"Ini tuh jawabannya bukan c, Gabri!" Carel kekeh dengan pendiriannya.
Dari layar zoom, Carel menjelaskan alasan kenapa opsi yang Gabri pilih itu salah. Carel menjabarkannya mulai dari menyetarakan reaksi kemudian menghitung reaksi mula-mula, bereaksi, dan sisa. Setelah itu, dia menuliskan reaksi yang habis dan tersisa dari senyawa tersebut yang pada akhirnya merujuk pada jawaban yang Carel pilih, yaitu D. Alias jawaban yang benar.
"Jadi gue salahnya ada di penentuan pereaksi pembatas?" tanya Gabri.
"Kalo dari yang gue liat, dari awal pas penyetaraan reaksi, lo ada yang salah. Kayaknya mis terus berujung ke hasil yang salah." kata Carel. Dia ini paling jago dalam pelajaran kimia makanya Carel sangat yakin dengan jawabannya. Toh, memang itu jawabannya.
"Oke-oke." balas Gabri. Dari layar zoom, Carel bisa lihat bahwa Gabri sedang menghapus jawaban yang ada di bukunya kemudian menyalin jawaban dengan yang barusan Carel tulis di Zoom.
"Jangan langsung loncat ke nomor selanjutnya!" tegur Gabri seraya menulis jawaban di buku. "Tungguin aku." dia mulai ngalus.
"Iya." Carel tersenyum lebar.
Sambil menunggu Gabri, Carel mengecek ponselnya untuk melihat apakah ada notif dari seseorang yang seharian ini dia tunggu. Sayangnya tidak ada. Carel mengiriminya pesan jam enam pagi, tapi baru di balas jam setengah dua belas siang dan sampai sekarang chatnya yang terakhir belum juga dibalas.
Carel tau bahwa hal ini pasti akan terjadi lagi makanya dia tidak ingin membuang tenaganya untuk marah. Meskipun yang kemarin diucapkan hanyalah omong kosong, tapi Carel sempat senang sebab kata-kata itu menghiburnya.
"Care?" Gabri memanggil Carel dengan lembut, tapi tidak ada jawaban dari gadis berpiyama merah maroon itu.
"Carel." Gabri memanggilnya untuk yang kedua kali. Masih belum ada jawaban juga hingga Gabri pun menatap layar laptopnya.
Ternyata Carel sedang terdiam dengan mata yang menatap ke bawah. Tanpa lama, Gabri pun menghubunginya lewat telpon sebab Carel tidak merespon panggilannya saat di zoom.
Suara dari ponsel Carel berhasil membuatnya tersadar dari lamunannya. "Lo ngapain nelpon, Gab?" Carel pun menatap Gabri lewat layar laptopnya.
"Habisnya dipanggil gak nyaut." jelas Gabri. "Kenapa? Ngantuk?"
"Iya. Lo lama banget nyalinnya." balas Carel. Tidak mungkin ia jawab habis menunggu kabar dari pria lain. Nanti yang ada Gabri ngamuk.
"Udah selesai, nih. Sekarang lanjut nomor dua."
Setelah lima menit menyelesaikan nomor kedua, mereka pun saling menyebutkan opsi jawaban yang dipilih. Lagi-lagi jawaban mereka berbeda.
"Kok jawabnya b, sih?" tanya Gabri.
"Ya emang b jawabannya. Elo kenapa bisa d?"
"Jawabannya d tau!"
"B, Gabri!"
"Enggak, kali ini lo yang salah."
"Kalo gue bener gimana?" tantang Carel.
"Enggak, lo salah! gue yakin." Tegas Gabri. Dia tidak mau kalah.
"Gue mau coba tanya Ashley. Kalo gue bener, lo gak boleh peluk sama nyiumin gue selama seminggu."
"Iya, gak papa. Orang lo yang salah. Sekarang gini, kalo misalnya gua bener, lo harus cium gue di dalam mobil pas pulang sekolah."
"Loh, ke sekolah mana boleh bawa mobil."
"Boleh lah, kan gak ketauan."
"Gab, lo gak usah ngaco, deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfortunately, I Found You
Teen FictionCarel selalu memegang teguh prinsipnya bahwa ia hanya akan menyukai laki-laki yang lebih tua darinya dengan status sosial yang sepadan dengannya. Namun, ketika sudah mendapatkan hal yang ia inginkan, justru Carel tiba-tiba tertarik dengan Jessen yan...