Terima Kasih, Semua

920 40 2
                                    

"Astaghfirullahal'adzim! Alhamdulillah cuma mimpi." Mata Alesha langsung membuka dengan cepat.


Ia menyalakan handphone dengan cahaya rendah. "Jam 2." Gumamnya. Ia pun bangun dan duduk di ujung spring bed.

"Alhamdulillaahilladzii Ahyaanaa Ba'da Maa Amaa Tanaa Wailaihin Nusyuur. Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan (tidur) kami. Dan kepada-Nya lah kami kembali."

Alesha pun mandi dan berwudlu, setelah itu melaksanakan sholat malam serta tilawah dan muroja'ah Al-Qur'an.
_

"Mas pulang jam berapa?" Tanyanya melalui sambungan telepon sembari memasak.

"Baru mau kasih tau."

Alesha terkekeh.

"Budhe lagi sakit, sembari nunggu pakdhe yang pulang dari Sumatra, jadinya mas yang jaga budhe di sini. Mas ga jadi pulang hari ini, gapapa 'kan?"

"Budhe sakit? Sakit apa?"

"Kecapekan."

"Di rumah sakit?"

"Masih bisa ditangani di rumah. Udah sempet periksa ke dokter. Sebenarnya budhe nyuruh mas pulang, karena beliau tau kalau kamu pasti udah berharap kalau mas pulang hari ini. Tapi mas ga tega, masih ada Reyhan di rumah, cuman mas kasian."

"Alesha jadi pengen ke sana."

"Ini udah mendingan, kok. Alhamdulillah."

"Terus, tiket pesawat mas?"

"Alhamdulillah bisa dibatalin."

"Oh, yaudah. Kira mas pulang kapan?"

"Besok, InSyaaAllah."

"Ya udah kalau gitu, Alesha mau lanjut masak dulu. Assalamu'alaikum."
_

Pagi ini, keluarga ndalem melakukan sarapan di rumah Alesha. Ya, Alesha sengaja memasak banyak dan melarang keluarga ndalem untuk memasak karena ia berencana untuk mengajak keluarga ndalem sarapan di rumahnya.

Tidak ada suara saat mulut mereka telah melahap makanan. Setelah sarapan, barulah mereka berbincang-bincang.

"Suamimu pulang kapan, Alesha?" Tanya nenek Nyai.

"Katanya besok, InSyaaAllah. Soalnya budhe lagi sakit, beliau ga tega ninggalin Reyhan yang ngerawat sendirian."

"Oh, iya-iya. Tadi pagi suamimu juga telfon nenek dan bilang seperti itu. Tapi, dia tidak bilang kapan pulang, jadi nenek tanya kamu."

"Alesha kalau dilihat-lihat sering ngelamun lho nek." Sahut Hilya yang memang diam-diam mengetahui tingkah Alesha sejak Abban ke Surabaya.

"Loh, kenapa?"

"Kangen kayaknya."

Nenek Nyai terkekeh, "gapapa, sekali-kali dikasih jarak biar tau rasanya kangen kayak gimana. Biar tau rasanya seberapa penting orang itu dalam kehidupan kita."

Ditengah-tengah perbicangan itu, tiba-tiba handphone Alesha berbunyi. Di layar kaca, tertera nama kontak Abban yang menelponnya.

"Alesha izin angkat telepon sebentar." Izinnya pada semua orang yang ada di meja makan. Lalu, ia pun berdiri menjauh dari tempat makan dan mengangkat teleponnya.

SENJA UNTUK ALESHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang