"Lah, katanya ke rumah sakit jiwa, mas?" Tanya Alesha yang masih berada di dalam mobil bersama Abban yang telah sampai di tempat tujuan.
"Nggak jadi, Alee."
"Huh! Ini di mana?"
"Perumahan."
"Kita mau pindah rumah?"
"Nggak."
"Terus? Ada jadwal tausiyah?"
"Nggak." Jawab Abban singkat seraya menyebikkan bibir dan menggedikkan bahunya.
"Lah terus?" Tanya Alesha yang merasa aneh dengan suaminya.
Abban tidak menjawab pertanyaan itu dan segera turun dari mobil, lalu berjalan membukakan pintu untuk Alesha.
Alesha mengernyitkan dahi dan mendongakkan kepalanya menatap Abban. "Mau ke mana, mas?" Tanya Alesha kesekian kalinya dengan sedikit kesal.
"Nanti juga tau. Turun dulu," ucap Abban seraya menyodorkan tangannya pada Alesha.
Alesha pun mengalihkan pandangannya ke tangan Abban dan merasa bingung dengan tingkah suaminya itu.
"Jangan ragu, Alee." Ucapnya meyakinkan.
Alesha pun menghela nafas dan menerima sodoran tangan itu lalu keluar dari mobil.
Alesha telah berada di sebuah komplek perumahan indah nan asri. Hatinya merasa antara bahagia dan bingung dengan maksud Abban mengajaknya kesini.
"Yuk!" Ajak Abban mengulum senyum dan menggandeng tangan Alesha.
Alesha masih tidak mengerti dan hanya mengangguk meyakinkan Abban dengan senyuman tipis dibibirnya.
Sesampainya di sana, ia melihat berbagai macam acara dan ia masih tidak mengerti dengan jalannya acara tersebut.
Acara-acara itu sederhana, tetapi terlihat mewah. Dengan bacaan tahlil, pemotongan tumpeng, hingga sebuah ceramah yang diberikan suaminya di khalayak ramai.
Setelah acara selesai, keduanya masuk ke sebuah ruangan yang cukup besar dan nampak alat-alat kerja terpampang jelas dihadapan mereka.
"Pak, data sudah menunjukkan bahwa ada 150 lebih kepala keluarga yang telah berminat dan siap untuk membeli perumahan dengan type masing-masing." Jelas seseorang di dalam ruangan kepada Abban.
Alesha merasa bingung. Ia kini telah berada disebuah ruangan mewah. Ia juga duduk di sebuah sofa bersama suaminya dan seorang laki-laki berjas.
"Alhamdulillah. Lanjut!" Sahut Abban.
"Ini ada sebuah laporan tentang kerja sama kita dengan bank syari'ah." Laki-laki berjas itu memberikan sebuah map laporan seraya menjelaskannya kepada Abban.
"Disini tertulis, bahwa setiap kepala yang ingin jual beli rumah akan langsung dirujuk menuju bank syari'ah yang akan membantu proses transaksi." Jelas laki-laki itu.
Beberapa saat kemudian, "saya sudah melihat dan membaca semua laporan yang bapak berikan kepada saya. Laporan yang bapak berikan sudah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan." Sahut Abban.
Pak Danu tersenyum menunduk, lalu berterima kasih dan meminta izin untuk menyelesaikan pekerjaannya dan pergi keluar dari ruangan Abban.
"Mas, perumahan i-ini?" Tanya Alesha ragu setelah bayangan pak Danu tak lagi terlihat di ruangan itu.
"Iya, Alee."
"What?"
"Iya, sayang. Didesain dengan mencontoh latar belakang sistem dan lingkungan pondok pesantren."
KAMU SEDANG MEMBACA
SENJA UNTUK ALESHA
Teen FictionHai, namaku Alesha Zahrasyla. Sengaja ku tulis cerita ini untuk mengenang orang-orang berharga yang pernah ada di beberapa episode hidupku. Di episode pertama, kalian akan menemukan Jihan. Dia sahabatku. Dia humoris, humble, tapi terkadang karaktern...