#32 dia?

40 6 0
                                    

Setetes demi setetes air mata mengalir begitu saja dipipi mulus seorang wanita muda. Matanya tetap fokus menatap kedepan dengan tangan yang terus menyeka air mata yang terus menurus turun tampa aba-aba. Entahlah, sekarang ia hanya ingin menenangkan diri. Ia benar-benar belum siap akan keputusan orang tuanya.

Diposisi yang tidak jauh darinya, Elvan menatap gadis yang sedari tadi hanya terduduk terdiam dikursi dekat danau. Ingin menghampiri gadis itu, namun entah kenapa rasanya tubuhnya menolak.

Lama berpikir, Elvan memutuskan untuk menghampiri gadis yang berstatus anak murid sekaligus gadis yang sudah berhasil mengambil hatinya.

Elvan berhenti disamping Acha, bahkan gadis itu masih belum sadar akan kehadirannya.

Elvan berdehem, sontak Acha langsung menoleh. Ia sedikit kaget melihat kehadiran gurunya disana.

"Bapak ngapain disini?" tanya Acha sambil mengalihkan pandangannya. Bagaimana jika Elvan melihatnya menanggis?

Elvan duduk disamping Acha. Dalam hati, Acha terheran-heran. Acha menatap keselilingnya, mana sepi.

"Kamu ngapain disini sendiri?" tanya balik Elvan tampa menjawab pertanyaan Acha.

Acha hanya mengeleng,"saya cuman pengen kesini aja. Yaudah, kalo gitu sa...,"

"Aqeela," potong Elvan.

Acha yang tadi hendak bangkit, kembali terduduk. Binggung, kenapa gurunya memotong ucapannya begitu saja.

Acha menunduk,"Iya, pak. Ada apa?"

"Tidak, saya cuman mau ngobrol aja sama kamu. Maaf tadi potong ucapan kamu, karna sepertinya tadi kamu akan pamit pulang." kini Elvan sudah menatap danau yang ada dihadapannya. Begitu juga dengan,.Acha.

Acha masih merasa binggung. Ia binggung akan sikap gurunya itu. Sikapnya tidak sedingin biasanya. Apa karna disana sedang panas, jadi sikap dingin Elvan sedang mencair? Ada-ada saja.

Elvan tiba-tiba menatap Acha yang tidak menanggapi apapun. Ia tau, sekarang Acha sedang sedih. Bahkan terlihat jelas dari wajah, Acha.

"Sepertinya kamu sedang sedih?"

Acha hanya sedikit tersenyum. Sebenarnya, Ia benar-benar tidak mood untuk berbicara. Tapi, Acha harus menghormati Elvan sebagai gurunya.

"Saya baik-baik saja,"

"Aqeela,"

Acha melirik Elvan sebentar.

"Boleh saya bertanya sesuatu?"

"Boleh,"

Kini Elvan terdiam. Membuat Acha mengerutkan kening.

"Bapak mau nanya apa?" tanya Acha lagi,

Seketika Elvan menatap Acha yang juga menatap dirinya. Jantung Elvan kini benar-benar menari heboh didalam sana. Untuk yang kesekian kalinya, Elvan kembali terdiam menatap lekat wajah, Acha.

Acha semangkin heran,"Pak,"

Elvan tersadar, ia sedikit gugup."Ah, iya,"

Acha kembali mengalihkan pandangannya kearah danau. Gurunya memang tidak jelas.

"Maaf,"

Keduanya sama-sama terdiam. Acha masih sibuk dengan pikirannya. Sedangkan Elvan, sedari tadi ia bergerak gelisah. Binggung ingin memulai percakapan dari mana.

"Menurut kamu, salah tidak mencintai seseorang?" tanya Elvan tiba-tiba.

Elvan langsung menatap Acha,

"Menurut, Bapak?"

Elvan langsung tertawa kecil, membuat Acha spontan menatapnya dengan wajah menahan senyum + heran tentunya. Apa Acha salah bertanya? atau apa?

Aqeelan [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang