Setelah selesai memarkirkan motor hitamnya di parkiran, Jessen pun bergegas ke kelasnya. Sama seperti biasanya, banyak yang menyapa dia selama di lorong terutama dari kaum perempuan. Senyum palsunya itu membalas setiap sapaan orang-orang yang memanggilnya.
Awalnya Jessen kira ramah dengan orang-orang akan membuatnya lebih nyaman, tapi faktanya justru sebaliknya. Dia malah merasa tidak nyaman.
Langkah kaki yang tadinya cepat pun seketika berubah jadi pelan. Dari posisinya sekarang, ia memandangi perempuan berwajah fresh yang sedang berjalan ke di depan sana. Meskipun kelihatannya dingin, tapi Jessen merasa gadis itu agak kesepian. Carel tidak menunjukkan bahwa ia tengah kesepian, tapi Jessen bisa merasakannya. Entah kenapa, setiap melihatnya Jessen selalu merasa seperti itu.
"Kayaknya itu bukan ide yang baik, deh." batin Jessen.
Ide yang dia maksud adalah ide untuk melupakan kembaran Carel, yaitu Jicel. Toh, dia tidak terlihat bahagia juga.
Jessen pun berdesis. "Ah, gak penting juga. Gak ada hubungannya antara kebahagiaan dia sama gua." gumamnya.
...............
Carel pun menghela napas berat. Dia senang mendapatkan nilai tertinggi, tapi di sisi lain nilai ini agak membebaninya sebab ia harus mempertahankannya.
"Congratulation!" Ashley mengucapkan selamat ke Carel dengan senyuman hangatnya.
"Thank you." kata Carel. "Sorry Shley, i feel bad for you because i got higher."
"Hei! Gak usah ngerasa bersalah. You are great. Lo memang pantas dapat nilai segitu."
"Serius?" Carel pun menoleh ke Ashley.
Teman sebangkunya ini mengangguk cepat disertai senyuman hangat. Ashley sama sekali tidak merasa keberatan sebab Carel memang pantas mendapatkannya. Dia juga berusaha untuk mendapatkan nilai itu. Sama sepertinya dan yang lain.
Tiba-tiba Nurul dan Saline pun menoleh ke belakang.
"Kalian dapet berapa?" tanya Nurul.
"Syukurlah di atas kkm." balas Carel.
"Ashley juga?" tanya Nurul.
"Iya."
"Wah, kalian hebat. Pasti kalian saingan, ya? Ashley ambis, Carel juga ambis."
"Ya enggak, lah!" sahut Saline.
"Gue memang ambis, Ashley juga sama. Tapi bukan berarti kita saingan. Kita berteman jadi gue gak anggap dia saingan. Kalau nilai lo besar, baru gue anggap lo saingan gue. Tapi kalau Ashley atau Saline yang nilainya besar, ya gak gue anggap saingan." jelas Carel.
"Tapi nilai dia juga gede." kata Saline. Yang dia maksud adalah Nurul.
"Berarti dia saingan gue." kata Carel.
"Ashley juga begitu?" Nurul bertanya ke Ashley.
"Sama, gue juga. Justru kita saling bantu kalo ada mata pelajaran yang gak bisa." papar Ashley.
"Wah, gue iri sama pertemanan kalian." Nurul mengkerucut. "Bukanya kita temenan ya, Care?"
Carel pun menggeleng. "Kita gak temenan. Gak usah ngaku-ngaku, ya!"
"Jessi, kita temenan, kan?" Nurul tiba tiba bertanya ke Jessi.
"Temen?" Jessi mengulangi kata itu.
Nurul pun mengangguk cepat. "Lo gak nganggap gue saingan, kan?"
"Semua orang di sini saingan gue." ucap Jessi yang tengah memasukkan kertas hasil ujiannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/272553765-288-k416656.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfortunately, I Found You
Teen FictionCarel selalu memegang teguh prinsipnya bahwa ia hanya akan menyukai laki-laki yang lebih tua darinya dengan status sosial yang sepadan dengannya. Namun, ketika sudah mendapatkan hal yang ia inginkan, justru Carel tiba-tiba tertarik dengan Jessen yan...