03 Arzan Nafisqy

101 14 1
                                    

بِسْـمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Hy, udah senyum belum hari ini? Udah-kan? Alhamdulillah kalo udah. Tetap jaga senyum-mu, ya! Sesakit apapun kehidupan-mu saat ini,  tersenyumlah untuk menutupi itu semua. Percayalah, senyum yang kau hadirkan, akan menyembuhkan sedikit luka, sakit, yang ada pada dirimu.

Mmh

■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■■

"Ca, lo beneran nggak mau pulang sama gue? Sekali-sekali mau kenapa sih diajak pulang bareng," ucap Nathan

Acha terus berjalan menuju gerbang,"Maaf, Acha nggak bisa. Acha udah dijemput, Abi." jawab Acha.

Nathan merasa sedikit kesal. Sangat susah mendekati, Acha. Apalagi Daffin begitu ketat menjaga, Acha. Pergi dan pulang sekolah selalu diantar-jemput.

Acha melihat sudah ada Daffin menunggu digerbang sekolah. Acha bergeges menghampiri Daffin tampa menghiraukan Nathan yang masih mengikuti-nya.

"Assallamuallaikum, Abi," Acha menyalimi Daffin yang menunggu diluar mobil. Daffin sebenarnya sedari tadi memperhatikan Acha bersama Nathan. Itu kenapa ia berada diluar mobil.

"Waallaikumussallam,"

"Om," sapa Nathan lalu menyalimi, Daffin. Daffin hanya sedikit tersenyum.

"Yaudah, kita langsung pulang! Nathan, kita duluan," pamit Daffin

"Iya, om .... hati-hati!"

"Duluan, ya ... than,"

"Ok."

Acha langsung masuk kedalam mobil. Daffin sudah masuk duluan. Ada perasaan kecewa dihati, Nathan. Entah pakai cara apa lagi ia bisa mengambil hati, Acha. Tapi yang terpenting hati Daffin dahulu yang harus Nathan dapatkan.

Mobil bergerak, Nathan kembali masuk untuk mengambil motor-nya.

"Abi liat, kamu kaya-nya dekat sama, Nathan. Abi nggak mau ya, kalo anak Abi sampai pacaran," ucap Daffin. Sesekali, ia melirik Acha yang duduk disamping-nya.

"Iya. Lagian Acha cuman temenan sama, Nathan. Abi tenang aja!" balas Acha.

"Bagus. Kamu udah taukan apa hukum pacaran? Jadi, Abi harap kamu jauhi yang nama-nya pacaran! Kalo kamu sampe lakuin itu, berarti kamu udah nggak sayang sama Abi sama Umi lagi,"

"Iya ... Abiku, sayang. Acha nggak akan lakuin itu. Kalo pun Acha harus jomblo seumur hidup demi menghindari pacaran, Acha bakal lakuin itu," jawabnya sedikit terkekeh.

"Nggak boleh ngomong gitu. Ucapan itu adalah doa. Jadi lain kali, kalo kamu berbicara itu ucapin kata-kata yang baik, supaya kamu juga mendapat kebaikan dari apa yang kamu ucapkan!"

Acha hanya sedikit tersenyum. Daffin kembali fokus menyetir dan menjalan mobil menuju rumah mereka.

Acha memandang keluar mobil. Ia sekarang sedang memikirkan ucapan, Daffin. Sedari dulu, kedua orang tuanya selalu menasehati Acha untuk tidak pacaran dan tidak terlalu mengakrapi seorang laki-laki. Abi dan umi-nya juga selalu menyuruh Acha untuk menjaga pandangan, sikap dan masih banyak lagi.

"Setidak-nya aku masih beruntung mempunyai mereka yang selalu menjagaku dalam hal apapun. Selalu membuatku bahagia dengan cara mereka sendiri, dan selalu berusaha memberikan yang terbaik didalam hidupku, walau dalam hati, aku menentang itu." batin Acha, kini wajah Acha kembali sendu mengingat detik dimana ia mendengar tentang perjodoha-nya.

***

Elvan sedang berada diruangan-nya. Ia memijit kepala-nya. Hari ini merupakan hari yang sangat melelah bagi, Elvan. Dia tidak tau, apakah dia salah mengambil keputusan untuk mengajar disana? Melihat para siswi yang tidak berhenti mengoda, memujinya, sungguh membuat Elvan tidak nyaman.

"Huh, kalo gini setiap hari saya bakalan tidak sanggup." gumam Elvan, lalu mengambil hp yang ada disaku celana-nya.

"Van," sapa Paman-nya yang juga mengajar disana.

Elvan menoleh kearah Miko yang sudah duduk dibangku depannya.

"Gimana hari pertama? Lancar?" tanya Miko

Elvan menarik napas dalam tanda mengeluh."Yagitu,"

Miko terkekeh melihat ekspresi, Elvan. Ini bisa dikatakan pengalaman pertama Elvan mengajar. Ia baru saja meyelesaikan kuliahnya beberapa bulan yang lalu. Dan tentang masuk-nya Elvan disekolah itu adalah Miko yang menawarkan karena guru matematika sedang mengambil cuti untuk lahiran.

"Nanti kamu akan terbiasa. Yaudah, Paman mau pulang. Kapan-kapan main kerumah,"

"Iya,"

Sepeninggalan Miko, Elvan juga mulai bersiap untuk pulang. Sekolah juga sudah mulai sepi, para siswa dan siswi juga sudah pulang. Hanya ada beberapa guru yang masih sibuk mengerjakan pekerjaan-nya.

Elvan langsung menuju parkiran dan langsung menjalankan mobil-nya menuju rumah. Tidak membutuhkan banyak waktu, Elvan sudah hampir sampai kerumahnya. Elvan menjalankan mobilnya sedikit lambat, karena ingin melihat sekitar dan tetangganya, karena Elvan baru saja pindah kesana beberapa hari yang lalu.

Pandangan Elvan langsung beralih kepada gadis yang baru saja keluar dari mobil bersama seorang laki-laki menggenakan jas putih.

"Jadi dia tinggal disitu."

Elvan baru ingat, bahwa wanita itu pernah menabrak-nya didepan rumah, Elvan. Waktu itu Elvan sedang jalan-jalan sambil menikmati suasana sore hari.

Elvan langsung memasukkan mobil keperkarangan rumahnya. Rumah yang dibilang cukup besar. Lebih dari kata cukup untuk diri Elvan yang hanya tinggal sendiri disana.

***

"Assallamuallaikum, bun. Bunda apa kabar?" tanya seorang pria melalui via telpon.

Saat ini ia sedang melakukan videocall bersama sang bunda. Pria yang hanya terlihat wajah-nya tersenyum hangat kepada sang bunda. Arzan Nafisqy. Ia merupakan anak dari Dokter Farhan dan Arumi.

"Waallaikumussallam ... alhamdullillah, Bunda baik. Kapan pulang? Bunda udah kangen. Kata kamu minggu ini. Bukan-nya kuliah kamu disana juga udah selesai?"

Wanita yang hampir berumur 50 tahunan itu sedang duduk dihalaman rumah sambil meminum teh.

"Iya ... insyaa Allah besok Arzan pulang,"

"Apa kamu pulang karena tidak sabar bertemu dengan-nya?" tanya Arumi tersenyum jahil.

Arzan sedikit tersenyum canggung." Dia sekarang sudah besar. Kamu sudah liat fotonya'kan yang Bunda kirim dulu?" tanya Arumi lagi.

Arzan hanya menampilkan sedikit senyum. Jantung-nya kini sudah berdetak hebat. Dia belum pernah bertemu langsung dengan gadis itu. Pernah pun hanya melalui foto yang Arumi kirim

"Iya, Bunda,"

"Apa kamu menolak untuk dijodohkan dengan-nya?" tanya Arumi penasaran.

Ya, tentu saja Arzan mau. Tapi ia malu dan tidak yakin kalau wanita itu mau menerimanya. Walaupun banyak yang mengatakan bahwa Arzan bisa dikatakan lelaki idaman oleh banyak wanita, namun itu tidak bisa menjamin bahwa gadis itu akan mengatakan hal yang sama.

"Arzan ngikut kata ayah sama bunda aja,"

"Makanya, kamu cepat pulang! Supaya cepet ketemu sama dia,"

"Insya Allah, bun."

Arumi tersenyum. Anaknya memang sudah lama tidak pulang. Arzan melanjutkan pendidikan-nya diluar negri. Arumi hanya bisa melepas rindu melalui vc. Itupun jarang-jarang.

▪▪▪▪▪▪▪▪

Happy reading❤

Aqeelan [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang