07 halumu terlalu tinggi

60 10 0
                                    

بِسْـمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Mendapatkan pasangan sesuai kriteria yang diinginkan dalam memilih pasangan hidup adalah sebuah kebahagian tersendiri bagi diri sendiri. Namun jika tidak, tetap tidak apa! Karena apa? Karna Allah selalu memberikan yang terbaik untuk setiap umatnya. Jadi, percaya sama Allah. Yakin, setiap ketentuan dan ketetapan Allah tidak akan pernah mengecewakan kita.

▪▪▪

Acha dan Fiona dalam perjalanan menuju ruang guru. Mereka pergi kesana hanya untuk mengumpulkan tugas hukuman, Acha.

Mereka sudah berada didepan ruang guru, belum terlalu banyak guru yang datang. Malah baru satu-dua orang. Maklumlah, waktu juga baru menunjukan setengah 7 pagi.

"Yah, pak Elvan belum sampe! Gue tunggu diluar aja deh, ya?"

Fiona menghentikan langkahnya yang baru saja masuk beberapa langkah kedalam.

"Loh? Kenapa, emang?"

"Gue kesinikan cuman mau ketemu opa. Jadi, kan opa-nya belum dateng nih, jadi gue tunggu diluar aja, ya." Fiona menampilkan cengirannya.

Acha hanya memandangnya tampa ekspresi.

"Udah masuk sana! Gue tunggu sini. Pokoknya lo tenang aja, nggak gue tinggalin, kok!"

Acha hanya pasrah, selama ada guru baru itu, temannya pada aneh-aneh.

"Acha kesana dulu!" ucap Acha langsung masuk dan menuju meja Elvan paling ujung.

Fiona bergumam sambil sedikit tersenyum. Matanya melihat kesekitar, banyak siswa dan siswi yang baru sampai.

"Coba aja kalo Acha kasihnya jam istirahat, pasti pak Elvan ada tuh diruang guru." gumam Fiona. tidak lama matanya melihat Elvan menuju kearahnya. Seketika mata Fiona terbelalak sempurna. Mulutnya tersenyum otomatis.

"YaAllah, baru juga diomongin. Emang udah jodoh kita, pak!" batin Fiona.

"Selamat pagi, pak," sapa Fiona ketika Elvan lewat didepannya.

"Pagi," jawab Elvan sedikit tersenyum, hampir tidak terlihat. Ia hanya melirik Fiona sebentar. Namun bagi Fiona itu juga sudah cukup.

"Gila! Gitu aja gue udah seneng banget. Gimana kalo ngobrol lebih? Sungguh, halumu terlalu tinggi, Fiona!" batin Fiona. Matanya masih menatap punggung Elvan yang mulai masuk kedalam.

"Gue gini amat ya perasaan? Faktor jomblo kali, ya? It's ok, Fiona! You jomblo, but... you Always Happy! So... jomblomu berkelaslah, ya!" batinnya sudah tersenyum-senyum tidak jelas.

***

"Simpan sini kali, ya? Kan nanti kalo pak El dateng, terus duduk langsung keliatan, deh. Okok, disini aja, deh! Kalo ditumpukan buku nanti pusing pak El nyarinya. Pak El orang-nyakan suka ngeribetin diri sendiri kayanya. Ok sini aja, deh."putus Acha.

Acha langsung berbalik dan didapatinya sudah ada pak Elvan dibelakangnya.

"Astaghfirullah, ngagetin aja sih, pak?" ucap Acha. Sontak ia menutup mulutnya karena merasa tidak sopan.

Sebenarnya Acha juga malu, karna hampir saja ia menabrak gurunya itu.

Elvan hanya diam, Acha melihat kearah Elvan takut-takut. Yang benar saja? Tatapannya begitu datar, membuat Acha sedikit meringis ketakutan.

"Pergi aja kali, ya?" batin Acha

"Permisi, ya ... pak," ucap Acha sambil menundukan tubuhnya ketika ingin melewati, Elvan. Namun, ketika berada disamping Elvan, Elvan menarik tangan Acha. Sontak Acha terkejut dan menarik tangannya kasar. Tidak sopan memang, tapi mereka bukan mahram.

"Astaghfirullah," batin Acha.

"Maaf, sekarang kamu duduk! Ada yang ingin saya bicarakan," ucap Elvan yang awalnya juga sedikit gugup. Entahlah.

Acha melihat kearah Elvan yang sudah duduk ditempatnya. Entah ada apa lagi Elvan menyuruh Acha duduk.

"Maaf, ada apa, ya ... pak?" tanya Acha yang sudah duduk. Elvan masih memandang Acha dengan tatapan datar. Acha bisa hanya menunduk, yang ada nanti dia seperti teman-temannya yang terjebak pesona, Elvan. Datar dan mematikan, tapi meluluhkan.

"Ini guru galak amat, ya? Masih muda udah galak! Gimana kalo udah tua? Astagfirullah, maafin Acha yaAllah... abisnya Acha udah ngeri banget." batin Acha.

"Kamu tau kesalahan yang kamu buat?" Elvan mulai membuka suara.

"Tau? Saya ketiduran pas pelajaran, Bapak!" jawab Acha masih menunduk.

"Bukan itu maksud saya. Kamukan yang udah nyebar no wa saya?"

Acha sedikit terkejut. Kini ia menatap Elvan, baru saja mulutnya ternganga ingin angkat bicara, suara Elvan sudah menyuruhnya kembali menelan ucapan-nya itu.

"Hukuman kamu baru selesai, dan sekarang kamu sudah berulah lagi. Kamu tau, saya paling tidak suka kepada orang yang menyebar privasi saya."

"Tapi, pak..." ucapan Acha kembali terpotong.

"Kamu masih nggak mau ngaku?"

"Ini kok jadi Acha yang salah?" batin Acha semangkin merasa binggung.

"Sekarang kamu akan saya hukum lagi."

Acha langsung kaget. Ia tidak terima. Kenapa ia menjadi murid bermasalah seperti ini?

"Loh ... pak, kok gitu? Sayakan nggak salah apa-apa!"

"Kamu udah nyebar kontak sayakan keteman kamu? Kemarin saya ada kasih no saya sama kamu untuk kamu kirim tugas."

"Ha? Kenapa Bapak nuduh saya? Saya nggak mungkin kaya gitu. Saya menghargai privacy orang. Saya nggak mungkin kasih-kasih kontak teman saya atau siapa pun itu keorang tampa seizin orangnya. Dan lagian ya pak, maaf-maaf aja nih ya pak! Saya mau nanya deh, Bapak masuk nggak sih digrup kelas?"

Pikiran Elvan sudah mengarah kefakta. Bahwa dialah yang salah disini. Ia diam, mana udah terlanjur nuduh lagi. Sadar dulu, apa kata muridnya nanti? Bisa diketawain dia.

"Mungkin aja nih ya pak, kalo yang masuk chet anak murid Bapak, bisa aja mereka ambil no Bapak digrup,"

"Jadi? Bukan kamu?" tanya Elvan. Padahal ia sudah tau. Kemarin kepalanya hanya pusing memikirkan masalah keluarga. Tapi entah kenapa tuduhan-nya langsung menuju kemurid-nya yang satu ini.

"Bukan! Jadi, nggak jadi dihukumkan, pak?" tanya Acha sedikit terkekeh.

"Yaudah, kamu keluar!"

Ada perasaan bersalah dihati Elvan sudah menuduh, Acha. Tapi ia malu untuk meminta maaf.

Acha tersenyum,"Terima kasih, pak! Saya permisi." Acha langsung bangkit. Rasanya ia ingin cepat keluar dari ruangan itu.

"Aqeela," panggil Elvan ragu-ragu. Acha yang sudah melangkah beberapa langkah, kini terpaksa memutar tubuhnya kembali.

"Saya minta maaf telah menuduh kamu,"

"Iya! Tapi kalo boleh saya berpesan, dahulukan prasangka baik kepada sesama mahluk tuhan, sekalipun prasangka sudah mengarah kepada fakta."

Elvan menunduk,"Saya kemarin hanya terlalu banyak masalah. Jadi saya lupa dan langsung berpikir kalau kamu yang nyebarin. Apalagi, dihari yang sama kamu sempat mencatat no saya,"

"Dan kenapa kamu tidak ambil digrup saja? Kenapa harus mencatat nomor saya?" tanya Elvan keheranan.

Acha sedikit tersenyum."Saya cuman nggak mau nambah hukuman aja. Yaudah pak, say permisi," Acha langsung berjalan menuju keluar.

Elvan sedikit bergumam, ia menatap Kepergian Acha hingga mengilang dari pandangannya.

"Jangan berpikiran aneh-aneh, Elvan! Jangan memungkinkan sesuatu yang sulit untuk dimungkinkan!"

_________________________
Happy reading❤

Aqeelan [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang