Sebelum memesan, Jessen menatap papan menu yang ada di atas kasir untuk melihat menu apa saja yang menurutnya menarik. Tidak butuh waktu lama baginya untuk berpikir. Laki-laki berjaket denim ini pun memesan satu frappucino dan fresh red velvet.
"Mau take away atau dine in?" tanya sang kasir.
"Take away." jawab Jessen.
Ia memberikan sebuah kartu untuk pembayaran lalu bergeser ke kiri untuk menunggu pesanannya. Siang ini Carel mengajaknya untuk belanja groceries. Namun, tidak langsung ke rumah Carel. Ia mampir dulu ke cafe dekat rumah Carel untuk membelikannya minuman.
"Fresh red velvet satu. Take away."
Suara yang tak asing itu pun lantas membuat Jessen menoleh. Selang beberapa detik kemudian, pria yang memesan fresh red velvet itu juga menoleh. Pantas suaranya terdengar tidak asing, ternyata Gabri.
Usai melakukan pembayaran dengan metode yang sama, Gabri berpindah jadi berdiri di sebelah Jessen, menunggu pesanannya siap. Kehadiran Gabri dan Jessen membuat beberapa pengunjung menatap ke arah mereka karena penampilan. Gaya berpakaian mereka bertolak belakang, tapi terlihat cocok. Gabri dengan stylenya yang ala-ala cowok bumi sedangkan Jessen seperti cowok mamba.
Meski keduanya saling kenal, tapi mereka tidak bertegur sapa. Alasannya simpel. Mereka tidak sedekat itu untuk bertegur sapa.
"Lo pesen buat Carel, ya?" tanya Gabri secara tiba-tiba.
"Iya." jawab Jessen singkat.
"Nanti tunggu gua di belakang cafe. Ada yang mau gua omongin." kata Gabri.
"Penting, gak?" tanya Jessen.
"Pesanan nomor empat puluh dua." ucap pelayan yang membawakan satu plastik yang berisi minuman di meja pengambilan orderan.
"Saya." ujar Jessen.
"Tentang Carel."
Jessen pun menoleh ke Gabri dengan tatapan tajam.
"Silahkan nilai sendiri itu penting atau enggak." kata Gabri.
Jessen menerima pesanan tersebut dengan senyuman ramah lalu mengucapkan terima kasih kepada pelayan tersebut. Namun, wajahnya kembali serius ketika melihat ke arah Gabri lagi. Ia menepuk bahu Gabri lalu berkata, "Sepuluh menit."
................
Sudah enam menit Carel menunggu Jessen di luar gerbang rumahnya dengan pakaian yang rapih. Dia tidak menunggu di dalam karena Jessen belum datang di waktu yang telah disepakati. Kebetulan cuaca saat ini sedang tidak panas jadi, tidak masalah Carel menunggu di luar.
Matanya menatap ke arah kiri yaitu, arah di mana Jessen akan datang. Sesekali ia mengecek ponsel yang ia pegang karena mungkin saja Jessen mengabarinya. Kabar yang memberitahukan alasan kenapa dia telat.
Senyum Carel langsung terbit dari wajah cantiknyanya begitu ia lihat mobil Jessen melaju ke arah sini. "Finally he's come." ucap Carel.
Begitu Jessen keluar dari mobil, Carel langsung memeluknya lalu mengecek setiap anggota tubuh Jessen. Wajahnya panik, seolah ada yang habis menyakiti prianya.
"Kenapa Careline?" tanya Jessen dengan lembut.
"Ada yang sakit gak, di badan lo?" tanya Carel lalu menatap Jessen dengan khawatir.
Pria ini malah tersenyum melihat Carel seperti ini. "Gak ada yang sakit. Lagian gak ada yang berani nyakitin aku." ucap Jessen.
"Beneran?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfortunately, I Found You
أدب المراهقينCarel selalu memegang teguh prinsipnya bahwa ia hanya akan menyukai laki-laki yang lebih tua darinya dengan status sosial yang sepadan dengannya. Namun, ketika sudah mendapatkan hal yang ia inginkan, justru Carel tiba-tiba tertarik dengan Jessen yan...