#21 cium dan peluk?

39 7 0
                                    

"Gimana?" tanya Felix kepada dua anak buahnya. Sekarang ia berada didalam ruang kerjanya.

"Maaf, pak," jawab anak buahnya tertunduk.

Felix menatap tajam dua anak buahnya. Sudah hampir seminggu namun tidak ada yang berhasil. Mereka selalu pulang dengan tangan kosong tampa mendapatkan apapun.

"Apa pekerjaan yang saya berikan begitu susah?" lembut namun penuh penekanan. Mereka tau dengan siapa mereka berhadapn sekarang.

"Saya hanya suruh kalian membawa seorang bocah. Apa susah?" tanyanya lagi. Matanya sudah menyorotkan aura kemarahan.

Napas Felix sudah memburu."Jawab!" bentaknya.

Kedua anak buahnya sedikit tersentak."Maaf pak, seperti yang sudah kami jelaskan kemarin, dia begitu terjaga, pengawasan orang tua-nya begitu ketat. Pergi dan pulang sekolah selalu diantar jemput dan selama kami mengawasi rumahnya dia juga tidak pernah keluar area rumahnya. Kami juga beberapa kali melihat tuan Elvan disana,"

"Elvan?" sontak Felix semangkin kaget.

"Iya, pak,"

Satu anak buahnya mengeluarkan beberapa lembar foto yang ia ambil ketika Elvan mengajari, Acha.

"Tadi pagi mereka berangkat ke kota ×××× dan untuk mengikuti olimpiade disana,"

Felix sudah merasa geram. Ia tidak akan kehilangan anaknya untuk yang kedua kalinya. Cukup putrinya.

Kedua anak buahnya saling pandang. Raut wajah mereka sudah benar-benar ketakutan.

"Kalian sudah selidiki dia berasal dari keluarga apa?"

"Dia tinggal didepan rumah tuan, Elvan. Ibu-nya sepertinya hanya ibu rumah tangga biasa, sedangkan ayahnya seorang dokter dan sekarang bekerja dirumah sakit anggrek," jelas mereka.

"Siapa ayahnya?"

"Daffin."

Seketika Felix terdiam. Kini ekspresinya sudah berubah 180°. Yang tadinya marah sekarang wajahnya tidak bisa digambarkan. Seperti ada beban yang keluar dari raut wajahnya.

"Nama lengkapnya?"

"Kalo nggak salah, Daffin Faaz Ilman."

Felix kembali terdiam."Apa istrinya bernama, Abisha Thalita?"

"I-iya, bos,"

Felix kembali terdiam. Tidak lama ia ia menyuruh anak buahnya untuk keluar.

"Apa mungkin Mereka?" batinnya.

***

"Huah ... sampe juga," ucap Claudia. Mereka semua turun dari mobil dan berhenti didepan sebuah rumah yang lumayan besar.

Revan dan Zidan membuka bagasi mobil untuk mengambil barang mereka. Acha dan dua temannya langsung mengambil tasnya disana.

Mereka menghampiri gurunya yang masih berkumpul didepan rumah. Acha melihat keluar area rumah, terlihat jelas bahwa tidak jauh dari sana, terlihat sekolah tempat olimpiade dilaksanakan.

"Okey ... jadi Bapak sengaja membawa kalian kesini. Ini adalah rumah Bapak yang kosong. Jadi, Bapak putuskan kita tidur disini saja. Supaya memudahkan kalian untuk belajar dengan tenang," ucap pak kepsek.

Semua hanya mengangguk. Disana guru yang ikut hanya pak kepsek, pak Edo, Jodi, Danil, Elvan, Buk Tika dan Rina.

Pak kepsek sengaja memilih untuk menginap disana. Sebenarnya tempat menginapan sudah disiapkan oleh pihak sekolah, namun karena rumah kepsek berdekatan dengan sekolah tersebut, jadi kepsek memutuskan untuk menginap dirumahnya saja.

Aqeelan [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang