Part 39

144 18 0
                                    

Sorry banget lama updateee
Aku sibuk tugas dan sebenerrenya ini masih UAS wkwkwkw

Tapi, gpp. Aku juga pengen segera namatin ini cerita:')

Happy Reading!

***

"Zay, sadarlah!"

Pemuda dengan bola mata biru itu membelakkan mata. Tersadar dari tidurnya yang panjang, dia masih tergugu melihat gadis yang meneriaki namanya memeluk tubuh dinginnya. Zayden menyadari jika telapak tangannya mengerut, rambutnya juga masih basah.

"Syukurlah, hiks. Kupikir kau akan meninggalkanku. A-aku khawatir."

Nafa mengurai pelukan, tapi tangannya masih menggenggam erat lengan Zayden dengan gemetar. Hujan berbalik ke arah matanya, mengalir deras hingga membuatnya bengkak. Zayden mengusap air mata itu sembari mengucapkan maaf.

"Maaf telah membuatmu khawatir."

Dua yang lain juga sama leganya. Namun, mereka tidak seheboh Nafa. Agak aneh rasanya, Zayden bahkan menyadarinya. Christhoper tidak melontarkan kata-kata bodoh seperti biasanya. Jika Rose, ah, Zayden tidak mengenalnya dekat dari dulu.

"Kita di mana?" Seingat Zayden, dia berada di sungai. Setidaknya mereka ada di pinggir sungai atau dekat hutan. Namun, ini sebuah gubuk yang rapi dan bersih. Pasti ketiganya membawa tubuhnya jauh dari sungai.

"Markas rahasia kita. Kau ingat?" Christopher duduk di dekat perapian, menambah kayu bakar yang tersedia ketika singgah. Dia sendiri yang menyetoknya. Gubuk ini adalah buatan ketiga orang anak laki-laki ketika jiwa petualangnya masih membara. Bukan sepenuhnya buatan sendiri, masing-masing anak memanggil pelayannya untuk membantu. Tentu, dengan tetap merahasiakan tempat ini.

Zayden mengangguk. Tidak mungkin dia melupakan gubuk kenangannya ini. Meskipun sering bertengkar dan bersaing dengan Christopher, gubuk ini satu-satunya saran Christhoper yang dia setujui. Hanya di gubuk di bawah pohon beringin inilah, mereka bisa melakukan apapun tanpa memikirkan status sosial di pundak. Hanya ada sekelompok anak-anak yang senang bermain.

"Lho, berarti kita sudah ...?"

"Kita sudah berada di wilayah perbatasan antara tiga kerajaan. Ini tujuanmu setelah kabur, bukan?" tanya Christopher yang sudah menebak sejak awal ketika Zayden mengatakan rencananya.

Gubuk dari kayu berkualitas itu memang berada di perbatasan tiga kerajaan, Api, Air, dan Angin. Sesuai dengan pangeran yang membangun tempat itu. Zayden pangeran Api, Christopher pangeran Air, dan teman mereka yang satunya lagi, pangeran Angin. Dia adalah siswa teladan dan paling cerdas di antara ketiganya. Selalu berada di peringkat pertama di ujian sekolah, baik secara akademik maupun teknik berpedang. Tipikal pangeran paling idaman di seluruh negeri.

"Satoru sudah ke mari?"

"Belum atau tidak akan ke mari. Pangeran teladan itu pasti sudah melupakan tempat ini. Kapan coba terakhir kali dia ke sini? Setahun yang lalu? Dia terlalu sibuk dengan kegiatannya sendiri. Makanya aku lebih senang singgah ke istanamu saja. Dia sudah tidak seasik dulu," dengus Christopher. Sifat ngambekannya kembali muncul di permukaan.

"Satoru? Siapa?" Nafa usai membersihkan ingusnya. Nama asing yang disebutkan Zayden membuatnya bingung. Bahasa yang ada dalam nama itu juga bukan menggunakan bahasa yang sering keempatnya gunakan.

"Pangeran Mahkota dari Kerajaan Angin, sahabat ketiga kami."

"Sohibmu, ya! Aku gak punya sohib sombong kayak dia, huh!" Christopher mencak-mencak lagi. Sembari menjaga api, dia memasang wajah tertekuk yang luar biasa tidak enak dipandang.

Prince Babysitter [END Masih Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang