epilog

1.1K 46 0
                                    

Huhu!!!
G

O FOLLOW IG (SEPARUHSABIT)

•••

"Film?" Tanya Alesha pada Jihan sembari menyuguhkan teh hangat.

"Iya, suamiku teman dari produser film yang cukup terkenal di Indonesia. Dan, dia tertarik dengan novel yang kamu tulis." Jelas Jihan.

"Kok bisa, di dalamnya kan cuma ada isi kisah aku sama A' Abban. Lagian, kamu ingat sendiri kan waktu mau nerbitin buku itu, itu aja kamu yang kerja keras dan kekeh buat nerbitinnya."

"Yah, menurut kamu memang cerita yang kamu tulis itu biasa aja, tapi belum tentu sama menurut orang lain. Pasti ada orang yang tertarik dengan cerita kamu, termasuk aku yang sekali baca langsung suka."

Alesha terdiam.

"Gimana, mau ya di buat film?" Tanya Jihan.

"Terserah kamu, deh. Aku mah gatau apa-apa, Han."

"Oke, kalau gitu nanti aku yang urus."

"Iya-iya."

"Al, ke pantai, yuk! Udah lama kan nggak ke pantai?" Jihan menaik-turunkan kedua alisnya.

"Bentar. Faaz!" Panggil Alesha dari ruang tamu.

"Iya, buna." Sahut Faaz dari ruang keluarga dan langsung bergegas menuju Alesha. "Buna panggil Faaz?"

"Iya."

"Ada apa?"

"Faaz sibuk, nggak?"

"Nggak."

"Mau ke pantai?"

Faaz mengangguk semangat. "Mau."

"Nah, kebetulan Aunty Jihan bawa teman buat Faaz. Namanya Fian."

"Anaknya Aunty?"

"Bukan, keponakannya Aunty, hehe."

"Kalau gitu Faaz siap-siap dulu."
_

"Buna, buna suka senja, ya?" Tanya Faaz yang duduk di sebelah Alesha.

"Iya, indah. Tapi buna lebih suka lagi sama malam, karena tenang." Jawab Alesha dengan netra birunya yang menatap ke laut.

"Tapi Faaz ga suka sama pagi, apalagi jam 2."

Alesha menatap lekat netra coklat Faaz. "Kenapa?"

"Waktu tidur, Faaz kebangun dengan suara tangisan buna waktu sholat. Bukan karena mengganggu waktu tidur Faaz, tapi Faaz gamau buna sedih."

Alesha menarik simpul bibirnya, lalu mengusap lembut pipi Faaz. "Buna ga sedih. Menangis bukan berarti sedih, Faaz. Adakalanya menangis ketika kita terharu dengan apa yang telah Allah tetapkan untuk kita. Walau kadang kita merasa tidak adil, tetapi Allah lebih mengetahui."

"Memangnya buna nggak capek nangis terus?"

Alesha menggeleng. "Nggak. Malah kalau kita nangis sambil berdo'a ke Allah, hati kita jadi tenang."

"Beneran, buna?"

Alesha mengangguk. "Iya."

"Yaudah, besok pagi bangunib Faaz, ya. Faaz juga pengen sholat dan berdo'a ke Allah."

"Yakin?"

"InSyaaAllah."

"Yasudah, besok buna bangunin. InSyaaAllah." Pungkas Alesha seraya merangkul putra kecilnya itu.

"Terkadang, keindahan hidup itu bukan tentang keinginan kita yang terkabul, akan tetapi tentang keikhlasan dan keridhoan kita dalam menerima takdir Allah."

"Memang terkadang terlihat mengecewakan di awal, tetapi kita harus yakin bahwa semua yang telah Allah tetapkan untuk hanba-Nya, adalah yang terbaik."

•••

Halo! Epilognya dikit aja, ya.
Ganiat emang, dasar!
•••

Papa, mama, Kak Salma, bang Syawal, dan Alesha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Papa, mama, Kak Salma, bang Syawal, dan Alesha

Papa, mama, Kak Salma, bang Syawal, dan Alesha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keluarga kecil Alee dan Banii

SENJA UNTUK ALESHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang