BAB 25 Warm Hug With a Beautiful Words

14 2 0
                                    

Begitu sampai di kamar, ia melempar tasnya asal lalu menghempas tubuhnya ke atas kasur. Kini pandangannya tertuju ke langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Ia menatap ke arah tersebut dengan ekspresi datar, kemudian ia pun menutup wajahnya dengan kedua tangan karena malu.

Tidak hanya itu, ia pun merubah posisinya jadi duduk lalu menonjok guling yang ada di dekatnya karena gregetan. Pokoknya saat ini perasaannya campur aduk karena insiden ketika istirahat pramuka.

"Aish, ini mah gua beneran gak bisa natap Carel, lagi.” keluh Jessen lalu kembali memukul benda empuk di sekitarnya.

Setelah agak tenang sedikit, ia menghela napas untuk membuat dirinya semakin merileks. Bukan tanpa alasan ia tiba-tiba memeluk Carel, melainkan teringat dengan petuah dari Jicel beberapa tahun lalu.

Jicel berkata, "Seandainya Carel kenapa-kenapa, peluk dia sambil dibisikkin kata-kata penyemangat. Pasti dia jadi lebih baik.” 

Tanpa pikir panjang, makanya ia langsung memeluk kakak kelasnya itu dan ternyata berhasil. Respon Carel juga positif mengingat dia orangnya emosian, tapi justru dia tidak marah. Justru Carel berterima kasih padanya.

Jessen curiga penyebab Carel seperti itu karena mendengar nama Jicel. Ketika Gabri dan Derian membicarakan tentang penulis bernama Jicel itu, Carel tidak ada henti-hentinya melihat ke arah mereka berdua, lalu tak lama ia kelihatan sulit untuk bernapas karena sesak. Apakah ini yang Saline dan Ashley maksud?

"Kayaknya gua ngelakuin kesalahan.” ucap Jessen disertai rasa bersalah.

"Tapi gua gak bisa pura-pura gak tau tentang Jicel. Apalagi Carel udah tau.” Lagi-lagi ia menghela napas.

"Mungkin gua harus ngelakuin perintah kak Saline dan kak Ashley demi keselamatan dia.”

Ternyata benar kata Saline, ia hanyalah anak kecil yang tidak tau apa-apa. Bahkan, jika idenya dilakukan maka ia akan menyakiti Carel secara tidak langsung. Seharusnya Jessen berpikir dari berbagai sudut sebelum bertindak.

……………

"Sekarang masih sesak dadanya?” tanya Rayan yang duduk di sebelah Carel.

Gadis yang duduk bersandar pada sandaran kasurnya itu pun menoleh ke Rayan lalu berkata, "Udah enggak.”

"Sebentar lagi dokter datang buat cek kondisi kamu. Apapun keluhan yang bikin kamu gak nyaman bilang aja, ya!”

"Iya.” jawabnya dengan pandangan kosong.

"Mau makan dulu sambil nunggu?”

"Gak usah.” jawabnya. "Kak Rayan waktu itu pernah bilang punya murid namanya Jicel, kan? Ternyata aku pernah kenal sama dia.”

Perkataan Carel barusan membuat Rayan tertegun. Dia menatap Carel dengan serius lalu menggenggam tangan Carel. Sebisa mungkin ia harus terlihat biasa saja.

"Oh ya? Kenal di mana?”

"Aku juga gak begitu ingat. Kayaknya kita cukup dekat sampai pernah foto bareng.”

"Boleh aku liat fotonya?”

Carel pun melepaskan tangan Rayan kemudian membuka laci nakasnya. Ia memberikan foto yang ia temukan tempo hari, kepada Rayan.

"Kok bisa ya, aku gak ingat dia padahal kita sempat foto bareng.” Carel pun tersenyum miring.

"Kok kamu bisa tau ini Jicel padahal mukanya aja gak kefoto. Namanya juga gak ada.”

"Ada namanya kak. Coba perhatiin lagi.”

Alhasil Rayan menyipitkan matanya dan kembali memandangi selembar foto ini dengan teliti.

Unfortunately, I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang