BAB 41 When You're Alone, I'll reach for you

11 2 0
                                    

Tidak ada tempat lain yang bisa Carel kunjungi selain peristirahatan terakhir kakaknya dan juga mamanya. Ia mengunjungi keluarganya setelah membersihkan penampilannya yang kacau. 

"Kenapa jadi kayak gini?"

Gadis yang memakai dress putih selutut ini menatap deburan ombak yang ada di depan sana. Tiba-tiba saja ia terjatuh ke atas pasir karena kaki jenjangnya melemas. Semua ini membuatnya lelah hingga air matanya mengalir deras di pipi. Pikirannya seketika kosong.

Ketakutan terbesarnya kini jadi kenyataan. Ia menangis sendirian di tempat luas ini karena tidak ada orang yang memedulikannya. Semua orang meninggalkannya dan pada akhirnya ia sendirian.

Tidak ada kegiatan yang ia lakukan di malam ini selain menangis di pinggir pantai. Meskipun suara tangisnya kencang, tapi tidak ada yang memedulikannya hingga pada akhirnya ada laki-laki yang meletakkan jas hitam ke bahunya.

Saat itu juga suara tangisnya menghilang. Gadis berambut panjang ini pun menengadah untuk melihat siapa yang berhasil menemukannya di sini. Di waktu yang bersamaan, laki-laki itu pun merendahkan tubuhnya supaya sejajar dengan posisi Carel sekarang.

Kali ini tatapannya berbeda hingga Carel tidak bisa menebak perasaan orang yang ada di hadapannya ini.

"Gimana rasanya ditinggal sendirian?" dia bertanya dengan tatapan dingin yang membuat Carel ketakutan.

Hening.

Tidak ada jawaban dari Carel.

Seketika laki-laki itu pun mendekat kemudian melingkarkan kedua tangannya di bahu Carel. Aroma dari tubuh laki-laki ini yang khas ternyata berhasil membuatnya nyaman. Saking nyamannya sampai tangisnya kembali pecah.

"Walaupun umur kita beda, di mata gua, lo ini tetap perempuan." ucapnya dengan lembut. "Gua yang bakal tanggung jawab." 

Carel pun melepas tangan Jessen dari bahunya. "Tanggung jawab dalam hal apa?" 

"Kesedihan lo." ucap Jessen dengan tatapannya yang berubah jadi sendu. 

"Lo gak perlu tanggung jawab. Ini bukan salah lo." 

Hati Jessen serasa teriris melihat air mata yang terus mengalir dari mata indah milih Carel. Alhasil ia mengusap pipi kemerahan tersebut dengan harapan kesedihan Carel hilang secara perlahan. 

"Salah satu hal yang bikin lo sedih itu abang gua, kan? gua yang akan tanggung jawab untuk hilangin rasa sedih lo." Jessen pun memeluk Carel dengan hangat. 

"Setiap lo ada masalah, dia selalu pergi padahal tugasnya itu nemenin lo. Bahkan, saat ini pun kayak gitu. Itu kan yang bikin lo gak tahan sama sikap dia?" tanya Jessen. 

Carel tidak menjawab pertanyaan Jessen dengan kata-kata. Melainkan dengan anggukan pelan. 

"Seharusnya dia yang gantiin posisi Jiceline di hidup lo, tapi ngelakuin hal terkecil pun gak pernah." 

"Emang gue yang salah." ucap Carel disertai isak tangis. "Seharusnya gue gak naruh harapan apapun ke kak Rayan. Gue gak boleh berpikir kalau dia bakal nemenin gue disaat susah karena pada akhirnya gue tetap sendirian." 

"Lo gak sendirian. Ada gua di sini." kata Jessen. 

Ia pun melepas pelukannya lalu kembali menatap Carel yang kepalanya tertunduk. Suara tangisnya kini semakin dalam. 

"Inget gak sih, setiap lo nangis gua sering ada di sisi lo? meskipun gak setiap saat, tapi gua paham penyebab dari air mata lo." kata Jessen. 

Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut Carel. 

Unfortunately, I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang