34. Alasan

45 7 0
                                    

Disinilah Acha sekarang berada, tempat ternyaman yang ada dirumahnya. Kamar!

Setelah pulang dari rumah Arzan, Acha langsung mengurung diri didalam kamar. Ia tidak menyangka, Arzan akan meninggalkan ia secepat itu.

Acha menghapus air matanya dan beranjak untuk beralih ke balkon kamar. Setelah melaksanakan salat isya, hatinya mulai sedikit tenang dan menerima kepergian, Arzan.

Flashback on

"Maafin kita, nak, kita terpaksa menyembunyikan ini semua dari kamu. Arzan yang minta karena dia tidak mau membuat kamu sedih,"

Dua wanita itu berada didepan makam, Arzan. Acha tak henti-hentinya menanggis. Dadanya sesak. Hari yang seharusnya menjadi hari paling bahagia untuknya, ternyata malah menjadi hari yang paling mengecewakan dalam hidup, Acha.

"Kenapa kak Arzan bisa kaya gini, bunda?"

Arumi menarik napas pelan,"malam itu setelah pulang dari rumah kamu, tiba-tiba dikantor ada sedikit masalah. Dan terpaksa hari itu harus lembur dan pulang larut malam. Entah bagaimana kejadiannya, kami diberitahu  pihak rumah sakit bahwa Arzan mengalami kecelakaan yang cukup parah." Arumi diam sebentar menahan sesak di dadanya.

"Arzan kehilangan banyak darah dan saat itu, stok darah dirumah sakit kosong. Untungnya Arzan masih bisa bertahan dan kami sangat berharap, saat itu Arzan masih bisa bertahan sampai pihak rumah sakit menemukan pendonor darah. Dan besoknya Arzan sadar, ia langsung meminta kami untuk menyuruh Elvan datang kerumah sakit."

Arumi mengusap punggung Acha dan menatapnya dengan tatapan iba.

"Arzan menyuruh Elvan mengantikan dia untuk menikahi kamu,"

Acha semangkin terisak, begitu juga dengan Arumi.

"Waktu itu, Elvan sempat menolak, namun tidak lama Arzan langsung tidak sadarkan diri dan setelah diperiksa Arzan sudah bisa diselamatkan lagi."

"Kenapa Kak Arzan jahat sama, Acha? Kenapa Kak Arzan nggak mau kasih tau, Acha?"

Arumi memeluk Acha,"Bunda mohon, ikhlaskan Arzan ya nak supaya dia bisa pergi dengan tenang. Mungkin keputusan ini nggak adil buat kamu, tapi kamu harus percaya, Kami mengambil keputusan ini, karena kami yakin ini keputusan terbaik untuk kita semua,"

Flashback off

"Kakak tau nggak, rasanya Acha waktu itu udah jadi wanita yang paling bahagia karena mau nikah sama Kakak." Acha tersenyum miris.

"Ternyata sayangnya Acha lupa, sebagai seorang manusia, kita hanya mampu berencana, mau sematang apapun, kalau Allah udah berkehendak lain, semuanya nggak bakal kejadian," Acha tersenyum hambar bersamaan air mata menetes dan ia hapus dengan segera.

Acha memandang langit,"Acha sekarang berusaha ikhlas, doain Acha ya kak buat ngiklasin semuanya."

Dada Acha semangkin sesak. Paling tidak, ia bisa melihat kepergian Arzan untuk yang terakhir kalinya.

"Acha, saya tidak sabar ingin menikah dengan kamu."

"Dua Minggu lagi kak."

Acha mulai mengingat saat saat-saat ia bersama Arzan. Walaupun sesak, Acha mencoba untuk menhan air matanya sekuat tenaga. Tapi, siapa yang bisa mencegah hal itu terjadi?

****

Elvan masih setia berada didepan kamar, Acha. Sedari tadi, ia benar-benar khawatir akan keadaan, Acha. Bahkan ketika Acha pergi kerumah Arumi hingga kemakan Arzan, Elvan masih setia memantau gadisnya itu.

"Elvan," panggil Abisha  membawa nampan berisi satu gelas air putih dan satu mangkup sup.

"Tante," gugup Elvan bangkit dari kursi samping kamar Acha. Elvan hanya merasa canggung. 

Aqeelan [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang