Part 3

1.1K 90 2
                                    

Mata biru Zay memutar arah. Ke mana saja yang penting tidak ke objek yang membuatnya terus terpaku. Sial, tidak ada objek lain yang menarik perhatiannya sekarang. Lagi-lagi pandangannya jatuh pada sosok mungil yang sedang menjemput mimpinya.

Zay menggaruk kepalanya asal. Anehnya, meski membuat rambutnya berantakan, dia tetap saja terlihat tampan. Justru rambut yang tak tertata rapi itu memiliki karisma tersendiri. Sayangnya, tak ada yang melihat karisma itu.

Baiklah, sang pangeran menyerah. Dia duduk di tepi ranjang membelakangi balita yang sedang terlelap itu. Walau tak lama kemudian, dia membalikkan badan.

"Sejak ada kau, hidupku berantakan, tahu!" adunya dengan nada lirih. Takut membangunkan balita mungil itu. Tangannya menusuk pelan pipi yang mirip bakpao milik sang Lady. "Udah dipaksa dijodohin. Malah kena kutukan. Sekarang, aku diminta ngerawat? Aku? Seorang pangeran mahkota ini? Merawat bayi yang jiwanya seorang gadis? Orang tuaku pasti sudah gila."

Zay terus menggerutu. Tak peduli jika dia sebut gila juga karena berbicara sendiri. Toh, tidak ada yang mendengarnya. Namun, pemuda itu lantas menghela napasnya. Menyadari ketidakwarasannya sendiri. Telapak tangannya mengusap pelan rambut berwarna putih itu seraya mengingat kembali pertemuan dadakan mereka.

Di hari tepat setelah seminggu dari upacara kedewasaannya, sang raja dan ratu memberitahukan perihal perjodohan itu. Hal yang memang lazim dilakukan setelah menginjak umur delapan belas. Namun, sejak dulu, Zay memang tak senang dengan perjodohan. Apalagi Lady yang dijodohkan dengannya sama sekali tidak dia kenal sebelumnya.

Surai yang dimilikinya memiliki warna yang mencolok. Sangat, Zay malah tak pernah melihat seseorang berambut putih selain dirinya. Mungkin hanya beberapa tetua. Namun, sepertinya warna rambut sang Lady adalah asli dan bukan dari faktor usia.

Duchess Antonia Nafa. Pemimpin dari daerah barat nun jauh di sana. Paling barat di kerajaan dan berbatasan langsung dengan kerajaan tetangga. Meski berita tentang sang Lady sering dia dengar, Zay tak pernah bertemu langsung dengannya.
Sebelum perjodohan itu tentunya.

"Huh. Padahal, keberadaanmu saja masih sering dirumorkan. Tapi, setelah muncul malah membuat masalah." Zay sepertinya lupa jika dia yang menyebabkan masalah itu.

Namun, sebenarnya Zay hanya merasa kalah dan malu. Di saat gadis yang lebih muda darinya sudah bisa memimpin daerah dan bekerja begitu giat. Di saat dirinya masih senang bermain-main dan melewatkan kelas belajarnya. Menyedihkan. Gelar pangeran mahkota tak pantas dilabelkan padanya.

"Ehm ... hap!"

"Aw!"

Zay tersentak kaget. Tangan mungil itu menarik tangannya menuju ke mulut. Balita itu nampaknya terganggu dengan tindakan Zay. Oleh karenanya dia menggigit jari telunjuk itu dengan kuat. Meski tak menyebabkan rasa sakit bagi Zay.

"Heh! Kalau lapar bangun dan makanlah! Jariku bukan makanan!"

Sang pangeran mencoba melepaskan diri, tapi sang Lady justru mengigitnya semakin kuat. Dengan tambahan genggaman tangan mungilnya, tangan Zay tak berkutik.

Akhirnya, Zay hanya bisa pasrah.

***

Senja mulai menyapa dunia. Mengucapkan selamat tinggal pada bumi tercinta sebelum akhirnya pergi untuk beberapa waktu ke depan. Memanggil bulan untuk menggantikan tugasnya sebagai pengisi langit. Bintang-bintang yang takut terharap sang surya kini juga mulai menampakkan diri.

Sorot mata merah itu menyala memantulkan sinar lampu. Mata besarnya mengejap beberapa kali hingga akhirnya seluruh kesadarannya berkumpul. Alisnya mengernyit saat sebuah jari masuk ke dalam tangannya.

Prince Babysitter [END Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang