Tunggu Aku di Sepertiga Malam

606 65 1
                                    

Jenazah Salma telah dikuburkan. Setelah sholat Maghrib, pondok juga mengadakan acara pengajian selama 7 hari.


Kini, tepat setelah sholat isya' berjama'ah, Alesha berdiri di koridor depan taman seraya memandangi langit dengan bulan dan bintang yang saling melengkapi.

"Assalamu'alaikum." Ucap seorang laki-laki yang tak lain adalah kyai Bilal.

Alesha sedikit terkejut dan menoleh. "Wa'alaikumussalaam. Eh pak kyai."

"Panggil saja, kakek. Seperti kakak kamu."

"Oh iya, kakek yai."
Kyai Bilal terkekeh mendengarnya.

"Kenapa kakek yai yang ngurus jenazah kak Salma? Apa karena yang nabrak Alesha waktu itu supirnya kakek yai?" Tanyanya.

"Bukan."

"Terus?" Tany Alesha penuh kahetai-hatian.

"Yang berwajib mengurusi jenazah orang Islam itu bukan keluarganya, tapi seluruh orang Islam."

"Oh, jadi keluarga yang Islam dan seluruh orang Islam itu yang wajib?"

"Iya."

"Emm, InSyaaAllah akan Alesha usahakan untuk mengganti uang kakek yai."

"Tidak perlu, Alesha."

"Kenapa? Kan itu kakak Alesha, kek. Memangnya kakek yai tidak takut? Alesha ini orang baru dalam kehidupan kakek. Kenapa kakek yai tenang-tenang saja dan selalu bantu Alesha?"

Kyai Bilal terkekeh mendengar celotehan Alesha yang panjang dan lebar itu. "Asal kamu tau, Alesha. Kakek kamu dulu, sering membantu kakek. Beliau juga yang membantu penyelesaian pembangunan pondok pesantren ini."

Alesha terheran mendengarnya. "J-jadi ..."

"Iya. Kamu tenang saja, anggap saja kakek sebagai kakek kamu sendiri."

"I-iya, terima kasih, kakek yai."

"Sama-sama. Kalau begitu kakek permisi dulu, kamu jangan lupa istirahat. Assalamu'alaikum." Pungkas kyai Bilal lalu pergi.

"Wa'alaikumussalaam."

Blub!

Suara notifikasi handphone Alesha. Tidak ada nama yang tertera, hanya sebuah nomor asing.

 Tidak ada nama yang tertera, hanya sebuah nomor asing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alesha menangis tak bersuara. "Maafin Echa, bang." Lirihnya.

"Alesha." Alim berjalan mendekat.

Alesha menoleh ke arahnya. "E-eh kak Alim." Sahutnya seraya mengusap air matanya.

"Kok masih di sini?"

"Iya." Sedetik kemudian, "oh iya. Kak Alim jangan bilang apa-apa dulu ya sama bang Aal."

"Kenapa?"

"Biar dia nggak kepikiran, kak."

Alim mengangguk. "Iya, kamu tenang aja."

"Oh iya, kenapa bang Aal yang pergi ke Turki? Bukannya itu tugas pengurus?"

"Lah, beliau emang pengurus."

"M-maksdunya?"

"Sebenarnya abang kamu itu nggak KKN. Beliau cuma iseng pengen ikut. Bang Birru kan udah lulus 3 tahun lalu. Bahkan udah lulus S2."

"Lah, tumben kak Alim panggil abang."

"Manggil 'Bitru' itu permintaan beliau selama KKN. Katanya, kalo dipanggil abang ketuaan."

"Oalaaa," Alesha terkekeh mendengarnya.

"Yaudah, kamu tidur gih. Ada kak Hilya sama kak Zalfa di sana. Ini udah malem, keadaan kamu juga belum sehat penuh."

"Iya, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalaam."

Disisi lain, Hilya mengetahui perbincangan mereka. Rasanya, ia tidak terima dengan kedekatan Alim dan Alesha.

"Tunggu aku di sepertiga malam, Gus." Batinnya lalu pergi ke ndalem.

•••

"Saya nggak nyangka, Gus. Ternyata, Alesha itu adeknya bang Birru." Ucap Zayyan yang berada di kamar ndalem pesantren.

"Saya juga kaget, Zayn. Bisa-bisanya saya lupa, padahal dulu bang Birru sering cerita tentang keluarganya ke saya." Sahut Gus Alim yang sedari tadi sibuk membaca kitab.

"Sekarang, Gus udah nggak punya saingan dong." Goda Zayyan.

"Zayn, sekarang saya mau tanya sama kamu. Kenapa kamu selalu jomblangin saya sama Alesha?"

"Ya, karena cocok aja sih."

"Itu menurut kamu, Zayn. Saya tidak pernah bilang kalau saya suka sama Alesha, kan? Jadi stop jomblangin saya sama Alesha."

"Kalau beneran ya nggak papa kali, Gus."

"Emang kamu yang ngatur jodoh?"

"Nggak lah, Gus. Orang saya aja masih nyari jodoh."

"Emang udah punya tipe?"

"Ya udahlah, Gus."

"Apa coba? Mungkin saya bisa bantu." Ucap Gus Alim terkekeh.

"Simpel kok, Gus."

"Gimana coba?"

"Yang baik, Sholehah, dermawan, suka sama anak kecil, pinter, nurut, humoris. Terus satu lagi, cantik dikiiit aja. Tapi kalo banyak juga gapapa, Gus."

"Astaghfirullah, Zayn. Itu mah ngelunjak, bukan simpel."

"Ya, apa salahnya cari yang kayak gitu, Gus. Kalo nggak ada, baru saya cari yang Sholehah doang. Karena Sholehah itu mencakup semuanya."

"Lah kenapa nggak dari awal aja? Kan udah tau kalo Sholehah mencakup semuanyaaa!" Balas Alim frustasi.

Zayyan menggaruk tengkuknya sembari meringis. "Iya juga, ya. Kalo Gus tipe nya gimana?"

"Saya?"

"Iya."

"Tipe-X."

"What? Yang putih dong."

"Iya. Biar bisa nutupin kesalahan saya."

"Berarti, Gus pulpen dong."

"Yaa."

"Gus mah, nggak asik. Nggak bisa diajak becanda."

"Kamu yang kebanyakan becanda, Zayn."

"Tau ah, saya tidur dulu, Gus."

"Silakan."

•••
Vote
Komen
Baca Qur'an!

SENJA UNTUK ALESHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang