#28 Acha malu

46 8 0
                                    

"Ma, mama kenal sama orang tuanya, Aqeela?" tanya Elvan.

Mereka sedang makan pagi dirumah, Elvan. Anita memilih untuk menginap disana sebagai alasan karena pergi secara diam-diam.

Anita meminum airnya, lalu menatap putra bungsunya,"Iya," jawabnya tersenyum.

"Udah lama?"

Anita meminggirkan piringnya dan mulai melipat tangannya diatas meja.

"Iya, waktu itu kamu baru umur 4 tahunan kalo nggak salah Mama, Sih." Elvan mengangguk tanda mengerti.

"Dulu keluarga mereka sangat membantu keluarga kita." terang Anita. Ia mulai mengingat moment dimana Daffin dan Abisha yang membantunya.

"Maksudnya?" tanya Elvan penasaran.

"Dulu kita hidup sederhana layaknya orang-orang biasa. Bahkan, untuk membeli makan saja kita susah,"

Anita mulai mengingat begitu susahnya hidupnya dulu. Diusir dari rumahnya karena tidak mendapat restu dari orang tua ketika menikah dengan, Felix.

"Papa kamu dulu hanya seorang buruh yang gajinya tidak seberapa,"

Alvan menatap Mamanya yang tersenyum hambar. Ia baru tau, sesusah itukah dulu mereka.

"Belum lagi biaya sekolah kakak kamu. Dan sekarang kehidupan kita berbeda, kita bisa hidup layak dan itu tidak lepas dari pertolongan orang tuanya, Acha,"

Elvan masih belum mengerti. Ia terus menatap Mamanya dengan lekat.

"Maksudnya?"

"Dulu ketika kamu sakit tipes, Mama sama Papa membawa kamu kerumah sakit. Waktu itu Mama sama Papa sama sekali tidak mempunyai uang sepeser pun," Anita menarik napas pelan,"Kamu disuruh dokter untuk rawat inap, namun kita tidak mempunyai uang. Bahkan untuk membayar tagihan saja tidak bisa. Akhirnya kami memutuskan membawa kamu pulang. Bertepatan dengan itu, Dokter Daffin masuk, ia datang bersama istrinya Abisha yang saat itu sedang hamil besar,"

"Waktu itu Abisha masih muda sekali dan ternyata dia menikah muda. Dia datang memberi kabar bahwa penanganan rumah sakit dia yang tanggung. Mama hanya bisa menanggis, ternyata masih ada orang yang membantu kita." Anita mengusap airmatanya yang mulai menetes.

"Tidak sampai disitu, Daffin dan Abisha juga memberi Papa kamu pekerjaan yang layak. Karir Papa kamu mulai naik, hingga ia memutuskan untuk membuat usaha sendiri dan memulai usaha dari nol, dan sekarang seperti yang kamu lihat, Papa kamu bisa membuktikan bahwa dia bisa dan mampu untuk mengapai itu semua."

Anita sedikit tersenyum. Apa yang dulunya ia bayangkan tidak mungkin, ternyata bisa saja menjadi mungkin. Dulu ia memandang itu rasanya benar-benar susah untuk digapai, namun jika tuhan sudah berkehendak, apapun bisa terjadi. Dan sekarang ia bisa membuktikannya sendiri.

"Apa kalian sering bertemu selama ini?"

"Sejak kejadian itu, Papa sama Mama nggak pernah lagi ketemu sama mereka. Papa dulu juga sering mencarinya dirumah sakit tempat ia bekerja, namun ia sempat dipindahkan kerumah sakit lain. Kita juga tidak tau nomor telepon dan alamat rumahnya. Dan sekarang, Mama nggak nyangka, ternyata Acha itu anaknya Abisha dan Daffin. Dia tumbuh menjadi gadis muslimah sama seperti, Abisha. Cantik."

Elvan sedikit tersenyum, jika mengingat Acha, jantungnya mulai olahraga.

Anita tersenyum melihat wajah Elvan. Ia mulai mengerti akan perasaan anaknya. Apalagi melihat Elvan yang kemarin begitu kahwatir ketika Acha masuk rumah sakit.

Namun, perasaan itu juga tidak bisa dibiarkan terlalu dalam. Nanti hanya akan menyakiti salah satu, bahkan keduanya.

"Elvan," kini Anita menatapnya dengan serius.

Aqeelan [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang