disofa berdua.

"Abi, Umi, tadi Acha diberi kepercayaan lagi untuk ikut olimpiade Matematika," tutur Acha

"Alhamdullillah," tutur kedua orang tuanya sambil tersenyum menatap, Acha.

"Kapan?" tanya Abisha

"Bulan depan, Umi. Tapi, kaya tahun lalu, Acha bakal ada belajar tambahan gitu pulang sekolah," jelas Acha.

"Berarti kamu naik kendaraan sendiri aja kesekolah. Abi juga nggak bisa jemput kalo kamu pulangnya jam segitu,"

"Iya, Abi." jawabnya tersenyum. Lagipun, Acha sudah sedari dulu ingin pergi dan pulang sekolah tampa diantar jemput. Namun, Daffin terlalu khawatir.

Kegiatan olimpiade yang lalu Acha juga pergi sekolah sendiri, itupun kalau pulang telat, Abisha yang menyusul.

"Terus kapan mulai belajarnya? Supaya Umi siapin bekel buat kesekolah. Pasti nanti pulangnya agak soreankan?"

"Besok, Umi! Tapi, untuk awal cuman 2× dalam seminggu. Nggak kaya dulu yang hampir setiap hari,"

Abisha dan Daffin tersenyum."Nanti kalo udah mau tanding juga kaya tahun lalu. Terus kamu sama siapa yang ikut olimpiade?"

"Dari sekolah Acha ada 5 orang, bi. Terus yang ikut olimpiade bareng Acha dulu juga ada yang ikut."

"Owh..., kalau Abi kasih guru buat kamu belajar mau?"

Abisha langsung menoleh kearah, Daffin. Binggung maksud dari suaminya.

"Guru?" gumam Acha. Ia melirik Abisha yang juga terlihat binggung.

"Iya! Nanti Abi suruh dia buat bantu kamu belajar matematika. Nanti Abi suruh dia datang kesini,"

"Nggak usah, Abi!" tolak Acha lembut. Lagipula, Acha pikir disekolah ia juga ada belajar tambahan.

"Bener kata, Acha! Umi takut nanti Acha kecapean. Achakan udah belajar disekolah, jadi menurut Umi kayanya nggak usah deh, Abi." saran Abisha. Bukannya apa, ia hanya tidak mau melihat Acha yang terlalu capek.

"Nanti waktunya bisa dibagi. Kata Acha kan dia cuman belajar 2 kali dalam seminggu, jadi nanti Acha bisa belajar dirumah diwaktu dia lagi free. Lagian, yang nanti ajarin kamu itu anak temennya, Abi."

Abisha mulai mengerti kenapa suaminya menyuruh Acha belajar mengunakan guru privite. Daffin mengagguk sambil tersenyum kearah, Abisha. Sedangkan, Acha? Entahlah, ia juga tidak bisa menolak apa kata, Daffin.

"Yaudah, terserah Abi. Acha ngikut aja."

______________________________

Menurut kalian guru yang bakal ngajar Acha siapa?

Happy reading

Aqeelan [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang