Bab 44

178 15 0
                                    

Keknya ini terlalu lama buat update dan panjang yew. Maap saya juga bingung gimana namatinnya:(

Happy Reading!

***

Sepuluh tahun yang lalu, ketika Zayden berumur delapan tahun.

"Pangeran Cruise! Anda belum menyelesaikan kelas sejarah!"

Bocah lelaki yang gigi susunya baru berganti itu menjulurkan lidah. Mengejek sang lelaki tua yang menjadi guru pribadinya. Dengan gesit dia menghindar dari tangan-tangan penjaga yang disiapkan. Tubuhnya yang mungil menjadi poin plus baginya. Zayden kecil mampu kabur dari orang-orang dewasa, lagi.

"Haha! Memangnya siapa yang mau menghabiskan waktu dengan cerita membosankan dan buku tebal itu, Bodoh!" ejeknya setelah jauh dari orang. Sengaja, karena dia tidak mau dimarahi permaisuri sebab berkata kasar seperti tempo hari.

Kakinya melompat ke arah pohon, menyembunyikan diri di balik rindangnya dedaunan ketika mendengar langkah kaki prajurit. Sudah pasti mencari dirinya. Zirah besi yang dipakainya membuat Zayden mudah mendengar gesekan besi ataupun langkah berat bahkan dari jauh.

Setelah berhasil kabur meninggalkan istana, Zayden menarik jubah yang selalu disembunyikan di balik pakaiannya. Jubah itu bewarna hitam dengan tudung yang menghalau setengah dari wajahnya. Lantas, dia melangkahkan diri ke arah perkotaan.

Zayden menyukai jalan-jalan tanpa pengawal. Dia bisa menikmati aktivitas orang-orang yang alami tanpa memperhatikan statusnya sebagai pangeran mahkota. Puas melihat, Zayden membelokkan kaki menuju toko roti.

"Pak Guy! Roti cokelat satu!" pesannya antusias.

Seorang pria muda tersenyum ketika mendengar suara manis itu. Pelanggan setia yang selalu datang di hari senin untuk mendapatkan roti cokelat yang memang hanya dijual pada hari itu saja. Bukan apa, bahan baku cokelat masih susah ditemukan di Kerajaan Api kala itu. Jadi pemilik toko harus mengimpornya dari wilayah lain.

"Ini. Selalu kusisakan satu untukmu, Bocah Kaya."

Zayden menerimanya dengan mata berbinar, meskipun tidak kelihatan. Dia meninggalkan beberapa keping emas dan berlalu begitu saja. Dia bahkan mengabaikan panggilan Pak Guy mengenai kembalian uangnya.

"Uwah, hangat banget," guman Zayden mendudukan pantatnya di meja taman tak jauh dari toko roti berada. Dia menikmati roti cokelatnya perlahan. Seperti menghayati semua bahan yang dikorbankan untuk menjadikan roti favoritnya itu. "Hmm, enak!"

"Hei, kudengar di berita, Kerajaan Angin mengalami kudeta."

"Sungguh? Ya ampun! Pasti karena perebutan kekuasaan. Anak raja mereka kan banyak."

"Beruntung kita hanya memiliki satu ratu tanpa selir. Tidak perlu lagi memusingkan perkara pewaris tahta."

"Kau benar, lagipula, anak raja juga hanya satu, Pangeran Cruise."

Rasa cokelat dari roti itu sontak menghambar. Suasana hari Zayden anjlok. Tidak di istana, tidak di luar rumah, semua mengatakan hal yang sama. Raja. Penguasa. Tahta. Sejak kapan Zayden menyetujuinya? Sejak kapan semua itu menjadi mimpinya? Sejak kapan pula takdirnya berjalan?

Zayden hanya tak ingin terikat. Dia tidak mau menjadi boneka. Mungkin dia belum memiliki ambisi sekarang, tapi Zayden membenci menjadi pemimpin. Apalagi jika dipaksa seperti tidak memiliki pilihan. Zayden hanya ingin mencari jati dirinya.

***

Waktu sekarang.

"Lucu, ya? Padahal dulu aku yang tidak ingin menikah denganmu. Tapi, sekarang aku yang tak mau kau menikah dengan orang lain."

Prince Babysitter [END Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang