Rindu dan Maaf

421 44 0
                                    

"Kita tidur di apartemen buat istirahat sementara, ya? Besok baru kita cari alamat papa." Ucap Abban.


Alesha tersenyum dan mengangguk.

Keduanya pun masuk kedalam sebuah gedung apartemen untuk beristirahat sejenak setelah perjalanan jauh.

"Kalo dipikir-pikir, papa nggak sepenuhnya salah." Ucap Alesha seraya menata tempat barang-barang yang dibawanya.

"Pasti waktu itu papa terpukul banget, ngeliat mama, perempuan yang papa cintai dengan sepenuhnya hati, ternyata pergi ninggalin papa gitu aja." Lanjutnya, lalu duduk pada spring bed.

"Pertanyaannya, mama kok tega banget sih?"

Abban tidak mengeluarkan sepatah katapun dari mulutnya. Ia hanya mendekat Alesha dan duduk disampingnya seraya merangkul tubuh Alesha.

"Kita harus segera bertemu dengan papa. Kata bang Aal, papa pernah bilang kalo papa nyesel pernah memperlakukan anak-anaknya dengan cara keras seperti itu. Papa pengen dapet permintaan maaf dari anak-anaknya."

"Ada Allah, ada saya. Kita cari bersama-sama." Ucap Abban.

Alesha mendongak menatap wajah Abban yang terlihat begitu menenangkan. "Terima kasih."

"Papa kamu juga papa saya. Masalah kamu juga jadi masalah saya. Jangan ragu untuk bercerita apapun terhadap saya. Yang harus kamu ingat, Allah adalah yang pertama."

Alesha tersenyum.

"Meminta lah apapun itu kepada Allah, saya hanya perantara."

Alesha pun menyenderkan kepalanya pada pundak Abban. "Terima kasih."

"Terlalu banyak berterima kasih." Celetuk Abban.

Alesha pun langsung mengangkat kepalanya dan menatap tajam ke arah Abban. "Ga boleh?"

"Ga perlu terima kasih kepada saya. Kamu juga banyak membantu saya."

"Apa?"

"Masak, nyapu, ngepel-"

"Sst! Mas juga sering bantu kan?"

Abban menghela nafas, "okey, kita sama-sama bantu. Kamu berterima kasih kepada mas, mas juga berterima kasih kepada kamu."

"Oke."

"Tapi, kamu ga cape bilang makasih terus?"

"Y-yaa"

"Makanya, tugas kita sama, soal terima kasih, saling ngebantu aja udah bisa jadi bentuk terima kasih 'kan?"

Alesha berpikir sejenak, "okedeh."

"Sip! Pinter." Pungkas Abban seraya mengacak-acak pucuk kepala Alesha yang berbalut jilbab.

"Berantakan dong jilbabnya!"

"Lha kok ngamok!"

"Hih!"

"Iya-iya, maaf. Sini saya bantu." Abban pun membantu merapikan jilbab Alesha yang telah berantakan karenanya.

SENJA UNTUK ALESHA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang