BAB 18 Why You Ignoring Me?

15 2 0
                                    

Setelah pulang sekolah, Jessen mampir dulu ke cafe yang jaranya cukup jauh dari sekolahnya. Entah maksudnya apa, padahal di dekat sekolahnya banyak cafe yang bagus, tapi Saline malah menyuruhnya datang ke sini.

Begitu sampai, ia melihat Saline yang melambaikan tangan ke arahnya. Alhasil Jessen pun berjalah ke arah perempuan yang tengah duduk sendirian itu.

"Suka lemon tea, gak?" tanya Saline begitu Jessen duduk.

"Suka."

"Bagus, deh. Itu yang ada di depan lo lemon tea." kata Saline.

"Oh, iya. Makasih." balas Jessen. "Ada perlu apa ya ngajak ketemuan di sini? mana jauh, lagi." lanjutnya.

"Lo kenal sama Carel sejak kapan?" Saline bertanya dengan serius.

"Dari SMP." jawab Jessen lalu meraih gelas tinggi di depannya. "Duluan gua, kan, kenalnya daripada elo."

"Gue juga kenal dia sejak SMP, tapi gak satu sekolah sama dia. Kita satu tempat les."

"Oh." Jessen mengangguk paham kemudian meletakkan kembali gelasnya.

"Dulu lo satu sekolah sama dia?"

Jessen pun mengangguk pelan. "Iya, emangnya kenapa?"

"Setau gue, Carel gak satu sekolahan sama kembarannya. Udah gitu cuma orang terdekatnya doang yang tau. Terus lo tau kembarannya dari mana?" Saline makin menginterogasi Jessen.

"Oh, cuma orang terdekatnya yang tau." Jessen menunduk sembari tersenyum miring selama beberapa detik. Setelah itu ia kembali menatap orang yang duduk di hadapannya. "Gua juga tau secara gak sengaja. Intinya ada kejadian yang bikin gua tau secara gak sengaja."

"Kejadian apa?"

Jessen pun mengkerutkan dahinya. "Kok lu pengen tau banget? sebenernya kan bisa lo tanya ke Carel."

"Gua mau taunya dari cerita lo." tegas Saline. "Gue kayak gini karena mau ngelindungin dia. Gue gak mau Carel terpuruk kayak dulu kalau tiba-tiba lo sebut nama kembarannya. Intinya gue cuma mau tau cara lo kenal sama Jicel. Cuma itu aja, kok."

"Dulu Jicel sama Carel pernah tukeran masuk sekolah." kata Jessen.

Flashback on...

"Kak Carel!" Jessen langsung memanggil nama itu begitu melihat perempuan berambut panjang tersebut.

Otomatis gadis itu menghentikan langkahnya kemudian menoleh.

"Mau langsung pulang?" Jessen bertanya dengan hangat.

Gadis itu pun mengangguk cepat disertai senyuman kecil. Jujur saja agak aneh melihatnya tersenyum karena biasanya gadis itu selalu dingin.

"Mau pulang juga?" tanya gadis itu.

Deg.

Untuk pertama kalinya juga, Jessen mendengar gadis itu bertanya padanya.

"Iya, nih." kata Jessen sembari mengusap tengkuknya. "Bareng aja, yuk! rumah kita kan searah."

Gadis itu terlihat agak kaget ketika Jessen menyebutnya searah. Alih-alih menjawab pertanyaan Jessen, ia justru melanjutkan langkahnya dengan pelan. Otomatis Jessen berjalan di sebelahnya sembari menunggu jawaban.

"Ayo pulang bareng! biasanya juga kita pulang bareng. Kali ini gue anterin deh sampai rumah lo." ucap Jessen.

"Oke, tapi gak usah anterin sampai depan rumah, ya!"

"Loh, kenapa? biasanya juga gue nganterin sampai depan rumah."

"Gak usah. Soalnya mau mampir ke tempat lain dulu." ujar gadis itu kemudian berjalan duluan.

Unfortunately, I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang