BAB 44 Kisses Can Explain Everything

13 2 0
                                    

Satu-satunya perasaan yang Carel rasakan setelah tiba di sekolah adalah tidak nyaman. Meskipun ia sudah biasa jadi pusat perhatian, tapi berbeda untuk yang kali ini. Tatapan orang-orang terlalu mengintimidasinya padahal sudah jelas bahwa papanya dinyatakan tidak bersalah. Seharusnya mereka baca berita itu juga.

Rasanya Carel ingin bersembunyi, tapi Saline dan Ashley menenangkannya. Sejak datang hingga saat ini, mereka selalu menemani Carel. Bahkan, ketika jam istirahat pun mereka memilih untuk menitip beli makanan ke Juna daripada meninggalkan Carel sendirian. Saline dan Ashley benar-benar selalu ada di sisi Carel. 

Setelah menghabiskan satu kotak susu rasa pisang, Carel pun meletakkan kotak tersebut ke atas meja. "Gue pulang aja kali, ya?" ucapnya.

"Gak perlu, Care." balas Ashley lalu menyuap mie ayam. 

"Papa lo kan gak salah, lo gak perlu takut." ujar Saline. 

"Suasananya gak enak." 

"Namanya juga awal-awal. Nanti juga mereka lupa." kata Saline. 

Carel pun menghela napas. Semoga saja ucapan Saline benar. 

Seketika pandangan mereka bertiga pun tertuju ke pintu kelas. Ketiganya terkejut ketika lihat Gisa yang datang dengan terengah-engah. Tak lama kemudian, muncul Raya di belakang Gisa yang kelihatan kelelahan mengatur napasnya. 

Mata Carel dan Gisa saling bertemu. Tanpa lama, Gisa melesat cepat ke arah Carel kemudian memeluknya dengan khawatir. Setelah itu, ia melepas pelukannya kemudian memerhatikan kondisi Carel untuk mengusir rasa cemasnya. 

"Lo gak papa?" tanya Gisa. 

"I'm okay." ucap Carel agak canggung. 

Alhasil, Gisa pun menatapnya. Tingkahnya seperti seorang kakak yang baru saja menemukan adiknya yang hilang. 

"Bagus deh kalau lo gak kenapa-kenapa." 

"Kak, lo boleh duduk di sebelah gue." ucap Saline. Gisa pun langsung duduk di sebelah Saline usai mengecek kondisi Carel.

"Gila lu ya Gisa. Pas tau Carel masuk langsung ngacir sampe gue capek ngejar lo!" cerocos Reya yang berjalan ke arah meja Carel. 

 "Gue seneng banget lo udah masuk sekolah lagi." kata Gisa. "Gue sempet khawatir karena lo tiba-tiba hilang dan gak bisa dihubungin." 

"Makasih kak, udah care." ucap Carel. Jujur saja, dia masih merasa canggung. "Gue kira, lo ngejauhin gue semenjak tau gue pacaran sama Gabri." 

"Gue memang sempet jaga jarak dari lo, tapi pas denger masalah kemarin, gue gak bisa terus-terusan jaga jarak. Lagipula, lo memang cocok kok, sama dia. Guenya aja yang kemarin belum bisa nerima." 

Reya yang menggeser kursi ke arah mereka pun menyahut, "Sekarang udah bisa?" ucapnya lalu duduk.

"Bisa dong!" jawab Gisa. 

"Kalau lo butuh bantuan, bilang aja ke gue. Keluarga bunda gue orang hukum." 

"Keluarganya Saline juga." sahut Ashley. 

"Gak perlu, kak. Masalahnya udah selesai, kok. Sempet dibantu sama papanya Saline juga untuk buktiin kalau semuanya itu fitnah." jelas Carel. 

"Baguslah. Gue ikut seneng dengernya." ucap Gisa. "Btw, ada yang mau gue omongin berdua sama lo. Lo bisa gak ikut ke atap?"

Carel tidak langsung menjawab. Dia perlu waktu untuk berpikir sebab ini masih termasuk hari yang sulit untuknya. Ashley yang duduk di sebelahnya pun memegang tangan Carel disertai senyuman hangat.

Dari ekspresinya seolah berkata, "Tidak apa-apa untuk berkata tidak."

"Gue bakal anterin lo lagi kok ke sini." Kata Gisa.

Unfortunately, I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang